Chapter 12 Dandelion

9 3 0
                                    

Ada begitu banyak kejutan yang terjadi di dunia ini. Bahagia maupun sedih, semua berporos pada kehidupan.
Tak ada yang bisa menentang sesuatu yang akan terjadi. Semua harus diterima meskipun hati menolak.

Tapi, bisakah kita egois untuk tetap membiarkan bahagia mengelilingi hidup ini?

*  *  * 

Joshua terharu mengetahui fakta itu. Ia tidak tau. Biasanya, Ara selalu bersikap acuh, menyebalkan, dan selalu membuatnya naik darah.

"Ra, kita hadapi sama-sama masalalu lu, ya. Kita cari tau, apa maksud ayah yang kembali lagi ke rumah. Termasuk masalah ayah tiri lu." Joshua menatap Ara lekat. Tanda bahwa, Ara bisa mengandalkannya kali ini.

"Joshua, keliatan dewasa deh kalo lagi kaya gini." Ara terkekeh

Respon Joshua? Tentu saja kesal. Bagaimana tidak? Dia sedang bicara serius, tapi Ara meledeknya.
Tak ada yang berubah dari keduanya. Joshua, dengan tingkahnya yang konyol untuk menghibur, Ara. Dan Ara yang menyebalkan menurut Joshua.

Joshua sangat bersyukur, Ara tidak merasa canggung karna dirinya yang mengungkapkan isi hatinya.

Tentang masalah dan keluh kesah yang Ara muliki, sepertinya sudah jauh lebih baik. Tentu saja, karna ia sudah membaginya pada Joshua. Ia pun berjanji akan menemani Ara, apapun yang akan ia alami.
Untuk masalah dengan ayah tirinya, Ara justru merasa ini agak lebih rumit. Ya, kalian tau kan, Ara memiliki adik dari ayah yang berbeda? Betul, ia adalah, Nizam.
Joshua hmjuga berjanji akan menuntun serta membersamainya untuk menghadapi masalah itu, jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan.

Keduanya memutuskan untuk kembali pulang setelah hari menjelang Maghrib. Terlalu repot, jika mereka memilih untuk menginap. Begitu banyak hal yang mereka bicarakan, termasuk keberadaan tentang orang tua Joshua.

Sebenarnya, Joshua bukanlah pengangguran. Ia adalah seorang arsitek. Kuliah S1 dijurisan arsitek, tentunya. Ia juga, tidak selalu memiliki waktu luang, tetapi untuk Ara, akan selalu diusahakan, kok. Pekerjaan ini juga tidak mengharuskan dia berada didalam kantor.

.*. *. *.

Dipertengahan jalan, Ara tertidur. Mungkin lelah sehabis menangis. Joshua tersenyum melihat ke arah Ara. Kepalanya bersandar pada sandaran kaca mobil. Dapat Joshua pastikan, jika jalanan rusak, maka kepalanya akan beradu dengan kaca mobil.

Joshua menepikan mobilnya, memasangkan bantal leher yang memang tersedia didalam mobil, serta meletakan jaketnya diantara kepala Ara dan kaca mobil dengan hati-agar Ara tak terusik. "Lucu juga si bocil kalau tidur." Gumamnya sangat pelan, saling pelannya rasanya seperti mendengar bisikannya saja.

. *  .  *  .  * .

Joahua menghentikan mobilnya didepan rumah, Ara. Hari sudah menunjukan pukul 20 : 18, Ara masih nyenyak dalam tidurnya, hingga Joshua enggan membangunkannya, lebih memilih untuk memperhatikan rumah Ara dengan pandangan kosong.
Tak lama, Joshua melihat bunda keluar rumah.

Bunda melihat mobil Joshua, tapi terheran, kenapa tidak turun?. Akhirnya, bunda memutuskan untuk menghampirinya.

Bunda mengetuk kaca mobil, Joshua. Joshua yang melihatpun, segera menurunkan kaca mobil. "Kenapa, shua?" Tanya bunda.

"Ini bunda, Ara tidur" Joshua menyandarkan badannya ke belakang jok mobil, agar bunda dapat melihat Ara yang tertidur.

"Kirain bunda, ada apa"

"Shua, nggak tega banguninnya bund" jujur Joshua.

Ara terusik mendengar percakapan Joshua dan bunda. Ia membuka matanya, ternyata sudah sampai dirumah, dan ada bunda juga. "Kenapa nggak bangunin gue, Joshua?" Tanya Ara dengan suara serak, khas seseorang bangun tidur.

Joshua dan bunda menatap Ara, "lu, kebo". Jawab Joshua, meledek Ara.

Ara memutar matanya malas. Ia sadar, ada bantal leher yang melingkar di lehernya, juga ada jaket yang terjatuh di pundaknya saat ia menegakan tubuhnya. Ara tersenyum dengan perlakuan Joshua yang menurutnya, manis ini.

Ara melepas sabuk pengaman, bantal leher, serta jaket yang jadi menempel dipundaknya. Kemudian turun dan meletakan barang barang tersebut diatas jok mobil yang ia duduki tadi. Melihat ke arah Joshua yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya"terima kasih, Joshua" lirihnya, karna merasa tatapan Joshua membuatnya salah tingkah.

Ara menutup pintu mobil, menghampiri bunda lalu menyalimi tangan bunda. "Sudah makan?" Tanya bunda.

"Belum bund/belum bund." Jawab Ara dan Joshua serempak.

"Yaudah, yuk masuk. Bunda siapin makan malamnya." Tawar bunda pada Joshua.

"Maaf, bunda. Joshua langsung pulang aja, ya. Soalnya desain di rumah belum selesai. Nanti Joshua beli makan diluar aja. Makan dirumah." Tolak Joshua. Karna memang, saat ia hendak pergi tadi, desain yang sedang ia kerjakan, belum rampung.

"Hhhmmm, okke deh kalau gitu. Jangan sampai nggak makan ya, nak." Bunda memberitau Joshua. "Hati-hati pulangnya" tambah bunda.

"Siap, bunda"

Bunda meninggalkan Ara dan joshua.

"Kok, lu nggak bilang kalau lagi ada kerjaan?" Tanya Ara sinis. Ara jadi merasa bersalah pada Joshua.

Joshua menatap Ara yang menunduk, "si bocil, mulai deh. Inget, kan. Kalau tadi pagi, gue yang ngajak."

Ara mengangguk sebagai jawaban.

"Desainnya udah masuk tahap finishing. Nggak usah khawatir, gue nggak bergadang, kok." Tutur Joshua. "Udah sana masuk, nggak baik bocil malam malam masih diluar." Tambahnya yang membuat Ara menoleh cepat dengan tatapan tajam.

"Yaudah sana pulang. Hati-hati dijalan. Jangan lupa, kalau nanti malem kita akan makan bersama. "Kalau udah sampe, jangan lupa chat gue juga." Ara memberi perintah.

Joshua terkekeh, mengacak rambut Ara pelan. "Hhhmmm, gue balik ya." Pamit Joshua.

Ara mengangguk sebagai jawaban.

Joshua menjalankan mobilnya, meninggalkan halamaan rumah Ara. Sang pemilik rumah kembali masuk setelah mobil Joshua benar benar menghilang dari pandangannya.

.

.

.

Biarlah mereka dengan kesibukannya masing-masng. Terlebih dengan perasaan uang menhantinua itu, ixixiziz...

Udah ahhh, ini tugan author,.xixiixix

To be continue . . .

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DANDELION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang