Salah satu hal paling menyenangkan di kantor bagi Sera; menggosipkan tokoh-tokoh dari naskah yang sedang dieditnya, tetapi mulai hari ini Sera kehilangan kesenangan tersebut. Sera tak lagi menemukan Gemala di kursi sebelah kanannya, perempuan bawel nan lucu itu kini pindah ruangan ke lantai tiga. Tadinya Sera mau protes ke Bang Jonathan, tetapi begitu tahu Januar yang menggantikan Gemala, Sera seketika mengurungkan niat. Ia tidak mau mencari gara-gara dengan cucu dari pemilik rumah penerbitan Cakrawala grup itu. Maka meski Sera serasa diawasi CCTV dari jarak begitu dekat-cuma perasaan Sera lantaran Januar sejatinya tak sekalipun melirik Sera-ia pasrah saja, menggerutunya cukup dalam hati. Beberapa jam Sera duduk bersebalahan dengan Januar, Sera berlagak profesional. Pura-pura fokus menyunting naskah, padahal sejatinya mau sekali merecoki Hanafi.
Sementara Hanafi yang setengah hari ini terbebas dari celotehan Sera agak sedih juga, tetapi diam-diam Hanafi mentertawakan betapa canggung gerak-gerik dan sunyinya perempuan itu di kursi sebelah. Hanafi paham sekali Sera merasa tertekan dengan eksistensi Januar yang laksana teror CCTV itu. Aura Januar, bagi mereka yang tidak mengenalinya, berhasil menumbuhkan rasa sungkan. Sera terintimidasi oleh keterdiamannya.
Fokus Sera ke layar laptop sedikit terdistraksi ketika dari ekor mata melihat kursi Januar bergerak agak mundur, dan di detik selanjutnya Januar mengarahkan tatap padanya.
"Sera," panggil Januar.
Buset, dia manggil doang bikin dada gue bunyi deg. Sera membatin panik.
Ia menoleh dan segera menyungging senyuman terbaik. "Kenapa, Mas?"Januar setengah memutar kursinya hingga menghadap lurus ke arah Sera, bikin Sera beringsut melakukan hal serupa. Sekarang posisi kursi mereka saling berhadapan. Januar sandarkan punggung ke sandaran kursi, melipat tangan di dada, menatap serius Sera. Di sisi lain, Sera yang mendapatkan tatapan sedemikian datar diam-diam menekuk kuat jemari kaki di dalam sepatunya. Dada perempuan itu riuh, panggilan Januar barusan seolah-olah memberi sinyal bahwa Sera hendak dihakimi. Sebelumnya Januar sempat meminta manuskrip yang telah Sera sunting, dan Januar mungkin ingin membahasnya. Sera deg-degan!
"Menurut kamu, mereka yang enggak setia berhak dapat kesempatan kedua gak?" tanya Januar. "Kasih saya opini paling jujur. What if the one that you love cheating, will you forgive him?"
Sera mengedip lambat, agak terkejut ditembak tanya tersebut. Masalahnya naskah yang ia berikan pada Januar tak satu pun perihal perselingkuhan, lantas kenapa lelaki itu tiba-tiba saja mengangkat topik sedemikian berat?
"What if, ya ...." Sera bergumam, jatuh sesaat tatapannya ke lantai, sebelum kembali naik ke mata Januar. Sera terkekeh samar. "Berhak, Mas. Dia berhak dijadiin tumbal pesugihan." Sera membalas dengan candaan, berharap sanggup menggelitik sisi humor Januar, tetapi lelaki itu malah bereaksi kelewat lempeng; menaikan sebelah alis sekejapan. Sera berdeham keras, merasa tengsin. Lain kali Sera tak akan mengajak Januar bercanda.
"Jadi enggak akan dimaafin?"
"Dimaafin, Mas." Sera serius mode; on. "Bakal aku maafin, tapi gak akan aku kasih kesempatan kedua. Mereka yang selingkuh enggak layak dipertahanin."
Januar mengangguk samar, tetapi tak menyahuti. Januar belum puas, butuh balasan lebih. Karena itu, ia diam, ia menunggu Sera untuk melanjutkan.
Sera tiba-tiba kehilangan rasa gugup. Diamnya Januar tidak lagi membuat Sera merinding. Bahasan yang Januar angkat ternyata sanggup mencairkan kebekuan di antara mereka. "Ketika dia mendua, berarti aku di mata dia enggak lagi berharga. Dia enggak lagi menghargai aku, menyepelekan aku, secara sadar nginjak-nginjak apa yang aku anggap penting; kesetiaan. Aku bakal tegas sama mereka yang nggak paham cara menghargai orang lain. Lagian buat apa pertahanin orang yang hatinya bercabang? Nerusin hubungan sama mereka yang pernah selingkuh tuh ibarat genggam bom waktu. Pasti putus, tinggal tunggu aja. Antara dia yang berulah lagi, atau aku yang nyerah. Tapi kalau aku sih gak akan capek-capek nunggu perasaan hambar. Begitu dia cheating, bakal langsung aku cut dari hidupku, Mas."