19. Don't Blame Me

46 0 0
                                    

Marten berlari di koridor kelas pagi ini. Lagi-lagi ia kesiangan di kelas pertama akibat begadang dua malam berturut-turut. Pemuda itu berhenti di ambang pintu kelas, tidak seperti minggu lalu, kini ia membuka mengetuk pintu lebih dulu sebelum membukanya pelan. Kemudian terkejut memandangi ruang kelas yang belum ramai. Hanya ada tiga orang di dalam, salah satunya Genta yang sedang sibuk menggores-gores pensil di buku sketsa.

"Tumben datang lebih awal," celetuk Genta datar, membuat Marten menganga lebar.

"Lebih awal apanya? Jelas-jelas gue kesiangan... Ini pada bolos serombongan apa gimana?" balas Marten tak percaya seraya berjalan dan mengitari sekitar.

"Lo belum baca grup kelas?"

"Hah?" Marten langsung membuka hape dan mengecek notifikasi. Firasatnya tidak enak.


Benar saja, ketua mahasiswa memberitahu bahwa kelas pagi ini mundur satu jam, sehingga anak-anak lain menunda keberangkatan mereka. Sementara Marten dari bangun tidur belum sempat mengecek apa-apa, langsung main berangkat saja ke kampus.

"Anjir, tau begitu gue makan dulu di kosan!" gerutunya duduk di sebelah Genta. Lalu mengambil sekotak styrofoam yang dibungkus plastik dari dalam tas.

"Lo beli apaan?" tanya Genta melirik kotak styrofoam tersebut.

"Ini katering sarapan dari kosan," jawab Marten sembari membuka yang berisi nasi uduk lengkap dengan lauk bihun goreng, telur dadar, kacang, sambal, dan mentimun. Tiba-tiba ia celingak-celinguk menyadari sesuatu, "anjir, sendoknya nggak ada!"

Genta berdehem seperti menahan tawa, "Makan pakai tangan, Ju."

"Males cuci tangan, cok!" keluh Marten, kemudian memberanikan diri bertanya pada dua mahasiswa lain untuk meminta tisu.

Genta jadi bergidik geli, "Terus selama ini elo makan nggak cuci tangan dulu?!"

"Nggak lah― dengerin dulu, ego!" Marten jadi panik begitu Genta mulai mendelik jijik, "Maksud gue nggak begitu, Gen. Beda lho, effort cuci tangan habis makan pakai tangan sama pakai sendok. Kalau habis makan pakai tangan itu baunya masih nempel walau sudah pakai sabun, apalagi makannya nasi padang― BEUH! Bau asem kuah nangka!"

Genta hanya diam memandang pemuda itu mengusap kedua tangannya dengan tisu basah sebelum memakan nasi uduknya. Tak lama, rombongan mahasiswi datang sambil tertawa berisik. Marten yang tengah makan jadi berhenti begitu melihat sosok Shafa dan Jihan masuk bersama rombongan itu. Shafa juga berhenti melangkah ketika tak sengaja berpandangan dengan Marten, tapi melengos pergi begitu saja duduk di samping Jihan.

Marten hanya menarik napas pelan dan menghembuskannya. Lalu kembali menghabiskan nasi uduknya. Genta bisa mendengar pemuda itu makan sambil mendecak.

"Kenapa? Kesal makan pakai tangan?" tanya Genta menebak.

"Nggak," jawaban singkat Marten justru membuat kening Genta mengernyit.

"Elo kenapa sih, kemarin lusa juga pergi begitu saja? Alvine juga nggak jadi datang, emang se-chaos apa di sana?" tanya Genta, tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Band Shafa bubar..."

"Hah, bubar?" Genta terkejut, melongo sebentar sambil memandang Marten yang makan nasi uduk. "Terus—"

"—gue lagi nggak mau bahas sekarang. Nggak enak lagi ada orangnya," potong Marten setengah berbisik sambil melirik Shafa yang duduk tak jauh dari mereka berdua.

Genta terdiam. Ikut melirik ke Shafa. Sebenarnya pemuda itu masih penasaran, tapi melihat mood Marten yang sedang tidak bagus, ia memilih tidak bertanya lagi.

Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang