threesome

112K 427 7
                                    

Jujur saja, rea tak pernah tahu kalau obat perangsang yang diberikan dua lelaki itu akan memiliki efek yang cukup besar pada tubuhnya sekarang. Dia tidak tahu kalau sekarang dia malah terasa seperti wanita yang haus akan belaian. Padahal, sebelumnya saja dia begitu takut dan gugup dengan apa yang memang sudah seharusnya dia lakukan ketika sudah dijual seperti ini.

"Ayo pindah ke kamar saja," ucap Garvin yang berusaha menghentikan apa yang tengah dia lakukan pada tubuh Rea bersama dengan Rafka.

Ya, mereka berdua telah berhasil membuat Rea menjadi cukup berantakan. Seperti dress yang mulai terangkat ke atas atau bahkan, bibir Rea yang terlihat cukup basah karena pagutan yang bergantian dari mereka berdua.

"Di sini saja," jawab Rafka yang sudah kepalang turn on.

Sepertinya, dia tidak mau membuang waktu hanya untuk berjalan ke kamar. Sebab, di malah terlihat tak berniat untuk menghentikan aksinya menciumi leher Rea. Tentu saja hal itu terus membuat Rea melenguh dengan kepala yang mendongak dan mata yang terpejam.

Sebuah decakan terdengar. Decakan yang terdengar sedang kesal.

"Rafka, kau serius mau melakukannya di sini? Kukira kau tidak mau kalau ruang tamu menjadi tempat yang kotor untuk kita melakukan ini," ucap Garvin kemudian.

Lantas kali ini Rafka telah menghentikan aksinya. Dia menoleh ke arah Garvin.

"Kenapa? Bukankah kau memang tak pernah bercinta di ruang tamu? Kau bahkan membencinya, apa kau sudah se turn on itu?" tanya Garvin sekali lagi.

Sekarang giliran Rafka yang mendecak di tempatnya. Setidaknya, ucapan Garvin membuat Rafka sadar kalau dia memang sempat tidak dapat mengendalikan diri sejak tadi.

"Sial!" maki Rafka kemudian.

"Kau benar. Ayo bawa dia ke kamar," tambahnya.

Garvin tersenyum penuh kemenangan. Dia juga telah bangkit dari posisinya. Dan mereka berdua, menatap gadis yang saat ini tengah mendongak ke arah keduanya. Sorot mata yang begitu sayu, kepala yang mendongak dengan bibir basah yang sedikit terbuka. Gerak tubuh yang terlihat gelisah dengan kedua kaki yang terus dirapatkan. Serta, penampilan berantakan yang menambah kesan seksi pada Rea nyaris membuat Rafka dan Garvin gila karenanya.

Sungguh, pemandangan itu terlihat begitu indah untuk mereka. Rea yang berantakan karena ulah mereka, berkali lipat lebih indah.

"Panas...," ucap Rea lirih tanpa mengubah pandangannya pada dua orang di hadapannya.

"F*ck! Sepertinya memang kita harus membuat sejarah baru di ruang tamu ini!" Seru Garvin kemudian.

Dengan penampilan seperti itu saja sudah membuat Garvin nyaris gila, apalagi saat gadis itu bersuara. Gila, benar-benar seperti tengah memohon untuk disentuh. begitu pikir Garvin. Garvin hendak mendekat kembali pada Rea, tapi tangan Rafka sudah lebih dulu menahannya.

"Tidak. Aku tidak mau melakukannya di sini."

"Oh, God! Rafka, kau-"

Garvin tak dapat melanjutkan kalimatnya, sebab apa yang dilakukan Rafka saat ini benar-benar membuatnya tidak berniat melanjutkan ucapannya.

Bagaimana tidak? Saat Rafka sendiri sudah menarik tangan Rea dari tempat mereka berada sekarang. Pria itu membawanya ke dalam sebuah kamar yang sudah tidak asing bagi mereka. Kamar yang selalu menjadi saksi saat Garvin bercinta dengan wanita-wanitanya.

"Kita harus memilih lebih dulu. Siapa yang akan mengambil yang pertama gadis ini," ucap Rafka setelah dia melempar Rea ke atas kasur empuk milik Garvin.

Mendengar hal itu, Rea menatap keduanya dengan sayu. Dia mau menghentikan semuanya, tapi dia sadar kalau dia tak bisa melakukan apapun. Rea, menginginkan hal 'itu' sekarang.

Rafka dan Garvin kini juga telah menatap Rea yang harus kembali mendongak menatap ke arah mereka berdua yang berdiri di depannya.

"Ayo, Rea. Kau harus memilih siapa yang akan mengambil keperawananmu," ucap Rafka yang menatapnya dengan lekat.

"Rafka benar. Kau harus memilih siapa yang akan mengambilnya. Apakah aku? Atau Rafka? Karena tidak mungkin kita berdua memasukannya bersamaan ke dalam lubang sempitmu itu, Rea" timpal Garvin

Gila. Semuanya semakin nyata di depan Rea. Semuanya sudah semakin gila. Dia memilih tidak menjawab, dan malah memejamkan matanya.

"Siapa pun itu. Lakukan saja. Aku benar-benar sudah tidak tahan," ucap Rea

Dia memang tidak tahan dengan perasaan aneh pada tubuhnya. Rea benar-benar ingin mengakhiri ini secepat mungkin. Meskipun, dia memang harus kehilangan hal berharga dalam hidupnya malam ini. Lantas, dua lelaki itu tidak mengulur waktu lebih lama lagi.

Garvin bahkan sudah lebih dulu meraup bibir Rea dengan bibirnya. Sejak tadi dia juga tak tahan saat melihat bibir itu terbuka dan bernafas dengan berat. Sementara Rafka sendiri, dia sempat terdiam beberapa saat menatap Garvin yang sudah saling berpagutan dengan Rea. Sebelum akhirnya dia juga memutuskan untuk ikut bergabung.

Dia mengambil tempat untuk duduk di samping Rea dan merobek dress gadis itu begitu saja. Rea sempat tersentak, tapi pagutan yang diberikan Garvin mengalihkannya lagi.

"Eumhh-" Lenguhan gadis itu terdengar.

Saat tiba-tiba saja dia juga merasakan sesuatu yang basah mengenai kulit dadanya yang sudah tak terbalut apapun. Sungguh, Rea bahkan tak sadar kalau tubuhnya sudah benar-benar polos tanpa kain apapun yang menutupi. Untuk kali pertama, dia memperlihatkan seluruh tubuhnya di depan orang lain. Di depan dua pria yang asing untuknya. Dan entah bagaimana, posisi Rea kini sudah berbaring di atas ranjang tersebut. Sekarang giliran Rafka yang sudah mencium bibirnya, sementara Garvin? Pria itu sudah berada di antara kedua kaki Rea yang dipaksa terbuka. Dan ya, pria itu memainkannya di bawah sana. Bibir Rea yang lainnya.

"Eunghh-ahh..." Lagi-lagi Rea mendesah.

Dia diserang habis-habisan di seluruh bagian tubuhnya. Ini yang pertama untuknya, tapi dia sudah mendapatkan sesuatu yang benar-benar gila untuk apa yang disebut pertama kali. Pikirannya kacau. Dia sudah tidak bisa lagi berpikir dengan jernih. Kepalanya pening. Apalagi saat dia juga sadar kalau dua pria yang bersamanya juga sudah sama-sama tak mengenakan pakaian apapun.

"Sudah basah?" tanya Rafka pada Garvin di bawah sana.

Garvin menoleh. Kepalanya mengangguk.

"Mau mencobanya?" tanya Garvin.

Rafka sempat menaikan satu alisnya menatap Garvin.

"Oh, tidak. Kau tahu kalau aku tidak suka memberikan blow-"

"No, bukan itu. Maksudku, pertamanya. Aku tahu kau tidak pernah tidur dengan gadis perawan. Mau mencobanya? Itu pasti akan menjadi pengalaman luar biasa," jelas Garvin dengan senyuman miring yang sudah ditunjukannya.

"Kau, pernah?" tanya Rafka.

Garvin kembali menganggukkan kepalanya.

"Dua kali. Anak SMA."

Rafka mendecih. Ya, seharusnya dia sadar kalau temannya itu memang sebrengsek itu sampai meniduri anak sekolah. Meski Rafka juga mungkin sama-sama brengsek kalau urusan wanita.

"Do it, kasihan dia. Ingin segera dipenuhi," ucap Garvin saat melihat Soraya yang sudah meremat seprai yang ditidurinya.

Akhirnya, Garvin dan Rafka saling bertukar posisi. Di mana Garvin kini lebih memilih berbaring di samping Rea dan menatap wajah gadis itu, sesekali mencium kembali bibirnya. Sementara Rafka, pria itu sudah berusaha mengarahkan kejantanannya pada milik gadis itu.

Perlahan. Dia juga memilih mengusapkan pucuk kepala miliknya itu pada milik Rea di sana, membuat keduanya saling melenguh. Hingga Garvin juga terkekeh sendiri melihat pemandangan itu. Pemandangan yang terlihat cukup menyenangkan untuknya.

"Biar aku abadikan momen ini," ucap Garvin yang sudah beranjak dari ranjangnya.

Buru-buru, dia meraih sesuatu di dalam laci. Sebuah kamera. Kamera yang merekam bagaimana Rafka membuat Rea menjerit. Merekam bagaimana Rea kehilangan keperawanannya.

Ya, Garvin merekam semuanya. Bahkan saat dirinya juga bergantian memenuhi Rea saat Rafka sudah selesai memakainya. Bahkan, Garvin juga merekam bagaimana akhirnya mereka sama-sama mengeluarkan cairan mereka dalam pusat tubuh Rea.

Tanpa pengaman.

THREESOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang