Jika semesta bisa ku berikan, maka akan ku berika untuknya. Segenap rasa yang ku punya hanya dapat ku rahasiakan. Aku takut, jika ia tau, maka ia akan hilang. Jika ia sadar, ia akan menghindar. Tidak bisakah kita ditetapkan bersama, tanpa adanya hambatan yang tercipta.
.*. *. *.
Ayah tidak bisa menjawabnya. Sebenarnya sedari awal ayah sadar, bahwa perbuatannya pada 5 tahun silam itu salah. Tapi, biar bagaimanapun juga, ayah mengakui bahwa ia tak bisa melepas wanita itu. Ia juga tidak bisa melepas bunda. Bahkan awalnya, ayah ingin membuat hubungannya dengan bunda dan anak-anak membaik. Katakanlah, ayah ingin rujuk kembali pada bunda. Namun hatinya masih terikat pada wanita lain.
Bukankah itu sudah benar-benar salah?!.
"Kalian cocok, sih," semua mata menatap, Ara. "Yang satu penggoda, dan yang satu lagi gampang tergoda. Yang satu barang diskon, satunya lagi pemburu diskon, barang murah yang artinya tidak laku, maka harus diobral." Ara bersmirk pada ayahnya yang terkejut pada apa yang anak sulungnya katakan.
Bunda dan Joshua terpaku ditempatnya. Berani sekali, pikir Joshua. Tapi, ia membenarkan ucapan, Ara. Walupun sedikit kasar, tapi kalau itu membantunya menyadarkan sang ayah, maka ia tak masalah.
"Perempuannya SAMPAH! laki-lakinya LALAT!"
Plakk
Ara memegang pipi kirinya yang terasa panas, sekaligus terkejut. Ayah menampar Ara. Mereka semua terpaku pada apa yang ayahnya lakukan. Joshua menatap ayahnya Ara dengan emosi. Joshua hendak maju menghampiri ayahnya, namun Ara menoleh pada Joshua, memegang tangan Joshua. Joshua menoleh pada Ara yang menggeleng pelan dan tersenyum. Memberikan isyarat tidak, dan memberitahu Joshua bahwa dia baik-baik aja. Joshua tidak punya pilihan selain menurutinya.Ayah menatap tangan kanannya penuh sesal, "KAMU GILA, YA!" Teriak bunda, murka pada ayah.
Ara mengusap tangan bunda, menenangkannya.
"Liat, ayah merasa sakit hati karna perkataan, Ara. Tapi ayah gak pernah sadar dengan perbuatan ayah. Mau Ara jabarkan?" Tanya, Ara. Ia menjilat bibir kiri bawahnya. Aaahhh, pantas rasanya tak enak. Ternyata berdarah, bibirnya sedikit robek. Ara pastikan bahwa pipinya mencetak tangan sang ayah.
"Ara, ayah minta maaf" mencoba meraih pundak, Ara. Namun Ara buru-buru menjauh.
"Ara, bibir Ara berdarah" kata ayah panik.
Bunda menoleh pada, Ara. Terkejut. Kalau didengar dari suara tamparannya tadi, itu terdengar kencang. Joshua panik, ia langsung menuju Ara yang ada didepannya dengan posisi membelakangi Joshua. Ia membalikan badan Ara.
"Ra, kita kompres es baru, ya." Kata Joshua khawatir.
Ara tersenyum padanya, mengedipkan kedua matanya sekali. Memberitahu bahwa ia, ok. Berbalik lagi menghadap sang ayah.
"Sakit karna tamparan ayah itu gak seberapa, dibanding trauma dan sakit hati yang ayah kasih. Terima kasih untuk semuanya, yah. Sekarang, ayah boleh pergi." Ara juga mengusir ayahnya.
Ayah menatap tak percaya pada, Ara.
"Kamu gak denger? Pergi!" Bunda mendorong badan ayah.
"Om, maaf. Tolong dimengerti" kata Joshua menghampiri bunda. Memegang bahu bunda, ia takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
Ayah menatap lantai dua, tepatnya pada dua pintu kamar ila dan David. Setelah itu, ayah benar-benar melangkahkan kakinya keluar rumah. Joshua memastika ayahnya benar-benar pergi. Menutup pintu rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
Teen FictionAra menyembunyikan semuanya. sedih, marah, kecewa menjadi satu. Dia ingin marah pada takdir, tapi itu percuma! Ara tau, "yang digariskan untuknya tak akan pernah dia lewati. Sedangkan yang tidak digariskan untuknya, perjuangan sebesar apapun tak aka...