26. CCTV

1.1K 157 60
                                    

Sinar mentari yang lolos lewat celah kain gorden mengusik Sera dari tidur nyenyaknya. Pejaman mata itu mulai merenggang, kontan menyipit demi menyesuaikan cahaya yang mengenai retina. Sera memejam lagi sembari menggeliat, lalu kembali mendekap guling erat-erat, berniat meneruskan mimpi yang sempat terjeda. Namun, ingatan tentang semalam tiba-tiba menghantam kesadarannya, bikin Sera langsung terperanjat duduk. Ia melotot, mulutnya terbuka, sejurus kemudian semburat merah mulai muncul di kedua sisi pipi pucatnya lantaran yang semalam mendadak berlarian di kepala Sera. Mulai dari obrolan pilu perihal perpisahan yang Januar pinta dengan raut nelangsa, penolakan keras dari Sera, hingga akhirnya mereka berakhir saling cumbu di atas ranjang, semalaman.

"Gue ... sama Mas Janu ...." Dan tanya itu tak perlu lepas sepenuhnya sebab otak Sera keburu memberi jawaban.

Sera lekas mengedarkan pandang ke sepenjuru kamar, sepi, Januar tidak ada di sana. Tidak di sisinya. Sedikit menyedihkan terbangun sendirian setelah semalam ia dibuat kepayahan oleh Januar. Dibuat mendesah hingga air matanya berjatuhan lantaran saat melakukan pergumulan, Januar tak putus-putus menghujani Sera dengan pujian, memastikan Sera mendapat kepuasan sebelum Januar mengejar kenikmatannya sendiri. Sera merasa amat dicintai, apalagi setelah kegiatan panas mereka, Januar begitu telaten membersihkan tubuh Sera sembari mengatakan akan melakukan yang demikian hingga seratus tahun ke depan seandainya Sera mengizinkan.

Tentu saja Sera mau. Tentu saja Sera dengan senang hati mengizinkan. Saat Januar merengkuh Sera semalam dan berbisik lembut, "After everything you've done, I still love you, with all I am. Sera, it's you. It's always been you." Sera meneguhkan hati untuk kembali mencoba menaruh lagi rasa percaya kepada lelaki, kepada Januar. Jika Jehian saja bisa dengan mudah menemukan perempuan baru dan jatuh cinta lagi dengan perasaan yang sepertinya amat menggebu-gebu, Sera juga pasti bisa, 'kan? Sera bukan mau berusaha tampil sok tegar di hadapan Jehian dengan berpura-pura bahagia. Sera ingin betulan bahagia, melepas bayang-bayang Jehian sepenuhnya.

Dan semalam, sehabis pergumulan panjang mereka, dalam dekap Januar yang hangatnya mampu menembus rongga dada Sera, Sera memutuskan akan mencintai Januar tanpa tapi lagi.
Bakal ia kesampingkan fakta bahwa Januar dan Jehian bersaudara. Sera hanya perlu fokus pada Januar dan menaruh segala hal tentang Jehian di masa lalu-menguburnya rapat-rapat.

Sera menyibak selimut, tersipu sesaat begitu menemukan diri berbalut baju Januar. Ia menurunkan kaki ke lantai, nyaris bangkit seandainya pintu tak terbuka dan Januar muncul di sana. Mata mereka bersitatap selagi Januar mengambil langkah untuk mendekat. Sampai di hadapan Sera, lekas jatuh kedua lutut Januar menyentuh karpet. Sera merunduk, tertegun, menatap sosok yang berlutut dengan sebuket besar bunga mawar. Sera berpaling sejenak ketika Januar mengulurkan merah-merah cantik di tangannya.

"Morning, Love." Januar menggeser sedikit buket itu demi bisa menatap wajah Sera. Ia tersenyum lembut mendapati sang kekasih merengut sedih dengan mata berkaca-kaca. Sejak semalam, Sera memang lebih sering menangis, tetapi perempuan itu bilang tangisnya adalah tanda bahagia, jadi Januar tidak ulurkan jemari untuk mengusapnya. "Maaf ya pergi gak bilang dulu, kamu nyenyak banget bobonya. Aku gak tega bangunin."

Sambil mengambil alih buket dari tangan Januar, Sera mengangguk.

"Suka?"

Lagi, anggukan Sera menjadi balasan. Sera memejam, menghidu wanginya dalam-dalam. Senyumnya merekah. Ketika ia kembali membuka mata, ia dapati Januar dan senyumannya yang sampai ke mata. Sedari awal Sera akui Januar kelewat tampan. Namun, pagi ini teduh tatap lelaki itu berkali lipat lebih mendebarkan dada. Sera bakal betah meski menatapnya seharian.

Bunga diletakkan ke ranjang, tangan Sera menggapai bahu Januar, ditarik lebih dekat supaya dapat Sera dekap. Wangi maskulin menguar lembut dari tengkuk Januar, membuat Sera kian erat memeluk lelakinya. Yang Jehian lakukan semalam memang lumayan menyakitkan, tetapi ternyata momen manis yang diberikan Januar mampu menindih kilasan-kilasan di ruang TV.

[✓] KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang