Chapter 15 Dandelion

6 3 0
                                    

Terima kasih sudah menjadi bagian dari semoga dan aamiin yang paling serius ku panjatkan
Menjadi penyembuh yang paling ampuh
Menjadi support system yang paling berpengaruh
Menjadi bagian dari kisah yang tak pernah kita ketahui
Dan terima kasih telah menjadi bulan ditengah gelapnya malam

.*. *. *.

"Joshua" lirih Ara "gue takut kalah sebelum perang." Tambahnya

"Gak akan, Ra. Gak akan gue biarin."

Mereka berdua sama-sama diam. Entah menikmati suasana sekitar atau justru tengah berkutat dengan pikiran masing-masing.

Joshua merapatkan jaraknya dengan Ara. Mereka masih ditempat yang sama, dipinggir pantai, duduk berdua. Joshua menuntun Ara bersandar pada bahunya, terlihat sangat romantis. Dua orang yang saling menyayangi, duduk berdua dengan latar senja yang sempurna, ditemani deruan ombak, serta ber alaskan pasir pantai. Terlihat sempurna sebagai sepasang kekasih, bukan? Tapi sayang, sang wanita belum mampu membuka hatinya untuk sang pria, karna trauma yang ia alami.

Ketika matahari tenggelam seluruhnya, mereka memutuskan untuk kembali. Tak lupa, Joshua mengajak Ara untuk makan malam terlebih dulu.

Hening. Tak ada yang membuka suara satu pun. Seperti biasa, Joshua akan tetap diam sampai Ara benar-benar membutuhkan tempat duntuk bersandar.

Makan malampun selesai. Joshua Ara selamat sampai tujuan. Saat tiba didepan rumahnya, sesuatu mengejutkan Ara. Ada mobil sang ayah yang terparkir.

Joshua melihat Ara yang terdiam, "Ra, balik ke rumah gue, mau?" Tanya Joshua.

"Engga, shua. Ada yang harus gue pastiin." Tolak Ara

Joshua mengangguk paham, "mau gue temenin?" Tawarnya

Ara ragu. Apakah dia akan siap jika mendapatkan jawaban sesuai dugaannya? Ataukah sebaliknya?. Jika benar jawaban itu sesuai dengan dugaannya, maka ia membutuhkan, Joshua. Tapi jika Joshua menemaninya, kapan Joshua akan kembali ke rumah?.

Joshua yang melihat Ara seperti menimbang sesuatu pun, akhirnya menggenggam tangannya untuk memberikan ketenangan. "Gue tau, lu butuh, gue", celetuk Joshua. "Gak usah takut gue pulang larut, Ra. Gue aman, kok" tambahnya yang mengerti kekhawatiran, Ara.

Ara menatap tangannya yang digenggam Joshua. Kemudian menatap tepat dimanik, Joshua. Ada tatapan keraguan pada manik Ara. Joshua paham. Sangat paham. Dia tersenyum lembut, "yuk, gue temenin." Joshua keluar mobil duluan, membukakan pintu untuk, Ara. Meski ragu, Ara tetap turun. Ia tidak mau menjadi pecundang diatas keraguannya sendiri.

Mereka masuk ke dalam. Membiarkan mobil Joshua berada diluar gerbang. Yang terpenting, tidak mengganggu jalan orang lain.

"Assalamualaikum" Ara mengucapkan salam.

"Wa'aikumsalam" sahut orang dari dalam.

Ketika mereka membuka pintu, Ara melihat pemandangan sang ayah yang tengah mengajarkan, ila. Ara dan Joshua pun menyalimi sang ayah. Ila yang melihat kehadiran keduanya, segera menyalimi tangan Ara dan joshua.

"Bunda, dimana, la?" Tanya Ara pada ila.

"Di kamar mba, ziel nangis" jawab ila.

DANDELION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang