TWENTY

323 27 1
                                        

Happy Reading!

***

Rambut dengan potongan under cut itu bergoyang seiring larinya yang cepat, memasuki gedung besar yang berisi orang-orang berpakaian serba putih.

"Pasien atas nama Maureen Angelista Dalton" mata itu menyorot menuntut ke arah meja resepsionis, suster yang berjaga disitupun sedikit terkejut dengan suara tiba-tiba itu.

"Kamar phoenix lantai 7" tanpa mencari nama pasien yang di sebutkan laki-laki ini, ia segera mengetahui siapa yang di maksud.

Siapa lagi kalau bukan putri yang di ceritakan tidak di anggap, namun sayangnya ia adalah cucu kesayangan pemilik rumah sakit ini.

Setelah mendengar ruangan yang di sebut, laki-laki itu segera berlari dengan cepat menuju lift. Menekan tombol lift tidak sabaran dengan deru nafas yang tak beraturan.

Di dalam lift dirinya tidak tenang, ia menggenggam kedua tangannya karena perasaan cemas yang ia rasa.

Saat pintu lift terbuka, ia kembali berlari, mencari kamar yang di maksud.

Langkahnya tiba-tiba berhenti setelah ia sudah sampai di depan pintu ruangan tersebut.

Tersadar ia mengusap wajahnya frustasi.

"Brengsek!"

Seharusnya ia tidak seperti ini, seharusnya ia tidak merasakan perasaan berlebihan seperti ini. Harusnya ia sadar jika yang ia lakukan ini tidak benar.

Seharusnya ia memikirkan perasaan Eleena, ia meninggalkan kekasihnya demi perasaan sialan yang tidak tau sejak kapan datangnya.

Saat hendak meninggalkan rumah sakit ini, ia mendengar suara seseorang di dalam.

Padahal semua ruangan di rumah sakit ini kedap suara, namun kenapa ia mendengar suara seseorang yang seperti tengah menahan tangis.

Setelah ia periksa, ternyata pintu ruangan tersebut tidak tertutup rapat. Memberikan celah untuk gelombang suara keluar.

Vernon mendekat, mencuri dengar suara seseorang yang berada di ruangan Maureen.

"Pasti sulit buat kamu selama ini kan Reen?"

Vernon semakin merapatkan telinganya di dekat pintu, suara itu ternyata milik Vaby.

Apa yang mengirimkan dirinya foto itu adalah Vaby? Pikir Vernon.

"Karena kecelakaan waktu itu kamu di benci sama papi kamu, nggak di anggap sama Jaiden" suara Vaby terdengar serak saat mengatakan hal tersebut.

"Padahal bunda Aruna cuma mau nyelametin kamu, bunda sayang sama kamu. Bunda cuma mau nyelametin kamu dari gedung sialan itu, tapi bunda kecelakaan pas mau nolongin kamu"

Mendengar perkataan Vaby entah kenapa dada Vernon bergemuruh, ia seperti akan mendengar sesuatu hal yang penting.

"Apa salahnya dari semua itu? Kamu cuma anak yang masih lima tahun, kenapa semua orang bilang kalo kamu pembunuh, pembawa sial"

Di dalam Vaby menggenggam erat tangan Maureen, awalnya ia hanya ingin berakting. Tapi siapa sangka ceritanya ini benar-benar membuat dirinya sedih, bahkan air mata nya kini sudah menetes tanpa ia sadari.

Beautiful Dream Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang