5. Kerusuhan

2.8K 62 0
                                    

Jam pulang sekolah telah tiba. Dengan segera, Nadhira berjalan menuju parkiran motornya.

Perasaan Nadhira saat ini sangat senang karena telah mendapatkan uang dari gurunya, Bu Susi.

Bu Susi adalah guru seni budaya. Dan di pelajaran melukis, ia berhasil melukis dengan sangat cantik.

Nadhira memang pintar di bidang seni lukis. Ia selalu menggambar di buku kosongnya saat guru sedang menerangkan pelajaran.

"waduh, gue lupa kalo ban motor gue kempes"

Nadhira menatap nanar motor kesayangannya. Disini sama sekali tidak ada bengkel. Ia harus berjalan sejauh satu kilometer untuk sampai ke sana.

Seseorang dengan kemeja hitam datang mendekati Nadhira.

"ada masalah apa?" tanyanya seraya melihat motor Nadhira.

"kempes" jawab Nadhira tanpa melihat rupa lelaki tersebut.

Lelaki itu mengangguk lalu pergi meninggalkan Nadhira dan berjalan menuju mobilnya.

Lalu ia mengambil sesuatu dari dalam bagasi mobil dan kembali berjalan menuju Nadhira.

"biar saya pompa"

Nadhira terkejut saat lelaki itu mulai membuka pentil ban motor miliknya.

"Pak Sagara?!" batin Nadhira dengan sangat terkejut.

Kebetulan macam apa ini?!

Nadhira terus menyimak apa yang dilakukan oleh Sagara terhadap motornya.

"sudah" ucap Sagara lalu kembali berdiri.

Tangan Sagara kotor akibat memegang pentil ban motor milik Nadhira yang sangat amat kotor.

"sudah berapa lama tidak pompa?"

"eumm setahun atau dua tahun ya.." jawab Nadhira dengan jari telunjuk yang ia ketuk-ketuk ke dagu-Nya.

Sagara geleng-geleng kepala mendengar jawaban Nadhira.

Memang tidak heran jika perempuan tidak menservis motornya. Sagara yakin, pasti oli motor milik Nadhira sudah hampir mengering karena jarang diganti.

"makasih ya Pak udah pompain motor saya. Saya jadi gak keluar duit deh, hehehee" ucap Nadhira dengan cengengesan.

Sagara mengangguk. "saya pergi dulu"

"siap!" jawab Nadhira dengan gerakan hormat.

Lalu setelah melihat kepergian Sagara. Dengan cepat, Nadhira menaiki motornya.

Setelah itu ia langsung menyalakan mesin motor dan mulai melajukan motornya.

.......

.....

..

Dengan cepat, Nadhira turun dari motornya. Lalu ia berjalan masuk ke dalam cafe.

"hai, Dhira" sapa Gea, rekan kerja Nadhira.

"hai" balas Nadhira dengan senyum bertengger di wajahnya.

Gea meneliti seluruh pakaian yang dipakai oleh Nadhira dari atas sampai bawah. "Lo kok masih pakai seragam?"

"gue tadi buru-buru, makanya belum ganti"

Gea mengangguk, "ya udah, lo langsung ganti gih"

Mendengar perintah Gea, Nadhira pun mulai berjalan menuju wc untuk mengganti pakaiannya.

Beberapa menit kemudian, ia selesai berganti pakaian dengan menggunakan seragam khas waiters di cafe tempat ia kerja.

"lo pergi ke pojok sana ya, disitu ada yang mau pesen" titah Gea.

Nadhira mengangguk, kemudian ia pergi menuju meja di sebelah pojok kanan belakang dengan membawa notebook khusus mencatat pesanan.

"ingin pesan apa?" tanya Nadhira.

Seorang gadis dengan baju SMA yang masih melekat ditubuhnya pun menurunkan kacamata hitamnya. "lo Nadhira, kan? Anak 12 Mipa 3?"

Nadhira menghela nafas panjang. "ck, dia lagi"

"mau pesan apa?" tanya Nadhira sekali lagi. Ia tidak ingin mengikut campurkan urusan luar dengan urusan pekerjaan.

Gadis itu tersenyum miring, "ternyata lo kerja disini? Huh, di sekolah aja gayanya sok keras. Eh ternyata cuma waiters cafe, hahahaa" 

"terus kalo gue cuma waiters, lo mau apa? Seenggaknya gue bukan beban keluarga kayak lo, Maretta"

Maretta menggertakkan giginya dengan keras.

Maretta dan Nadhira merupakan musuh bebuyutan sedari mereka masih duduk dibangku dasar.

"gue tau, lo kerja begini karena gak dinafkahin sama bokap lo, kan? Cih, pake sok-sokan bilang gue beban keluarga"

Plakkkk..

Suara bunyi tamparan terdengar sangat nyaring sehingga seluruh pengunjung menatap mereka dengan tatapan bingung sekaligus terkejut.

"Nadhira!"







NASA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang