11. Di Balik Pintu Kost

56 3 0
                                    

Setelah membeli nasi goreng dan mengantar Selgi pulang ke kost, Hafizh pun bergegas pulang ke kostnya yang berlokasi di sebuah jalan kecil di daerah Tamansari, Bandung. Jalan yang hanya bisa dilewati oleh satu mobil (Itupun ajaib kalau rodanya nggak masuk got), tapi masih terlihat aktivitas warga di malam hari karena jalan ini dekat pos ronda, minimarket, dan warung makan yang buka 24 jam.

Hafizh berhenti di sebuah rumah tiga lantai bercat abu-abu bernomor 127. Di depan pagar besi hitam rumah itu terpajang spanduk bertuliskan "KOST NEO PUTRA" lengkap dengan kontak sang pemilik. Pemuda itu turun dari motor membuka pagar, membawa motornya memasuki halaman depan, membuka pintu garasi, lalu memarkirkan motor di antara motor-motor lainnya.

Baru saja Hafizh masuk hendak mengucapkan salam, terdengar alunan instrumen gitar dari gazebo halaman belakang. Ada wajah-wajah familiar yang tengah duduk di sana. Ada sosok Marten yang tengah bermain gitar akustik membuat suasana malam ramai dengan nyanyian dan teriakan keseruan sambil bertepuk tangan.

"Malam-malam aku sendiri~"

"Tanpa cintamu lagi~"

"Ho-uwo, wo~"

"Ya elah, mblo. Sedih amat!" sahut pemuda kurus berambut lurus jatuh itu yang sedang duduk di pojokan gazebo.

"Daripada abang, ngepojok kayak pengen nganu!" balas pemuda berkulit sawo matang yang sedari tadi ikut bernyanyi di samping Marten.

"Ju, kawan maneh, tuh!"

"Where?"

Hafizh pun datang ke gazebo sambil menenteng tas. "Woy, Assamualaikum!"

"Waalaikumsalam," jawab seisi Gazebo serentak.

"Eh, alah. bang Hafizh, toh!" sahut pemuda yang bernyanyi tadi.

"Tumben, Kal, kau sudah balik. Biasanya jam segini masih di studio musik," ucap Hafizh basa-basi seraya duduk di Gazebo.

"Aih, studio hari ini tutup, euy," balas pemuda bernama Haikal itu. Adik tingkatnya di jurusan Akuntansi semester dua.

"Bibi gimana, Fizh?" tanya Marten teringat kabar motor Hafizh yang mogok tadi.

"Aman, businya harus diganti ternyata," jawab Hafizh seraya memijat bahunya, "Lelah aku dorong-dorong motor sama Selgi dari parkiran kampus sampai bengkel depan!"

"Makanya busi sering-sering dibersihin, motor juga sama mandiin juga. Jangan sama kayak pemiliknya yang jarang mandi!" kata Marten sarkas, membuat Hafizh jadi mengumpat.

"Bah, bengkel depan gerobak mie ayam itu?!" celetuk pemuda kurus itu memajukan diri. "Kenapa nggak panggil gue? Biar gue nyusul kesana!"

"Nggak usah, bang Yuda. Nggak apa-apa," sahut Hafizh menolak halus.

"Elah, lo kayak baru kenal gue, Fizh. Lo tahu, hobi gue bongkar pasang motor. Ganti busi doang mah, ah, kecil!" ucap Yuda sambil menjentikkan jari. "Kena berapa tadi ganti busi doang?"

"Lima puluh ribu, bang."

"Ck, mahal. Kena scam, tuh! Lu beli di gua cuman dua puluh ribu doang, merk bagus, ori, ngga ada biaya jasa pasang," Balasnya jadi promosi. "Itu gocap lu pasang busi racing atau gimana?"

"Jadi Bibi racing, dong?" celetuk Marten jadi tertawa.

"Terlanjur, bang. Lagian tadi tuh karena urgent," Hafizh jadi berdecak, "Next time, ya, bang!"

"Santai." balas Yuda seraya kembali ke pojokan gazebo sambil mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api.

"Bang Juju, pinjam gitar, dong. urang mau belajar lagu-lagu Noah," pinta Haikal pada Marten.

Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang