Bab 4 Mencoba Tabah dan Ikhlas

59 45 8
                                    

Aleta tidak memperduliakan ucapan Gresina lantas ia bangun dari perbaringannya lalu berjalan menuju ke lobi rumah sakit. Aleta ingat, ia harus mencari rumput untuk pakan ternaknya. Karena tidak ada lagi yang diandalkan selain dirinya. Orang tuanya sangat bergantung padamu.
“Aleta, kau masih harus berbaring di ranjang!” Gresina menghalangi langkah Aleta yang sempoyongan.
“Minggir!!” Aleta mendorong Gresina agar menjauh darinya.
“Ada yang harus aku kerjakan, ”ungkapnya.
“Tapi lukamu masih belum pulih.” Gresina kembali menghalangi langkah Aleta yang.
“Aku bilang minggir!” bentak Aleta sembari menutupi kepalanya yang sudah dijahit dengan telapak tangannya.
“Jangan halangi jalanku  atau kau kuusir pergi!!” bentak Aleta lagi.
Gresina tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan Aleta yang bersikukuh pada pendiriannya. Aleta dan Gresina tiba di rumah sederhana milik Aleta tidak lama setelah Aleta tiba. Aleta meminta Gresina untuk langsung pulang tanpa menyapa orang tuanya.
“Gres, kamu langsung aja pulang. Aku mau siap-siap dulu berangkat mencari rumput, ”ucap Aleta.
“Tuh kan, seharusnya kamu itu istirahat, Leta,”ucap Gresina.
“Kalo aku sakit Cuma dibuat istirahat aja .... Gak akan sembuh sakitku, Gres,”bantah Aleta. “Sudahlah, kamu gak usah mengkhawatirkan aku. Kamu pikirin aja keluarga kecil kamu. Dan aku minta sama kamu .... Sebelum kamu punya anak kamu harus jadi orang tua yang adil. “Jadikan keluargaku sebagai contoh dan ambil pelajarannya! ”lanjut Aleta.

Sebagai orang tua seharusnya bersikap adil dan jangan pernah membandingkan anak satu dengan yang lainnya. Karena anak yang mereka sayang, mereka sanjung – sanjung belum tentu mau menerima keadaan mereka. Tidak ada seorang Anak pun di dunia ini yang ingin dibanding – bandingkan dengan siapa pun bahkan kasih sayangnya dibeda-bedakan.
“Biarkan saja. Aku mati pun mereka tidak akan merasa kehilangan aku, ”ucap Aleta sembari berjalan perlahan menuju pintu depan.
“Jika hanya satu orang yang peduli padaku ... Maka itu sama saja tidak ada. Sama saja tidak ada seorang pun yang peduli padaku. Mataku sudah terlalu buta untuk melihat kasih sayang darimu, Gresina, “ungkap Aleta.
Gresina berjalan menuju pintu mobilnya. Iya tak kuasa melihat teman lamanya seperti itu. Sebelumnya Aleta tidak pernah seperti itu. Bahkan ia tidak pernah bercerita padanya tentang bagaimana keluarganya.
Tinggal di sebuah rumah dan keluarga bukan berarti bisa hidup bahagia begitu saja. Tidak berarti apa pun jika rumah yang sebenarnya tidak memberikan rasa nyaman pada penghuninya. Jika saja seorang anak mencari tempat lain untuk dijadikan sebuah rumah. Dan lebih memilih rumah barunya itu. Maka jangan menyalahkannya. Karena sesungguhnya kasih sayang yang utama adalah dari keluarga itu sendiri.
“Jika saja aku bisa menolongmu lebih, Aleta. Aku ingin memberimu kebebasan. Tapi, aku hanyalah teman, ibu rumah tangga yang hanya menumpang di rumah suamiku yang kaya. Bahkan aku juga memiliki posisi atau masalah yang rumit. Tapi tidak serumit dirimu.
“Dunia ini hanya dipenuhi dengan drama saja. Jika saja hal seperti itu tidak ada ... Mungkin Aleta bisa hidup bahagia. Kebahagiaan yang sesungguhnya berasal dari keluarga itu sendiri. Peran dari keluarga yang bisa merubah anak baik buruknya. Aku akan mengingat ucapanmu, Aleta. Dan aku akan mengambil hikmah dari kehidupanmu.
“Nak, apakah kau baik-baik saja?” Dirga berjalan menghampiri Aleta.
Dirga merasa ada yang tidak beres dengan putri keduanya itu. Namun, ibunya lagi-lagi meminta Aleta untuk segera membantu ayahnya.
“Ayah, aku harus segera pergi. Aku harus mencari pakan ternak setelah itu aku akan beristirahat. Ayah tidak perlu khawatir padaku. “Aleta menangis sapuan tangan dari ayahnya dan segera menuju gudang yang menyimpan baju kotor khususnya untuk pergi ke lahan pertanian.
“Ayah belum cari pakan ternak kan?” tanya Reta basa basi.
“Aleta yang akan cari pakan ternak, “ sahut Aleta.
“Tidak perlu, Nak. Ayah sendiri yang akan mencarinya. “Dirga menepuk pundak Aleta.
“Aleta tidak apa-apa, Yah. Ayah tidak perlu mengkhawatirkan Aleta. “Aleta melepas telapak tangan Dirga yang berada di pundaknya.
“Iya Yah, lagian ayah juga kan capek. Jadi biarin aja Aleta yang cari pakan ternak, “ucap Reta.
“Tapi Ma.....”
“Leta gak papa kok Yah. Tadi Cuma main sebentar sama temen, “jelas Leta.
“Terus dimana motor kamu, Leta? “tanya Dirga.
“Motor Leta ada di rumah Gresina. Tadi motor Leta mogok waktu mau pulang. Jadi Leta tinggal di rumah Gresina. Besok Leta di jemput Gresina buat liat pekerjaan yang ditawarin Gresina sama Leta, Yah.
“Aku rasa Leta menyembunyikan sesuatu dariku, “batin Dirga.
Dirga sudah mencurigai keanehan yang dilakukan oleh Aleta. Sikap Aleta yang berbeda dan saat Dirga mengusap rambut Aleta beberapa helai rambutnya rontok dan telapak tangan Dirga yang terkena darah.
“Nak, jangan terlalu memaksakan dirimu. Jika kau lelah .... Beristirahatlah sejenak, “pinta Dirga.
“Dia baik-baik saja Pa. Jangan terlalu mengkhawatirkan dirinya. Oya pa, Karina mengirim pesan pada mama, Karina meminta kiriman uang untuk biaya praktek kuliahnya, “ucap Reta.
“Katakan padanya untuk saat ini kita belum ada uang untuk itu, “ucap Dirga.
“Tapi Pa, kita kan masih bisa meminta uang pada Aleta. Dia pasti memiliki banyak uang, “ungkap Reta. “Benar kan, Reta” lanjutnya lagi.
“Ma, uang yang Leta miliki biarkan untuk keperluan Leta. Jangan digunakan untuk keperluan yang lainnya. Papa kan bisa kerja lagi untuk biaya praktek Karina, “bantah Dirga.
“Bukannya mama punya uang simpanan banyak? Kenapa mama gak pakai uang itu aja untuk membiayai anak kesayangan mama itu? “Ungkap Leta.
“Uang simpanan Mama untuk keperluan yang lebih penting, “tungkas Reta.
“Bukannya keperluan yang lebih penting itu Karina? “tanya Aleta.
Aleta hanya basa basi menanyakan hal itu, sekedar mengungkap yang sebenarnya. Bahwa Reta memang masih memiliki uang simpanan yang dikatakan Reta hanya untuk Karina jika ia ingin mendaftar pekerjaan di tempat yang ia inginkan.
“Alah, kenapa gak pake uang itu aja sih Ma? “tanya Leta dengan kesal.
“Itu juga kan bakal untuk membiayai Karina kan, Ma? “tanya Karina Lagi.
Aleta segera pergi mencari rumput dengan motor ayahnya dan kembali setelah adzan Ashar berhenti.
“Yang dikatakan Leta ada benarnya Ma. Kita kan punya uang simpanan itu .... Kita pakai saja uang itu. Tapi, jangan digunakan semuanya. Papa menyimpan uang itu juga untuk keperluan Aleta sewaktu Aleta menikah Ma.
“Aleta kan menikahnya masih lama, Pa. Kenapa papa memikirkannya sekarang? “ucap Reta
“Aleta kan perempuan Pa. Jadi, waktu nikah nanti kita tidak perlu biaya banyak karena sudah dibantu dengan pihak laki-laki”
“Kita gak bisa mengandalkan harta dari pihak laki-laki, Ma. Kita juga harus mempersiapkan semuanya tanpa mengharapkan bantuan dari pihak laki-laki, “jelas Dirga.
“Kenapa gak bisa, Pa? Itukan sudah jadi tanggungan pihak laki-laki yang mau menikah Aleta?”
Reta hanya berharap jika Aleta menikah nanti tidak mengeluarkan banyak biaya Mama Reta ingin pernikahan sederhana untuk Leta. Meskipun tidak ada yang tahu bagaimana nanti masa depan Leta? Apakah menikah dengan acara pada umumnya atau hanya sekedar kenduri saja.


Hai Readers Terima kasih sudah berkenan membaca kisahku

Ini adalah kisah   suamiku sedikit banyaknya saya merubah karakter tokohnya
Saya dan suami saya bernasib sama tidak mendapatkan kasih sayang yang adil tapi dicerita ini suami saya yang memiliki tiga saudara.

Dukungan vote dan follow dari teman-teman adalah penyemangat saya menulis

Terima kasih dan salam hangat dari penulis kecil🥰☺️



The Biggest Fake Family (Terbit Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang