10. Drama Himpunan

58 3 0
                                    

Hafizh menguap lebar di tengah musyawarah besar malam ini. Pemuda berwajah oval dengan rambut semi mullet itu sudah lelah menghadiri kelas pagi hingga sore dan masih harus lanjut mengikuti musyawarah besar untuk menentukan calon ketua himpunan.

Sebenarnya, ia bisa saja izin tidak mengikuti musyarawarah, tapi dia jadi berubah pikiran begitu melihat sosok Joshua Sebastian Suryono dan Mahendra Pamungkas, ketua dan wakil ketua himpunan periode tahun lalu datang langsung menghadiri musyawarah besar. Meskipun hanya memantau dari pojok ruangan, tetap saja aura dominan mereka membuat Hafizh jadi segan. Masalahnya, kahim dan wakahim ini masih satu kos dengannya di daerah Tamansari, cukup mudah menyadari jika dirinya tidak terlihat di forum itu.


"Jadi, siapa yang mau maju mencalonkan diri?" tanya Wanda — ketua angkatan 17, mengulang pertanyaan yang sama sejak tiga jam lalu.

Hening tetap menjadi jawaban. Lalu sayup-sayup menjadi suara berisik saling melempar tunjuk, tidak ada yang berinisiatif mengangkat tangan untuk mengajukan diri. Beberapa anggota yang ditatap Wanda menundukan kepala atau membuang pandangan, antara enggan menatap balik atau memberikan jawaban atas pertanyaan Wanda.

"Tiga jam teman-teman... tiga jam waktu kita terbuang sia-sia cuman menunggu jawaban. Apa suara gue kurang jelas, atau pura-pura tidak dengar?" Tanya Wanda lagi, dari sorot mata yang lelah berubah jadi tajam.

"Matthew bisa maju!" satu suara yang lebih terdengar seperti saran muncul dari seseorang yang sedang mengangkat tangan seorang pemuda berwajah bule dengan rahang tegap. Kemudian langsung ditepis begitu saja, tapi semua orang sudah memperhatikannya.

"Nggak, nggak, gue nggak bisa—"

"Nah, iya. Matthew bagus tuh kinerjanya kemarin di departemen Marketing. Sudah cocok lah jadi ketua," Timpal anggota yang lain, diikuti anggukan semuanya.

"Bukannya gue nggak mau. Masalahnya gini, guys..." Matthew dengan cepat merespon sambil mengibaskan tangannya, tanda menolak, "Gue bisa saja ditunjuk jadi kahim, tapi masa sejak maba gue mulu yang selalu maju jadi ketua. Kalau nggak Wanda, gue lagi. Padahal mungkin di antara kita ada yang lebih potensial menjadi ketua. Kasih orang itu kesempatan—"

"—Terus orang itu siapa, Met? Siapa yang mau maju jadi calon kahim selain lu?"

"Jangan ada yang memotong omongan Matthew dulu!" sergah Wanda sembari menaikkan tangan, tanda menahan. "Met, lanjutkan.."

Matthew berusaha menahan emosi, ia menghela nafas. "Kasih orang itu kesempatan, bahkan pada seseorang yang mungkin tidak kita duga. Lagian gue juga sudah bilang ke Wanda kalau semester ini gue ikut student exchange ke Kanada selama tiga bulan. Gue takut seandainya gue kepilih jadi kahim, justru gue bakal menelantarkan himpunan."

Wanda mengangguk paham, ia kembali angkat bicara. "Matthew satu-satunya perwakilan dari Akuntansi yang dikirim fakultas untuk student exchange ke Kanada. Otomatis dia akan dibekukan sementara dari himpunan. Ini sudah disetujui oleh bang Joshua selaku kahim periode kemarin."

Joshua yang duduk dipojokkan hanya mengangguk, memvalidasi omongan Wanda.

Hafizh menghela nafas mendengarnya, tadinya ia sudah menaruh harapan besar pada Matthew — teman sekelasnya, untuk maju jadi kahim. Tapi ia juga tahu bahwa Matthew punya mimpi yang lebih besar lagi untuk membawa nama jurusan, kampus, dan negara ke tingkat lebih tinggi. Hafizh pikir akan mudah mencari calon lain, tapi nyatanya sampai sebulan sebelum angkatan atas lengser, angkatannya belum ada yang bisa maju memimpin himpunan.

Pikiran Hafizh yang masih memikirkan soal Matthew tiba-tiba buyar begitu mendengar pertanyaan dari seseorang yang berjarak dua orang darinya...


Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang