31. Pipi Merah

2.4K 58 4
                                    

Saat jam pulang sekolah, Nadhira berniat untuk langsung pergi ke cafe tempatnya bekerja. Meskipun sebetulnya, seragam sekolahnya masih berada di rumahnya. Tapi ia berpikir sepertinya masih ada seragam bekas di cafe.

Nevan mengantarkan Nadhira pergi ke cafe. Lalu, Nevan segera pergi lagi karena ada keperluan mendesak.

Nadhira pun masuk ke dalam cafe, dengan mata yang melihat ke sekeliling. Sudah seminggu lebih dirinya tidak ke cafe. Ia jadi sangat rindu.

"NADHIRA!! YA AMPUN!! LO BAIK-BAIK AJA?!!" tanya Gea dengan sangat histeris.

"Gue baik, kok!!"

Kedua tangan Nadhira di genggam oleh Gea. "Gue kangen banget sama lo.." lirihnya.

"Lebay banget!! Gue baik-baik aja kali!!" jawabnya.

"Ya abisnya!! Lo gak pernah kayak gini"

Nadhira hanya tersenyum cengengesan setelah itu pergi meninggalkan Gea.

"Ih gue blum selesai ngomong!!" ketus Gea yang ikut berjalan mengikuti Nadhira.

"Disini masih ada seragam, kan?? Gue mau pinjem dulu, soalnya gak bawa"

"Ada, kok" jawab Gea.

Lalu Gea pun pergi mengambilkan seragam untuk Nadhira. Setelah itu, Nadhira memakainya dan langsung bekerja melayani para pelanggan.

Saat sedang mengelap meja, Raden datang menghampirinya.

"Hai, Dhira" sapa Raden dengan senyuman khasnya.

Buru-buru Nadhira menaruh lap meja tersebut. "hai, Pak" jawab Nadhira dengan sopan.

"Sudah sehat?" tanyanya.

"Alhamdulillah, Pak"

"Jangan sakit, kasian si Sagara uring-uringan mulu" ujar Raden sambil terkekeh.

Nadhira yang kebingungan hanya bisa mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak apa, ya?"

"Ah, gak usah dipikirkan. Saya mau ke ruangan saya dulu. Selamat bekerja kembali, Nadhira"

Setelah itu, Raden pergi meninggalkan Nadhira.

Nadhira masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Raden. "Uring-uringan? Apa maksudnya??"

Flashback Sagara POV:

Saat ini, Sagara tengah berada di cafe milik Raden. Lebih tepatnya, ia berada di ruangan Raden karena katanya ingin membicarakan hal penting.

"Ayolah, lo mau ngomong apa? Gue lagi sibuk nih" tanya Raden dengan kesal. Pasalnya, sedari tadi Sagara hanya diam seraya mengetuk meja yang membuatnya terganggu.

"Nadhira masih sakit" ujar Sagara.

Raden menghentikan kegiatannya dalam mengetik di laptop. "Jadi, lo kesini cuma mau bilang gituan doang?"

"Raden, gue rasa kalo temannya Nadhira yang bernama Nevan itu adalah cowok yang gak bener!" gerutu Sagara.

"Darimana lo tau?"

"Ya gue mikir aja. Habisnya, si Nadhira gak mau gue ajak nginep di rumah gue"

Raden menghela nafas panjang. "Ya wajarlah. Nih ya, Nadhira lebih dulu kenal Nevan dibanding elo. Wajar aja kalo dia lebih milih Nevan"

"Gue gurunya! Harusnya dia percaya sama gue!!" ketusnya.

"Justru karena lo gurunya, astaga" Raden sudah muak dengan tingkah laku Sagara yang berbeda jauh saat ia kenal sewaktu SMA.

"Gar, baru kali ini lo cerita panjang lebar. Jangan-jangan, lo suka sama Nadhira?" tebak Raden.

Brak..

Sontak, Sagara menggebrak meja di hadapannya.

"Ya gak mungkin, lah" elak Sagara.

Raden tertawa singkat. Perilaku Sagara yang sangat tiba-tiba ini mudah di tebak.

Flashback off.

Saat ini sudah jam sepuluh malam. Sudah waktunya untuk Nadhira pulang ke rumah. Buru-buru Nadhira kembali menaruh seragamnya di lemari.

Lalu ia berjalan keluar cafe sembari menelepon Nevan.

"Ck, kok gak diangkat sih?!" gerutunya.

Saat diluar cafe, ia melihat cuaca tengah hujan deras. Bagaimana bisa ia pulang dengan cuaca seperti ini? Bisa-bisa pakaiannya akan basah kuyup, pikirnya.

Dan pada akhirnya, Nadhira duduk diluar cafe sambil mengamati rintik-rintik hujan yang turun dari awan di langit.

"Kok belum pulang?" tanya Gea yang baru saja keluar dari cafe.

"Hujan, Nevan juga gak angkat telepon gue" jawab Nadhira.

Gea mengangguk. "Gue pengen ajakin lo bareng, tapi gue cuma bawa satu jas hujan. Maaf ya, Ra"

"Santai, gue bisa tunggu hujannya berhenti"

"Ya udah, kalo gitu gue balik duluan"

Setelah itu, Gea pun pergi dari hadapan Nadhira.

"Ck, gue mau pesen taksi online tapi uang gue sisa dikit" kesalnya. Harusnya tadi ia tidak usah jajan.

Nadhira kembali menelepon Nevan, namun masih sama. Nevan tidak mengangkat telepon darinya.

"Dingin banget.." gumamnya sambil memeluk dirinya sendiri.

Nadhira pun bangun dari kursinya, ia bergegas masuk kembali ke dalam cafe. Namun..

"Nadhira,"

Sang empu menoleh ke sumber suara. Ternyata yang baru saja memanggilnya adalah gurunya, Sagara.

"Eh, Pak Gara"

Sagara turun dari mobil lalu cepat-cepat berjalan mendekati Nadhira.

"Kenapa masih disini, hm?" tanya Sagara dengan sedikit khawatir.

"Hujan Pak. Daritadi juga saya udah coba telepon Nevan, tapi gak diangkat. Pengen pesen taxi online, tapi gak ada uangnya" jelas Nadhira.

Tangan Sagara terulur untuk mengusap kepala Nadhira. "Kalau gitu pulang sama saya"

"Haduhh, jantung gue kenapa sih?!!"

"E-eemm.. Saya gak enak sama Bapak" jawabnya dengan sedikit gugup.

"Kenapa harus gak enak? Biasanya kan kamu yang selalu kurang ajar sama saya" ucap Sagara seraya terkekeh mengingatnya.

"Huh, ya udah kalo gitu saya pulang sama Bapak!"

"Good"

Sagara pun melepas jas yang melekat ditubuhnya, kemudian ia pakaikan jas tersebut ke tubuh Nadhira.

"Ayo"

Nadhira mengangguk lalu berjalan bersama Sagara menuju mobil Sagara dengan tangan kekar Sagara yang sengaja menutupi atas kepala Nadhira agar tidak terkena hujan.

Setelah Nadhira masuk ke dalam mobil, Sagara langsung cepat-cepat masuk ke dalam mobil.

"Bapak jadi basah gini" ujar Nadhira dengan tidak enak.

Sagara mengulas senyum tipis. "Tidak apa-apa"

Sagara mulai menggosokkan kedua tangannya. Dirasa panas, ia pun cepat-cepat menggenggam kedua tangan Nadhira agar Nadhira merasa hangat.

"Pak Gara.."

"Sudah merasa hangat, hm?"

Deg..

Jantung Nadhira merasa tidak baik, sepertinya jantungnya akan segera meledak detik ini juga. Oh Tuhan, selamatkan jantungnya.

"Hey? Kenapa pipi kamu merah?" tanya Sagara menggodanya.

Dengan cepat, Nadhira melepaskan tangan Sagara lalu berbalik arah dan menutupi wajahnya. "Bapak kenapa sih?!!"

Sagara terkekeh melihatnya. "Kenapa malu, hm?"

Sagara sengaja mendekatkan dirinya pada Nadhira untuk melihat wajah Nadhira yang mulai memanas.

"Pak jangan deket-deket!! Hush-hush!!" usirnya masih tetap dengan tangan yang menutupi wajahnya.

"Nadhira, saya suka kamu" bisik Sagara tepat di telinganya.

NASA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang