Chapter 8 Dandelion (flashback)

9 3 0
                                    

Manusia tidak bisa memilih pada siapa ia akan jatuh hati. Tidak bisa memaksa siapapun untuk tetap tinggal. Juga tidak bisa menebak ada apa di masa depan yang akan datang. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap kenyataan pahit harus tetap diterima dengan baik

***

Ibu, terima kasih atas informasinya." Ucap Ara membungkuk sekilas pada sosok teman ayahnya itu, sebelum memasuki mobil.

Ara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hening. Itulah yang terjadi didalam mobil. Saling diam, larut dengan pikiran masing-masing. Memproses apa yang baru saja terjadi. Terlebih Ara masih terkejut dengan apa yang ia saksikan.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, dengan Ara sebagai pengemudi. "Bunda, ara tau bunda belum mau membahas masalah ini. Tapi bunda harus tau, kalau Ara bukan lagi anak kecil. Ara juga tau, bunda menyembunyikan sesuatu tentang ayah dari Ara. Dan Ara akan mengikuti semua keputusan bunda." Ucap ara panjang lebar memecah keheningan di antara keduanya.

Bunda masih diam, seperti enggan untuk menanggapi ucapan Ara. Sampai tiba-tiba "ini bukan yang pertama kalinya Ra." Ucap bunda dengan pandangan lurus.

Ara terkejut? Tentu saja!. Namun, Ara hanya menoleh sekilas ke arah bunda. Ia masih harus fokus pada kemudi dan jalan, agar tidak terjadi hal hal yang tidak di inginkan.

"Kenapa bunda masih bertahan? Sejak kapan?" Tanya Ara penasaran.

"Bunda, bertahan untuk Ara, David dan ila. Bunda pertama kali tau, sejak Ara duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kalau tidak salah kelas 2." Jawab bunda masih tidak mengalihkan tatapannya pada jalan.

Lagi-lagi jawaban sang bunda berhasil membuat Ara terkejut. "Selama itu? Dan bunda diam saja?" Ara tak habis pikir dengan bundanya.

"Bunda kira, hal seperti ini tak terjadi" nada suara bunda bergetar, seperti menahan tangisnya.

Diam. Tak aada yang membuka suara lagi. Ara dengan pikirannya yang bercampur aduk.
Ayahnya menoreh luka paling dalam. Bagaimana bisa, beliau main dibelakang saat anaknya beranjak dewasa?. Dan lagi, disaat bundanya memberikan kesempatan, justru malah disia-siakan. Entahlah, Ara tidak tau keputusan apa yang akan bundanya berikan kepada sang ayah.
Ara tidak tau, apakah ayahnya sadar atau tidak dengan kehadirannya bersama sang bunda. BODOH, pikir Ara!.

Selama ini, ia tidak tertarik pada laki-laki diluar sana. Karna menurutnya, tak ada laki-laki seperti ayahnya yang penyayang dan pekerja keras.
Tapi untuk sekarang, detik ini, hari ini, alasan Ara untuk tidak tertarik pada laki-laki lain adalah karna semua laki-laki tak ada bedanya dengan sang ayah.

Jatuh cinta dan patah hati terbesar, Ara dapatkan dari sang ayah.

* * *

Sampai di rumah, Ara segera memasuki kamarnya. Duduk melamun di kursi belajarnya. Bukannya Ara tidak mau menemani sang bunda. Tapi Ara paham, bunda pasti membutuhkan waktu untuk sendiri. Ara juga sama kalutnya, memikirkan bagaimana bisa selama ini ia tidak tau bahwa sang ayah telah melakukan kasus "perselingkuhan" sudah dari lama. Tidakah ia berfikir bahwa ia memiliki 2 orang anak perempuan?. Memikirkan tentang bagaimana perasaannya, setelah tau sang ayah berselingkuh?.

Entahlah, ternyata kalimat "hidup tidak berjalan dengan mulus", benar adanya. Bagaimana bisa, seorang ayah yang selama ini Ara kagumi melakukan hal yang sangat bodoh dan memalukan.

Ara membersihkan diri, mandi dan kembali lagi melamun di atas tempat tidurnya. Memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi setelah kejadian ini. Salah satunya tentang hubungannya dengan sang ayah.

* * *

Setelah 2 hari kejadian Ara yang memergoki ayahnya dengan wanita lain di rumah sakit. Ayahnya kembali pulang ke rumah.

Beliau sudah sehat. Dan sedang berkumpul di ruang tamu bersama Mbah (ayah dari ayah), Tante Eka (adik dari ayah), kakek dan nenek (orang tua dari mamah), Ara, David, tentunya dengan sang bunda. Kebetulan, ila memang dititipkan di rumah bude (kakak dari mamah), untuk menghindari beberapa hal yang mungkin belum pantas ia dengar.

Tante menatap tajam ke arah ayah dari kursinya. "Bener, lu main dibelakang istri lu her?" Tanyanya. Dari raut wajahnya, ketara sekali bahwa Tante sedang menahan emosi nya.

Ayah diam, namun mengangguk sebagai jawaban.

Jawaban dari ayah, sukses membuat emosi Tante memuncak. Tantevbangun dari duduknya, pergi ke arah dapur.

Semua yang berada diang tamu menatap bingung kepergian Tante. Hingga semua dibuat terkejut.

Tante kambali dari arah dapur dengan tergesa menghampiri sang ayah. Mencengkram kerah bajunya, sambil berteriak, "bisa-bisanya lu bertingkah disaat anak-anak lu sudah beranjak dewasa!" Teriaknya dengan gunting yang sudah ditodong dihadapan sang ayah. Ayah yang tak siap dengan penyerangan dari Tante, terlinjak ke belakang.

David bergegas menghampiri Tante, menahan tangannya agar gunting tak mengenai ayahnya.
Bunda menangis histeris, kakek dan mbeh menahan pergerakan Tante, sambil menyadarkan Tante dari emosi yang menguasainya.
Ara mematung ditempat, terkejut. Tak tau harus berbuat apa? Tak menyangkan akan jadi seperti ini. Nenek menghampiri bunda untuk menenangkannya.

"Udah ya, kita omongin dengan kepala dingin. Istighfar ka, jangan turuti emosi kamu." Ucap Mbah masih dengan menahan pergerakan Tante.

Akhirnya Tante menghentikan kegiatannya, seperti ingin menghabisi kakaknya. "Lu kurang ajar ya, buat malu keluarga aja!" Pekiknya sambil menunjuk ke arah ayah, tepat dihadapan wajahnya.

Ayah masih diam. Entahlah, pandangannya sulit diartikan. Jangan lupakan David, ia sempat menangis. Ara terkejut, baru pertama kali ini ia melihat David yang menangis tersedu.

Bunda menghapus air matanya, "kamu maunya bagaimana, mas? Kalau kamu masih tetap mau mempertahankan rumah tangga kita dan anak-anak, aku masih memperkenankan kamu. Melayani kamu layaknya masalah ini tidak pernah terjadi." Ucap bunda dengan suara seraknya, khas seorang yang habis menangis.

Semua orang yang ada di ruang tamu diam, menunggu jawaban dari sang ayah. Ara menatap ayahnya serius.

Ayah mendongak, menatap bunda tepat pada maniknya. "Maaf" hanya itu yang ia katakan dengan lirih. Bangun dari duduknya menuju kamarnya dengan sang bunda.

Lagi-lagi semua hanya diam. Memikirkan apa yang akan ayah lakukan. Dan maksudn dari kata maaf yang ayahnya ucapkan.
Ara berfikir kemungkinan terburuknya.

Tak lama, ayahnya kembali. Semua mata tertuju padanya. Keluar dengan membawa tas besar. Sudah bisa ditebak apa isinya. Baju.
Semua mata terkejut, tak habis pikir dengan apa yang ia putuskan.

Ternyata benar dugaan Ara, ayahnya memilih wanita brengsek itu. Meninggalkan rumahnya, anak-anaknya, dan kenyamanan yang selama ini ia dapatkan.

Tante bangun dari duduknya, menghampiri ayah, "Lo gila ya her" teriak Tante. Benar benar diluar dugaannya. "Istri Lo udah kasih kesempatan. Dimana otak Lo?. Anak-anak Lo sudah beranjak dewasa. Apa kata temannya nanti tentang ayahnya yang brengsek ini?" Tambahnya masih dengan emosi yang menggebu. Tak habis pikir dengan sang kakak. Tante menarik pelan tangan Mbah, keluar dan meninggalkan rumah.

Tersisa kakek, nenek, Ara, David, bunda, tentu saja sang ayah yang masih ada disana. Mungkin ingin menyampaikan sesuatu?

.

.

.

Plot twist banget ya readers kesayangan nona. Ara ga nangis loh, readers.
Mungkin dia masih berpikir ini adalah mimpi?

Kira-kira, apa yang akan disampaikan sang ayah ya? ...
Nantikan next chapternya ya...
Nona akan kembali dengan kelanjutan ceritanya ...

To Be Continue. . .

DANDELION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang