7. Hak Istimewa

1K 231 83
                                    

Pagi-pagi buta, Sera terjaga. Dengan kesadaran yang masih berceceran, ia keluar kamar dan langsung membuka pintu kamar Hanafi. Kamar lelaki itu memang tidak pernah dikunci ketika malam, sebab jika Sera mimpi buruk, Sera pasti ngacir ke kamarnya Hanafi. Di sana Sera mengungsi hingga pagi menjelang. Kesemena-menaan masuki kamar satu sama lain sudah menjadi hal lumrah bagi keduanya. Di titik ini, Sera melihat Hanafi betulan seperti abang kandung sendiri, dan begitu pula sebaliknya—sepenglihatan Sera.

Kedatangan Sera disambut sunyi dan penerangan temaram yang berasal dari lampu duduk di nakas sebelah ranjang. Sera melangkah gontai ke arah kasur, suara derap kakinya mengudara nyaring, cukup untuk mengusik ketenangan Hanafi yang terlelap di balik gulungan selimut.

Tanpa kata, Sera menjatuhkan diri ke atas tubuh seseorang yang meringkuk tertutupi selimut. Menindih tubuh itu sesaat sebelum merosot ke sebelah kiri. Sera memejam sambil memeluk guling Hanafi. "Cowok-cowok kenapa pada aneh sih belakangan ini? Jehian sering ilang-ilangan, si Januar nongol mulu kayak jelangkung," gumam Sera dengan suara sengau. Ia tidak peduli Hanafi mendengarkannya atau tidak, ia cuma mau tumpahkan uneg-uneg di jam setengah lima pagi ini. "Jelas ini mah, Han, Mas Januar beneran naksir gue. Masa gue diemin bentar doang udah kelabakan minta maaf? Berasa penting banget gue buat dia. Lo harus lihat muka Januar tadi malam pas gue nolak pemberiannya, nelangsa banget, look like a sad puppy. But I found it cute, pengin gue cubit pipinya—ahaha .... Tapi, tapi, walaupun dia lucu, dia bikin gue risih. Dia gak boleh suka ke gue."

Tawa parau Sera berbalas hening. Ia mengeratkan pelukannya pada guling, lantas wangi parfum yang bercampur dengan aroma badan Hanafi singgah ke hidung Sera. Kelopak mata Sera merenggang perlahan, tatapannya terpaku pada beberapa frame yang tergantung di dinding, membingkai kertas-kertas yang suguhkan potret kebersamaan Hanafi, Gemala, dan Sera. Keheningan yang membentang di sepenjuru kamar tiba-tiba lahirkan atmosfir sendu. Belakangan ia selalu terjebak dalam perenungan panjang, perihal pertemanannya dengan dua orang itu. Mereka bertiga kini telah menapaki usia matang, pernikahan kerap muncul di sela-sela obrolan santai. Semisal Hanafi dan Gemala menikah, Sera tidak mungkin dapat sedekat ini lagi dengan mereka, 'kan?

Harus ada batas yang dilukis.

Jika masa itu tiba, Sera tentu akan jadi yang paling bahagia. Namun, di sisi lain tangisnya juga perihal duka sebab sekali lagi ia akan ditinggalkan. Sera mungkin bisa melepas mereka sambil ulas senyuman lega, tetapi sekali lagi, ia harus menerima kehilangan. Sera, cuma membayangkannya pun, sakit.

"If that day comes," Bulir air jatuh dari sudut mata Sera, "I think it will be one of the hardest goodbye I have to say."

Pada akhirnya tidak ada yang akan menetap selain pasangan. Semua orang yang hari ini Sera anggap bak bayangan diri sendiri pada akhirnya akan menghilang dalam kegelapan. Namun, kehidupan memang demikian, 'kan? Yang datang pasti pergi, dan Sera tidak punya kuasa menahan mereka tetap di sisinya selamanya. Sebab yang miliki kehidupan untuk dijalani bukan cuma Sera saja. Seerat apa pun Sera menggenggam, keadaan selalu punya cara untuk memaksa Sera melepaskan.

Sera yang mendadak melow pun lekas lepas tawa keras, lantas berbalik dan praktis berhadapan dengan punggung Hanafi. Menggunakan ujung telunjuk, Sera menusuk-nusuk pelan punggung itu. Berharap Hanafi terusik, terjaga, kemudian mengomelinya. Namun, ia berakhir kecewa karena Hanafi tidur macam orang mati. "Kalau lo sama Gema nikah, please adopsi gue jadi anak kalian aja, ya? Gak kebayang sesepi apa hidup gue kalau kalian nikah nanti. Mas Jehian pasti sibuk sama kerjaannya, bisa-bisa gue mati kebosanan nunggu dia di rumah." Ia lalu terkekeh, memerah pipi itu di bawah cahaya remang-remang kala membayangkan diri sudah mandi, cantik dan wangi, menunggu Jehian pulang. Menunggu sebagai istrinya. "Lo kebo banget, deh! Gumam dikit, kek.
Lo dengerin gue gak sih, Han-Han?"

[✓] KlandestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang