Bab 2 Kekecewaanku tidak merubah sayangku

93 60 48
                                    

Kebencian, iri dan rasa kecewa
Aku tutupi dengan berbakti padamu
Aya, Ibu...
Meskipun aku terkadang kecewa
Aku tetap ingin berbakti padamu dan membantumu sebisaku

Aleta bergumam di dalam kamarnya tanpa henti. Namun, beberapa saat kemudian...
“Aleta!! Tolong bantu papa sebentar!! “Dirga berteriak memanggil Aleta.

   Meskipun terkadang Aleta kecewa dan benci pada orang tuanya, Aleta masih tetap berusaha menjadi anak yang berbakti pada Dirga dan Reta. Sesekali ia membantu ayahnya mencari rumput untuk makanan ternaknya dan merawat kedua orang tua. Sebab, diantara ketiga anaknya yang saat ini masih ada bersama Reta dan Dirga hanya Aleta.

“”Iya Ayah!! “Aleta bangun dari tempat tidurnya setelah beberapa lama ia hanya memainkan ponselnya.
“Tolong perbaiki motor ayah. Ayah tidak punya uang untuk memperbaiki motor saat ini, ”jelas ayah.
“Ayah, Leta pergi dulu .... Leta mau cari makanan untuk ternak dulu. “Aleta berjalan meninggalkan ayahnya yang tengah berada di dapur sembari kembali memikirkan apa yang baru saja Dirga katakan padanya.
“Uangku ini saja sudah menipis ... Bagaimana aku bisa memperbaiki motor ayahku? Aku sudah menjual barang berhargaku untuk keperluanku sendiri .... Dan mereka juga tahu. Tapi kenapa mereka tidak mau mengerti, “Aleta mulai memutar kunci motornya lalu bergegas pergi menuju tempat yang ada banyak rumputnya. Tepatnya di lahan pertanian milik ayahnya.
“Ma, tidak bisakah kita tidak selalu mengandalkan Aleta? Kita kan masih bisa meminta kiriman uang dari kakaknya Aleta, “Dirga menatap Reta dengan lekat.
“ Gak bisa Pa, Alita sudah mempunyai anak dan dia juga membutuhkan banyak biaya untuk keperluan anaknya, “bantah Reta.
“Tapi Ma, Kita tahu sendiri bagaimana keadaan Aleta. Dia hanya bekerja sebagai buruh dan tidak sepantasnya dia bekerja seperti itu. Jika saja Aleta melanjutkan sekolahnya sampai perguruan tinggi, “lanjut Dirga lagi.
“Itu sudah menjadi tanggung jawabnya, Pa. Tanggung jawabnya sebagai pengganti kakaknya! “Tegas Reta sembari memotong beberapa sayuran dengan kesal.
“Tapi Mama keterlaluan!! “bentak Papa.
“Dari kecil .... Mama tidak pernah sayang pada Aleta!! “ungkap Dirga dengan nada kesal.
“Papa jadi teringat ucapan mama dulu, mama menginginkan anak laki-laki. Tapi, kita justru mendapatkan anak perempuan. Mama sempat menolak untuk merawat dan mendidik Aleta sewaktu kecil. “Dirga menatap kearah langit sembari mengingat masa lalunya saat Reta menginginkan anak laki-laki.
“Mama memang sangat menginginkan anak laki-laki, Pa. Makanya, saat itu mama ingin kita mencoba lagi untuk harapan terakhir mama. Tapi hasilnya tetap saja mama justru mendapatkan anak perempuan lagi, “jelas Reta.
“Seharusnya mama bersyukur ... Banyak di luaran sana orang tua yang menginginkan anak perempuan tapi tidak kunjung diberikan!! “sahut Dirga dengan nada tegasnya.
“Mama tidak punya pilihan lain. Selain menyayangi adik Aleta. Karena Karina adalah harapan satu-satunya mama, “ucapnya dengan lirih.
“Tapi yang selalu membantu dan selalu ada disaat kita membutuhkan hanya Aleta, Ma “ungkap Dirga sembari mengingatkan tentang jeri payah dan bakti Aleta pada mereka.
“Seharusnya mama menyadari hal itu sejak dulu. Kita tidak pernah sepeserpun membantu Aleta untuk memenuhi kebutuhannya, “ungkap Dirga lagi.
"Mama tetap menyayangi Karina, putri kesayangan mama. Dan mama tidak peduli dengan Aleta. Karena itu sudah menjadi kewajibannya sebagai pengganti kakak pertamanya, "Reta mengulangi ucapannya lagi.

Aleta kembali setelah mencari rumput dilahan pertanian ayahnya. Namun, saat itu juga ia mendengar pembicaraan mamanya yang bersikeras tetap menyayangi Karina dan tidak memperdulikan dirinya.

"Sudahlah Leta, ini memang sudah takdirmu. Aku berharap bisa cepat menikah dan pergi dari rumah ini. Jika aku menikah, aku tidak mendengar pertengkaran ini lagi. "gumamnya sembari memarkirkan motornya dengan pelan.
"Jika diingat-ingat, dulu sewaktu aku meminta uang untuk aku pakai ayah melemparku dengan sandal jepit yang ia pakai. "Aleta memandang kearah langit sembari mengingat masa lalunya.
Perlahan ia usap air matanya saat jatuh tanpa ia sadari.
"Buruk sekali nasibku. Padahal aku yang selalu membantu mereka saat dalam kesulitan, "gumam Aleta.

Aleta berjalan dengan mengangkat seikat rumput di punggungnya menuju kandang sapinya. Lantas ia berjalan meninggalkan kandang sapi itu setelah memberi makan ternaknya untuk membersihkan dirinya.

Lalu beberapa saat kemudian ketika Aleta membuka penutup makanan yang ada di dapur....

"Ma, apa mama tidak masak tadi pagi? "tanya Aleta dengan lirih.
"Mama memang belum masak, Leta. Kalau kamu tidak sabar ... Yasudah!! Makan saja ditempat lain! "sesaat Reta menjawab pertanyaan Aleta dengan emosi hingga membuat Aleta pergi meninggalkan dapur dan lebih memilih untuk duduk ditepi kolam.
"Sebenarnya kenapa mama selalu bersikap seperti itu padaku? "gumam Aleta.
"Bahkan kadang semua kebutuhan mereka aku penuhi semuanya. Apakah selama ini keberadaanku tidak ada artinya lagi? Apakah aku hanya dianggap sebagai mesin berjalan saja? "lanjutnya lagi.
"Memikirkan hal ini membuatku pusing dan stress saja. "Aleta berjalan menuju kamarnya lalu merebahkan tubuhnya sembari menyalakan layar ponselnya.
"Mereka memang tidak pernah menyayangiku. Tapi tetap saja, walau bagaimanapun yang dikatakan mama memang benar. Aku tulang punggung keluarga dan harapan satu-satunya keluarga yang bisa sekolah sampai ke perguruan tinggi hanyalah Karina, "gumamnya sembari menatap layar ponselnya dan berguling-guling diatas ranjangnya.
"Nak, Leta!! Makanan sudah siap!! "Dirga mengetuk pintu kamar Aleta sembari memanggil Aleta.
"Iya Ayah!! "Sahut Aleta sembari meletakkan ponselnya diatas ranjang dan bergegas bangun dari tempat tidur.

Dirga pergi meninggalkan kamar Aleta seraya berjalan menuju dapur untuk menyantap hidangan yang sudah matang. Namun, disisi lain Aleta berfikir....

"Terkadang aku berfikir dirumah ini hanya ayah yang menyayangiku. Tapi, kenapa terkadang ayah juga bersikap seakan-akan dia tidak menyayangiku? "Aleta berjalan menuju dapur dan sesampainya ia di depan pintu dapur ia tidak mengatakan apapun.
"Mama kemana Pa? "tanya Aleta sembari menoleh ke kanan dan ke kiri seraya mencari keberadaan Reta yang pergi meninggalkan rumah dengan kesal.
"Mamamu pergi setelah selesai mengerjakan pekerjaan dapur. Sepertinya dia kesal saat kau bertanya tadi. "Jelas Dirga sembari mengarahkan sendok yang berisi makanan ke dalam mulutnya.
"Sudah, jangan dipikirkan. Nanti juga akan kembali seperti semula. Marahnya mamamu tidak akan bertahan lama."lanjutnya sembari mengunyah makanan di dalam mulutnya.

Aleta menghela nafas panjang. "Hmmmmm..... "
"Aku berada di sebuah rumah yang tidak pernah bisa mengerti keadaanku, "ucap Leta dalam hati kecilnya.
"Kenapa mama dan papa tetap menyekolahkan Karina disaat perekonomian kita dalam keadaan seperti ini Pa? "tanya Aleta dengan meninggikan suaranya.
"Ini semua bukan keinginan Papa, Leta. Ini semua keinginan Mamamu yang tetap bersikeras untuk memanjakan adikmu! "Jelas Dirga.
"Mama selalu saja memanjakan Karina ... Dan mama juga tidak pernah memperdulikan aku. "Aleta beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju motornya.

Aleta pergi meninggalkan rumah dan memutuskan untuk pergi menemui teman-temannya.

"Selama ini, aku tidak pernah meminta uang sepeserpun dari mereka. Meskipun aku hanya sekali meminta sesuatu pada mereka ... Bahkan itupun ayah melemparku dengan sandal. Kenapa mama tidak pernah adil padaku? Apakah Mama tidak menginginkan keberadaanku? "Aleta mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi hingga ia hampir kecelakaan.





The Biggest Fake Family (Terbit Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang