18. Mulai Rumit

43 0 0
                                    

Hafizh meregangkan kedua tangan ke atas setelah berjam-jam duduk di depan laptop, membuat tugas makalah. Setelah beberapa kali revisi dan bolak-balik buka jurnal akhirnya ia bisa mengirim makalah tersebut ke email dosen. Jam digital yang berada di sudut layar laptop menunjukkan pukul satu lewat pagi.

Ia menutup laptop, lalu berdiri, melangkah ke saklar, dan mematikan lampu kamar. Kemudian melangkah ke tempat tidur, menjatuhkan dirinya begitu saja sebelum menarik guling dan selimut hingga ke ujung kepala, menyembunyikan dirinya yang dipenuhi dengan kecemasan di dalam sana. Pikirannya membawa kembali ke siang kemarin sebelum ia ke Dopi, saat musyawarah besar kesekian kalinya masih membahas soal ketua himpunan.

Sesuai prediksinya, beberapa senior masih menuntut diadakannya debat calon dengan alasan yang Hafizh tidak bisa mengerti. Sampai di titik di mana semua jadi saling main tunjuk-tunjukkan...



...dan Hafizh termasuk salah satu yang kena tunjuk tersebut.



Jelas Hafizh tidak terima.



"Maksudnya apa, nih? Ngapain masih pada saling tunjuk? Deo sudah mau calonin diri, tinggal cari wakilnya. Beres. Apa lagi yang kalian tunggu?" protes Hafizh di depan forum.

"Tapi, Fizh... kata senior—"

"Masa bodoh dengerin kata senior sekarang! Ini angkatan kita, keputusan ada di tangan kita mutlak. Daripada kita diam di tempat terus, lebih baik segera melangkah cepat. Mau timeline kita mundur lagi jadi setelah UTS?!"

"Aku mendukung Deo jadi kahim!" sahut Selgi ikut berdiri, "Kinerjanya di humas diakui bagus sama kak Jennie, aku yakin Deo bisa membawa himpunan kita lebih baik lagi!"

"Oh iya, kah?" Ada lagi yang nyeletuk, "Kok gue nggak pernah dengar selama ini Deo ngapain saja di himpunan?"

"Situ kali yang nggak pernah kerja jadi nggak tahu update'an himpunan!"



Emosi Hafizh sudah tidak bisa dibendung lagi waktu itu. Apalagi saat ada seseorang yang tetap meminta Wanda untuk maju. Hafizh langsung menghampiri orang tersebut sambil melototi dan berdiri di hadapannya dengan kedua tangan mengepal keras.



"Dari tadi ngoceh terus ya, kenapa nggak kau saja yang maju jadi wakil?" ucap Hafizh menantang seraya menaikkan dagu.

"Gue sih sebenarnya mau-mau saja jadi wakil, tapi gue nggak yakin apa gue bisa kerja sama bareng Deo atau nggak..." Orang itu diam-diam melirik Deo yang berada di samping Hafizh sejak tadi, "Lagipula, gue juga sudah dititipin sama kak Jun megang SDM,"

"Oh," Hafizh jadi tersenyum sinis, "Emang yakin bakal jalan jika kau yang pegang? Dari tadi cuman bisa nunjuk-nunjuk dan mengoceh, giliran ditunjuk banyak kali alasannya. Anak-anak SDM juga malu kali punya menteri kayak kau!"

Wajah orang itu memerah, alisnya turun ke bawah, "Elu juga, emang yakin bakal kepegang tuh humas sama elo?"

"Masih berani mengoceh?!"



Hafizh saat itu hendak maju selangkah lagi sambil mengangkat tangan kanan ke atas dan langsung ditahan oleh Deo. Membawa cepat Hafizh pergi. Deo sendiri sempat bingung untuk menanggapi tanggapan-tanggapan setiap anak.

Doppo SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang