18. Menerima apa adanya

108 7 2
                                    

Ayasya tengah duduk di kamarnya memegang benda yang selalu ia bawa kemana pun, ia sangat bergantung pada benda yang membantunya bernafas di kala saluran nafasnya terhambat.

Inhaler. dia harus bergantung pada benda kecil ini. Namun yang membuat Ayasya merenung adalah dia belum berani berbicara pada siapapun selain keluarganya bahwa Ayasya mengidap penyakit asma. Bahkan Lia sahabatnya pun tak tahu soal ini.

Entah kenapa Ayasya tak ingin memperlihatkan kelemahannya di hadapan orang lain.

Ayasya takut ketika mereka tahu mereka akan mengejeknya entahlah itu alasan yang sangat menggelikan tapi benar adanya.

Semenjak dia mempunyai asma Ayasya tak ingin mengambil resiko yang bisa membahayakannya dengan  melakukan banyak kegiatan yang membuatnya lelah.

Ia selalu menyembunyikan benda kecil ini dari orang lain, dan benar orang lain tak tahu soal penyakit Ayasya ini. Tapi entah sampai kapan dia bisa menyembunyikan penyakitnya.

"Aku ingin calon suamiku tau tentang ini," lirih Ayasya "Tapi... Aku takut" Ayasya meremat benda kecil itu, ia ingin sekali sembuh namun ini sudah takdir dari Allah Ayasya hanya bisa berserah diri pada keputusan yang Allah hendaki.

Allah maha tahu segalanya.

Ayasya juga sudah bilang pada keluarga bahwa jangan memberitahukan penyakitnya pada siapapun kecuali dengan calon suaminya kelak.

Ayasya mengembuskan nafas panjang lalu menemui Ayub untuk membelikan inhaler baru.

"Kak" ucap Ayasya memberikan inhalernya.

Ayub yang sedang duduk memberi perhatian penuh pada laptopnya seketika teralihkan saat Ayasya memberikan inhalernya.

"Kenapa? Udah 30 hari ya?" Ayasya mengangguk.

Ayub melihat dari raut wajah adik kesayangannya ini sangatlah sedih. Ayub sangat mengerti kenapa dia sedih.

Semua orang ingin hidupnya sehat, semua orang ingin hidupnya bebas tanpa tergantung alat apapun dalam kehidupan mereka. Ayasya juga menginginkan hal yang sama.

Memang ada orang yang ingin sakit sampai harus bergantung pada alat agar dia bisa bertahan hidup? Tidak ada! Kalo ada pun berarti bisa di simpulkan orang itu sudah gila.

"Nanti kakak belikan, bentar beresin tugas kakak dulu. Udah deadline nih." kata Ayub.

Ayasya masih berdiam diri menatap kosong sang kakak yang tengah sibuk dengan laptopnya.

"Kak..."

"Hmm?" Jawab sang kakak penuh kelembutan.

"Gimana rasanya jadi orang yang hidupnya ngga bergantung pada alat?"


~~~

Aidan melotot tak percaya mulutnya ternganga begitu saja otaknya masih belum berjalan dengan lancar saat setelah dia mendengar bahwa hafalan Ayasya sudah berada di 24 juz hanya tinggal 6 juz lagi dia khatam Alqur'an.

Aidan sedang belajar mengaji bersama Ayub. Aidan sudah hafal 1 juz mungkin untuk Aidan yang baru masuk Islam sungguh cepat hafalannya, dan Aidan berniat ingin sombong sedikit pada Ayasya agar dia bisa menyakinkan Ayasya bahwa dirinya bisa menjadi imam sesuai kriterianya. Namun kenyataannya sangat dia luar nalar dia sudah tertinggal jauh oleh Ayasya.

Mungkin jika Ayasya mendengar itu dia sudah tertawa. Untungnya Ayasya gadis baik dan shalihah dia tidak mungkin merendahkan seseorang. Masyaallah.

Niatnya ingin pamer sekarang menjadi malu sendiri. Ini lah akibat ingin menyombongkan diri Astagfirullah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DI TAKDIRKAN : Aidan & AyasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang