21. Tubir?

31 1 0
                                    

Malam itu di kamar kos, Lucas terus memijat kedua bahunya yang pegal setelah mendesain ulang tugasnya selama tiga jam non stop di laptop. Lagu-lagu Babymetal yang berputar di bluetooth speaker menemaninya sedari tadi, membantunya tetap semangat mengejar deadline pengumpulan revisi desain di jam sepuluh tepat malam ini.

Lucas memutuskan untuk beristirahat sebentar dengan mematikan laptop setelah terdengar bunyi angin yang kencang dari dalam laptopnya. Lalu ia mengambil hape, mencari hiburan di akun media sosialnya, namun tidak ada yang membuatnya tertarik. Pemuda itu jadi menaruh hape dan mengambil gelas, hendak mengambil air dari dispenser galon di samping meja belajar. Namun ketika gelasnya baru terisi seperempat, airnya berhenti mengalir.

"Lho, sudah habis?" celetuknya seraya menggoyangkan galon yang ternyata sudah kosong. Ia mendecak dan pasrah saja menegak sisa air, tapi belum bisa memenuhi rasa hausnya.

Lucas melirik jam di hapenya yang menunjukkan pukul sembilan malam. Tempat isi ulang galon langganan anak-anak kos 127 sudah tutup, tapi Lucas masih bisa beli galon baru di warung-warung sekitar kos. Lucas membuka dompet, ternyata uang tunainya kurang. Ia jadi mengurungkan niat untuk membeli galon malam ini.

Akhirnya Lucas bangkit dari kursi dan beranjak keluar kamar. Melihat pintu kamar di seberangnya setengah terbuka, senyumnya merekah. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung membuka lebar pintu tersebut.

"FIZH!"

Hafizh yang sedang meneguk kopi instan langsung tersedak dan terbatuk. Lalu menoleh sebal melihat Lucas sudah memunculkan kepala dari balik daun pintu sambil nyengir.

"Fizh, isi galon lu masih banyak, nggak? Boleh bagi sedikit?" tanya Lucas,  "Lho, tumben lu nyeduh kopi."

Hafizh menaruh cangkir kopi di meja belajar, menoleh ke Lucas dengan alis mengernyit. "Mau belajar, Cas. Minggu besok sudah UTS!"

"Yaelah, kalau lu sudah mentok, izin ke toilet saja. Biar bisa lihat contekan!"

"Ngaco!" deliknya emosi, lalu mendengus pelan. "Jadi minta airnya?"

"Eh, iya... oe masuk, ya?" katanya sembari masuk ke dalam kamar Hafizh yang tata letaknya tidak jauh berbeda dengan kamarnya. Letak dispensernya juga sama, di samping meja belajar. Hanya lebih minim barang dan lebih rapi.

"Galon habis. Cas?" tanya Hafizh sambil membolak-balik halaman bukunya.

"Iya, barusan. Tadinya oe mau beli di warung depan tapi duit oe kurang!" keluh Lucas seraya berjongkok untuk menaruh gelas di dispenser lalu menarik krannya.

"Bukannya warung depan bisa bayar pakai transfer bank?"

"Iya, sih. Tapi bukan kurang tunai, tapi emang duit oe tinggal sedikit gara-gara harus bikin ulang prototype produk. Oe juga belum dapat transfer bulanan lagi dari orang tua."

"Lho, kenapa? Biasanya di antara kita bertiga, selalu kau yang pertama dikirim bulanan."

Lucas menghela napas berat. "Usaha lagi nggak cuan. Kata mami sih gara-gara harga sembako lagi pada naik, ini lagi coba muterin duit biar nggak perlu naikin harga jual."

Hafizh tertegun mendengarnya, lalu mengangguk paham. "Oh ya, orang tua kau dagang bakmi, ya?" celetuknya mengingat pekerjaan kedua orang tua Lucas.

"Oe sudah mati-matian hemat, tapi tetap saja habis gara-gara prototype sialan itu!"

Hafizh terkekeh geli, lalu memandang buku catatannya. "Aku juga disuruh hemat dulu sama bunda. adikku bentar lagi naik kelas 12 dan bunda mau usahain dia harus bisa kuliah juga."

Lucas jadi menoleh, "Wah, sudah besar dia!"

Hafizh mengangguk, "Nggak terasa, kan? Makanya bundo pengen nabung buat kuliahnya insha Allah tahun depan. Walaupun mungkin nggak akan bisa nyusul aku ke Bandung..."

Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang