24. Just Talk

16 2 0
                                    

Hafizh membalikkan kertas coret-coretan ke halaman baru. Pemuda itu memijat pelipis, merasa pusing mengerjakan soal-soal UAS di hadapannya. Bukan karena ia tidak bisa, tapi energinya sudah terkuras duluan setelah mengerjakan empat belas soal pilihan ganda, sementara masih tersisa satu soal pilihan ganda dan lima soal esai lagi.

UAS hari pertama di FEB berjalan sangat lama. Suasana ruangan cukup tenang. Hanya terdengar suara corat-coret kertas, cetekan pulpen, dan langkah pengawas yang mondar-mandir di depan kelas sambil sesekali menyusun tumpukan tas mahasiswa.

Hafizh menghela napas. Pemuda itu melirik pengawas yang masih sibuk sendiri merapikan deretan tas mahasiswa di bawah papan tulis. Ia menempelkan punggung di kursinya, berdehem, perlahan melirik ke belakang. Lalu tersentak melihat Selgi sedang menopang pipi dengan kepala lurus sambil mengigit ujung pulpen, seolah sedang melamun. Gadis itu terkejut pada Hafizh yang tiba-tiba berbalik, membuat mereka saling bertatapan.

"Apa?" ucap Selgi dengan gerakan mulut tanpa suara.

Hafizh tadinya ingin nekat menyontek pada Selgi, namun mulutnya malah terkunci begitu saja. Pemuda itu mengulum bibir, menahan senyum melihat wajah melamun Selgi tadi.

"Oi, Fizh!"

Hafizh terkejut setengah mati. Refleks menoleh ke sumber suara yang berada di depannya. Matthew tau-tau sudah balik badan memandangnya dengan wajah bulenya tanpa dosa.

"Nomor satu sampai sepuluh, dong!" gumam Matthew tanpa beban.

"Pan―" Hafizh nyaris mengumpat. Sempat melirik pengawas yang kini duduk di meja depan sambil mengetik sesuatu di laptopnya. Akhirnya ia mengalah, lalu membalikkan lembar jawabannya ke depan. Kemudian berkali-kali menyuruh Matthew untuk segera berbalik sebelum mereka ketahuan. Pemuda itu jadi merutuk sambil bertanya dalam hati, bagaimana bisa orang semacam ini lolos pertukaran mahasiswa ke Kanada?

"Itu di belakang lagi ngapain?" sahut pengawas tiba-tiba berdiri seraya menunjuk Matthew.

Seluruh mahasiswa di kelas spontan melirik ke pengawas, termasuk Hafizh. Matthew secara refleks balik ke posisi semula. Keduanya menegang dengan jantung berdebar.

Matthew secara spontan mengangkat pulpen di tangannya. "Anu, kak. Pulpen—"

"—Ingat ya, kalau ada yang ketahuan nyontek, nilainya auto D!" seru pengawas kepada seluruh mahasiswa di kelas tersebut, lalu mulai berjalan mengitari kelas.

Hafizh tertunduk seraya mengambil napas kembali. Setelah diam sejenak, akhirnya ia mengisi jawaban pilihan ganda terakhir secara acak. Lalu membuka lembar soal lagi.

***

"Ya Allah, Met. Ada gila-gilanya kau tadi!" protes Hafizh kepada Matthew ketika mereka duduk di depan koperasi FEB. "Bisa-bisanya main tengok belakang begitu saja!"

"Nggak, lah. Nggak bakal ketahuan. kan gue sudah kasih alasan pulpen jatuh," kata Matthew membela diri.

"Mana ada orang ambil pulpen jatuh nengoknya ke belakang?" kata Hafizh kesal, "Minimal kalau mau nyontek, kepalanya bisa muter ke belakang dulu!"

"Anjir, emang gue burung hantu?!" protes Matthew seraya meneguk minuman botolnya, sempat diam sejenak lalu menoleh ke Hafizh. "Elo juga, ngapain tadi tatap-tatapan sama Selgi? Kirain mau nyontek juga."

Hafizh mengerjap, "Ngapain kau lihatin kami?"

"Gue sudah ngarep saja lo dapat jawaban pas balik badan, malah berasa nonton FTV."

"Lebay amat FTV segala..." respon Hafizh. Tak lama, Wanda datang menghampiri mereka.

"Met, elo ngapain tadi? Sekelas auto panik, anjir!" sahut Wanda seraya menepuk pundak Matthew keras sampai pemuda itu tersedak minumannya sendiri. "Eh, sorry, Met!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang