Genta duduk di kursi menghadap pintu ruang 03.12. Airpods di telinganya menyamarkan suara dua puluhan mahasiswa DKV peminatan Desain Grafis di kelas. Di dalam ruangan ini ada dua puluh lima meja dengan masing-masing satu meja satu kursi beroda tanpa armrest, disusun berbentuk letter U sehingga menyisakan bagian kosong di tengah-tengahnya. Sementara dinding ruangan bercat putih itu dihiasi banyak gambar dan poster.
Genta belum berniat bergabung dalam obrolan kelas. Meski di sebelahnya ada Kenta — Pemuda keturunan Jepang-Sunda yang sudah berteman dengan Genta dan Marten sejak semester satu karena satu kelompok orientasi, ia agak segan karena Kenta tampak sibuk membaca sebuah komik. Genta jadi merogoh hape untuk menghabiskan waktu — menunggu dosen masuk kelas. Melirik waktu yang terpampang di layar bercahaya itu, seisi kelas sudah gabut setengah jam dari waktu kelas dimulai...
...dan si Kurt Cobain KW Premium itu belum muncul juga.
Genta merunduk, memperbaiki posisi kacamatanya lalu mengetik pesan.
Genta
Di mana lo? Sekre?
Tepat ketika ia mengirim pesan, meja kayunya mendadak bergetar kecil. Diikuti suara langkah kaki besar yang tengah berlari di koridor, menuju kemari. Kenta sampai berhenti membaca karena ikut merasakan getarannya juga.
"Gen, ini gue doang yang ngerasain atau memang gempa?" tanya Kenta tegang seraya melirik Genta.
"Gue juga, tapi bukan gempa yang lo kira, kok," Jawab Genta santai, menaruh hape ke meja dan melipat tangan.
Pintu kelas terbuka lebar, menghasilkan suara keras yang membuat seisi kelas kaget dan kompak menengok ke arah pintu. Seorang pemuda berambut gondrong pirang masuk sambil ngos-ngosan. Kemeja flanel merahnya tidak dikancing dan kaos dalam putihnya terlihat kusut kemana-mana seperti belum disetrika.
Pemuda itu mengibaskan rambutnya, memandangi seisi kelas lantas tersenyum lebar, "Guten Morgen!"
"UDAH SIANG!!!" Balas sekelas kompak.
"Eh, sorry, maksudnya 'Goedemiddag'..." Katanya terkekeh malu, lalu melihat meja depan yang masih kosong, "Eh, gue belum telat banget, kan? Mana pak Jaya? Belum datang?"
"Saya di sini, Marten.. kenapa mencari saya?"
Suara berat pria dewasa membuat Marten terperanjat. Seakan telah disusun dalam naskah drama, sosok yang baru ia sebut sudah muncul di belakangnya.
"Eh, bapak. Siang, pak Jaya," Sapa Marten lantas salim ke pria bertubuh tegap, tampan, dan tampak berwibawa itu.
"Kamu baru datang atau baru mau pulang?" Tanya pak Jaya, terlihat alis sebelahnya naik di wajah tampannya. Membuat Marten yang masih merunduk tertegun.
"Em... saya baru datang, kok, pak!" Jawab Marten cepat-cepat menegapkan badan.
"Baru datang jam segini?" Tanya pak Jaya lagi membuat Marten meneguk ludah, "Ya sudah, kamu duduk sana!"
Marten segera menarik kursi kosong di sebelah Shafa, bersebrangan dengan Genta dan Kenta yang jadi terkikik menahan tawa. Begitu pula mahasiswa lain yang terkekeh melihat tingkah salah satu teman sekelas mereka.
"Ada lagi yang belum datang ke kelas? Semuanya sudah tapping buat absen?" Pertanyaan pak Jaya membuat perhatian kembali ke depan, fokus melirik Marten sesaat.
Marten yang menyadari pak Jaya memperhatikan dari tadi langsung paham dan izin ke depan kelas untuk mengabsen dengan menempelkan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) ke alat tapping card.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doppo Squad
HumorDOPPO diambil dari plesetan nama kedai kopi yang menjadi basecamp Genta, Marten, Lucas, Hafizh dan Alvine, yaitu Dopi alias Doyon Kopi. Nama Dopi sendiri diambil dari nama pemiliknya, yaitu Donny alias Doyon yang juga ialah kakak tingkatnya Doppo Sq...