Bab 9| Awal luka itu dari keluarga

195 129 32
                                    

Hai. Jangan lupa untuk vote dan komen ya. Jangan jadi pembaca gelap. Happy reading!!



Kasur empuk yang nyaman menjadi tempat terakhir bagi kaum remaja setelah beraktivitas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kasur empuk yang nyaman menjadi tempat terakhir bagi kaum remaja setelah beraktivitas. Sunyi ruangan membuat telinga menjadi tentram tanpa adanya suara satu pun. Namun tiba-tiba terdengar suara panggilan dari luar kamar.

"Aluna, ayok turun. Kita makan." Gibran mengetok-etok pintu kamar anaknya.

"Ayah tunggu lima belas menit di meja makan. Bergegaslah, Aluna!"tegas Gibran lalu pergi dari depan pintu kamar Luna.

Aluna berdecak sebal karena ia baru saja tertidur dan harus memaksa badan-badannya untuk bergerak kembali. Gadis itu pun bergegas mengganti pakaiannya dan segera menuju ke meja makan yang disana sudah terlihat ayahnya berbincang-bincang dengan seorang wanita?

Raut wajah dari gadis itu tak dapat disembunyikan. Ia terlampau marah karena ayahnya dekat dengan wanita lain selain dirinya dan almarhumah ibunya.

Luna duduk disamping sang ayah yang masih saja melanjutkan obrolan mereka. Hingga deheman gadis itu membuat kedua pasangan tersebut berhenti berbicara.

"Ahk, Luna putriku kau sudah datang. Ayok kita makan."

Luna sedari tadi hanya terdiam sembari menatap tajam ke arah wanita di depannya yang menurutnya seperti jalang. Ber-make up tebal, rambut terurai serta pakaian kurang bahan itu yang membuat Luna tidak menyukainya. Walaupun Luna seorang vokalis band yang identik dengan baju ketat seperti itu namun gadis itu tidak akan pernah memakai pakaian yang terlalu ketat bahkan yang sama sekali membuka auratnya.

"Putriku. Kenalkan ini Tante Raisha. Akan ayah beritahu pada kamu kalo dia yang bakal jadi ibu sambung mu kelak,"ucap Gibran sembari menatap kearah Raisha.

Kedua alis Luna seketika menajam. Ditatapnya wajah wanita didepannya dengan intimidasi. Dengan wajah yang meremehkan, gadis itu tak takut jika wanita tersebut akan melakukan sesuatu terhadap dirinya.

"Dia?"tunjuk Luna.

"Bahkan pakaiannya seperti jalang diluar sana,"timpal Luna dengan smirk diwajahnya.

"Aluna! Jaga ucapan kamu. Dia itu calon ibumu!"gertak Gibran dengan wajah memerah.

"Tidak akan pernah Bunda Cyntia tergantikan apalagi kayak jalang satu ini."

"Berani sekali kamu, Aluna!"Gibran melayangkan tamparan ke Luna dengan keras.

Luna terdiam sembari memejamkan matanya. Meresapi denyutan panas dari tamparan yang diberikan oleh ayahnya.

Luna tertawa pelan sembari menatap miris kepada sang ayah. " Hanya karna wanita ini ayah sampai tega menampar anak semata wayang ayah. Miris, jangan pernah temuin Aluna sebelum ayah singkirin wanita bajingan ini. "Luna pergi meninggalkan mereka tanpa memakan makan malamnya itu.

"ALUNA,"panggil Gibran namun panggilannya digubris oleh putrinya.

Sontak Gibran langsung memandang Raisha dengan perasaan bersalah. "Maafkan putriku. Ia masih belum bisa menerima siapa pun."

Raisha tersenyum tipis sembari berucap,"tidak papa, Mas. Itu semua butuh waktu. Aku paham."

"Terima kasih sudah memaklumi."

"Awas saja kamu Luna. Kamu sudah memalukan saya didepan ayahmu. Lihat saja nanti,"monolog Raisha.

***

Brakk

"Bastian lagi Bastian lagi. Bangsat gue bosen denger nama dia. Kenapa dia harus balek ke sini lagi, arghhhh." Bintang membanting beberapa barang yang berada dikamar miliknya.

Sejenak remaja itu terdiam dikasur miliknya. Terdiam termenung entah apa yang sedang ia pikirkan. Tidak tau apa yang tengah melintas di pikirannya, Bintang langsung pergi keluar dari kamarnya. Terlihat Bastian dan kedua orang tuanya tertawa melihat film yang ada di layar televisi.

Bintang berdecak sebal sembari memalingkan wajahnya. Ia dengan cepat melangkahkan kakinya menuju pintu depan namun suara teguran menggelegar di ruang tamu tersebut.

“Mau kemana,”ucap Defandra dengan nada intimidasi.

“Main,”jawab Bintang dengan nada ketus.

“bagus. Malam-malam bukannya belajar malah keluyuran gak jelas. Mentang-mentang kamu ayah bebaskan malah seenaknya begini. Masih mending kalo berprestasi. Contoh kakak mu ini.”

“Maaf Ayah, Bintang memang gak punya prestasi tapi jangan salahkan Bintang karna gak punya bakat. Salahkan kalian sebagai orang tua yang harusnya bisa mendidik anak-anaknya tanpa harus membandingkan satu sama lain,”balas Bintang dengan tegas.

Alea tertawa pelan sembari berkata,”udah pintar ya nasihatin orang tua. Sok jago kamu?”

Bintang yang mendengar itu langsung menatap tajam Alea dengan smirk di wajahnya. “Udah Bintang bilang kalo Bintang gak pernah dididik oleh orang tua Bintang tapi dididik sama Abi Umi. Ayah sama Bunda gak pernah ngedidik Bintang sopan santun gimana Bintang bisa nerapin itu sementara cuma Bastian yang diperhatiin.”

Bintang langsung pergi meninggalkan mereka semua. Dibantingnya pintu rumahnya dengan perasaan kesal.

“keluarga semuanya kek bajingan,”gerutu Bintang yang tengah memakai helmnya.

Pemuda itu kemudian melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Ia tak peduli beberapa pengendara yang mengklakson dirinya yang sedang ugal-ugalan. Hingga remaja itu sampai disebuah tempat yang ramai orang dengan banyaknya motor berjejer.

“Loh, Tang. Tumben ke sini?”tanya Mario sembari menghampiri Bintang yang berada di atas motornya.

“Lagi males sama orang rumah,”jawab Bintang dengan ketus.

Mau balapan,”tawar Arsen yang sedang merokok. “ Itu ada yang mau balapan. Sapa tau lu mau sama dia,”tunjuk Arsen kepada salah seorang yang sedang mempersiapkan motornya untuk digunakan balapan.

“Lagi males balapan. Kapan-kapan ajalah Gue mau cabut dulu.”Bintang langsung menyalakan motornya kembali dan mulai pergi dari arena baap.

“Pasti karna Bastian lagi,”ujar Haikal sembari menatap kepergian Bintang.

“Sejak Bastian pulang,si Bintang malah makin di anak tirikan. Kasihan, tapi ya mau gimana lagi,”ucap Arsen.







Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Minutes Of Love Destiny [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang