Januar mematung di halaman rumah, helm dijinjingnya. Dibersamai sunyi, ia menghadap undakan tangga yang akan membawanya ke teras. Januar menahan langkahnya di sana sudah nyaris lima belas menit, merasa sulit untuk kembali menginjakkan kaki di lantai yang dulu jadi saksi betapa tega seorang Mahardika mengobrak-abrik perasaan semua penghuni rumah. Ia masih ingat dengan detail hari-hari suram di mana di dalam sana hanya diisi pertengkaran. Teriakan bergema di pagi dan petang, hajar telinga dan mental Januar tanpa ampun. Sampai akhirnya Januar menyerah jadi samsak tinju Ayah, memilih pergi dan menetap di kediaman orang tua dari bundanya.
Lalu hari ini, ketika ia dipaksa untuk kembali menghirup udara di dalam sana, udara yang seingatnya begitu menyesakkan dada—Januar siapkan diri dengan menarik napas panjang, berharap ketiadaan Mahardika turut serta membawa semua hawa tidak menyenangkan yang dulu bertebaran.
Januar menapaki satu persatu anak tangga, mengedar ke sekeliling tatap lelaki itu. Tidak banyak yang berubah di sini. Pekarangan di kanan dan kiri undakan tangga masih tampak cantik oleh deretan pot bunga kesayangan Bunda. Satu set kursi rotan pun setia menyambut di teras. Sesaat, senyum nelangsa menggantung di sudut bibir Januar. Familier yang ia dapati picu kenangan-kenangan indah. Tentang ia dan Jehian yang di masa kanak-kanak sering memanjat pohon mangga di sudut halaman, tentang ia dan Jehian yang menemani Bunda merajut tas di teras sambil nyemil pisang goreng—ya, ada sedikit memori manis di sini. Menciptakan rindu akan masa lalu.
Begitu posisi berjarak selangkah dari pintu, Januar merogoh ponsel di saku. Namun, naas, benda pipih itu mati kehabisan baterai. Januar berdecak, lalu dengan ragu-ragu menarik knop. Terbuka. Sekali lagi, keraguan terlihat jelas pada setiap langkah yang lelaki itu ambil untuk memasuki rumah. Di dalam, saat tapaki lantai ruang tamu, tidak ada yang menyambutnya selain keheningan. Akan tetapi samar-samar wangi parfum Bunda tercium, berarti wanita itu memang ada di sini. Januar belum mau memanggil, pilih teruskan langkah hingga ke ruang keluarga. Di sana pun sama saja, nihil manusia.
Januar mendekat ke sofa, tatapannya jatuh pada empat buku yang tersusun rapi di meja. Ia memicing demi baca satu aksara di bagian sampul, lantas berdecih sebal kala menyadari bahwa buku berjudul Jehian itu adalah milik Jehian, pemberian Sera. Januar telah mendengar banyak tentang kecintaan Sera pada Jehian yang dituangkannya ke dalam tulisan. Januar mendengar ceritanya dari Bunda. Masih segar di ingatan Januar raut semringah sang bunda kala bercerita. "Ini kalau ada pulpen udah gue coret, gue ganti pake nama gue. Bagusan Januar ketimbang Jehian, dah," monolognya. "Ngapain Jehian naruh ini di sini? Mau pamer, 'kah? Ya elah, lo tuh udah enggak jadi pemeran utama di ceritanya Sera."
Januar duduk, menyentuh tiga buku lain. Decakan berkali-kali terdengar, sampai kemudian kegiatan nyinyir Januar terinterupsi oleh teriakan dari lantai atas. Januar sontak bangkit dan berlari ke tangga, menaikinya dengan langkah lebar-lebar. Tepat saat lelaki itu sampai di anak tangga terakhir, ia dapati Jehian baru saja keluar dari kamar Bunda. Merah padam wajah si sulung. Begitu tatap mereka bertemu, Januar refleks menghentikan laju kaki sementara Jehian malah menggegas langkah. Emosi yang menyala-nyala di mata Jehian adalah hal terakhir yang Januar lihat sebelum ia tersungkur ke lantai. Ia roboh oleh tinjuan Jehian.
Tak memberikan Januar kesempatan untuk mencerna situasi, Jehian raih kerah jaket sang adik, memaksanya berdiri. Netra mereka bersitatap lagi. Januar yang kebingungan tiba-tiba dapat pukulan cuma bisa mengernyit melihat ekspresi murka sang kakak.
"What's wrong, dude?" tanya Januar heran, bisa ia rasakan rahang kirinya berdenyut nyeri. Jauh di lubuk hati, Januar sebenarnya agak kaget Jehian memukulnya seperti barusan. Sebab ini jadi kali pertama Jehian lakukan kekerasan fisik pada sang adik. Dan Januar, meski clueless, tetapi yakin sesuatu buruk sudah terjadi. Bunda menyuruhnya pulang, saat pulang ia disambut kemarahan Jehian—clues yang cukup untuk beritahu Januar jika dirinya mungkin tanpa sadar telah melakukan kesalahan amat besar.