"Sorry ya, Vin. Gue jadi ngerepotin lo..."
"Santai kali, Gen. Kayak minta tolong ke siapa... eh, ini nggak apa-apa kepentok sama langit-langit mobil?"
Besok siangnya, Genta dan Alvine pergi ke Braga untuk mengangkut dua lukisan dan memindahkan ke rumah Genta menggunakan mobil Alvine. Cukup sulit memasukkan dua kanvas besar berbentuk persegi panjang ke dalam bagian tengah mobil sedan putih itu.
"Justru gue yang nanya, nggak masalah tuh kena langit-langit mobil lo?" tanya Genta balik setelah mendorong kanvas ke dalam mobil.
Alvine mengamati dari pintu depan sambil menggeser ujung kanvas dengan hati-hati, "Nggak masalah, sih. Cuman nanti kita nggak bisa mundurin kursi depan saja, jadi mentok!"
Genta menutup pintu mobil. Lalu menoleh ke pak Ganjar dan Tendra yang tengah berdiri di depan toko yang memperhatikan sedari tadi.
"Lukisannya aman, dek?" tanya pak Ganjar pelan.
"Aman, pak. Sementara dilanjutkan di studio saya di rumah," jawab Genta sopan.
"Emang rumahnya di mana?"
"Setiabudi, dekat terusan Sersan Bajuri."
"Wah, jauh juga dari sini," kata pria tua itu, "Yaudah. Hati-hati, ya dek..." omongan pria itu terpotong, lagi-lagi lupa dengan nama pemuda di hadapannya.
"Ck, Genta, pak. Namanya Genta!" timpal Tendra sedikit jengkel sambil melipat tangan.
Genta jadi tersenyum kaku, sedikit mengerutkan kening. Merasa tidak enak dengan pak Ganjar sekaligus gatal ingin jejelin cabai ke mulut Tendra yang berbicara tidak sopan kepada pria tua itu. Alvine yang mendengarnya juga jadi merasa kesal kepada Tendra.
"Ah, itu teman Genta... siapa namanya tadi? Alvine?" tanya Tendra tiba-tiba sambil mendekati Alvine, membuat pemuda berlesung pipi itu terkejut lalu mengangguk pelan.
Pemuda kurus itu jadi mengernyit begitu memandang Alvine, "Ah, elu anak UKM Band yang jadi vokalis itu, kan?" tebak Tendra, lagi-lagi membuat Alvine terkejut. "Gue lihat lu waktu manggung di acara Culinary Fest. Kebetulan gue perwakilan salah satu media partner-nya," jelasnya begitu membaca wajah bingungnya Alvine.
"Ohh. Iya, iya..." balas Alvine pelan, "Kalau begitu kami duluan ya, bang. Punten, pak!"
Setelah berpamitan, mereka menaiki mobil. Alvine sempat mengubah radio mobil menjadi isi playlist lagu yang tersambung dari hapenya sebelum mereka pergi keluar jalan Braga.
"Aduh, lupa isi bensin tadi!" keluh Alvine begitu melihat panah di bar bensin ternyata hampir mendekati huruf E. "Begini nih, kalau jarang pakai mobil... dibiarin berdebu di basement!"
"Ini habis belok kanan, kita lurus terus saja. Nanti ketemu pom bensin," ucap Genta memberi tahu jalan. Alvine pun tancap gas mengikuti petunjuknya.
"Bang Tendra itu orangnya... agak frontal, ya?" tanya Alvine sambil terkekeh geli.
"Hn, tadi Itu belum seberapa..." jawab Genta seraya mendengus pelan.
"Bapak tadi tuh... siapanya bang Tendra?"
"Katanya sih kerabat jauh," balas Genta lagi, "Itu yang punya toko."
Alvine mengangguk, "Entah kenapa walau baru ketemu, tapi aku sudah ngerti kenapa anak-anak nggak suka kamu kerja sama dia..." pemuda itu diam sebentar sambil mengganti gigi mesin, "Mungkin aku kayak nge-judge dia, tapi first impression ku tentang dia itu... pengamat yang angkuh. Kelihatan banget waktu dia to the point pernah lihat aku manggung setelah habis... marahin kerabatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppo Squad
HumorDOPPO diambil dari plesetan nama kedai kopi yang menjadi basecamp Genta, Marten, Lucas, Hafizh dan Alvine, yaitu Dopi alias Doyon Kopi. Nama Dopi sendiri diambil dari nama pemiliknya, yaitu Donny alias Doyon yang juga ialah kakak tingkatnya Doppo Sq...