putus asa

65K 310 2
                                    

***

Rea terbangun dari tidurnya. Sakit. Rasanya benar-benar sakit pada seluruh tubuhnya. Bukan hanya nyeri, tapi juga ngilu di beberapa bagian tubuhnya juga. Termasuk dengan sesuatu di bawah sana. Pusat tubuhnya yang menurut Rea sudah tidak berharga lagi. Dia sadar, dia sudah tidak suci lagi. Dan itu membuatnya menangis, terisak.

"Apa kita terlalu kasar semalam?"

Pertanyaan itu membuat Rea menoleh dengan cepat. Di mana dia dapat menemukan Garvin dengan satu kantung dengan merek yang bisa Rea tebak isinya.

Rea merapatkan selimut yang membalut tubuh polosnya. Dia juga berusaha duduk meski dia kesulitan di tengah rasa sakitnya. Apalagi, saat dia sendiri juga tetap berusaha membuat selimut tebal itu menutup seluruh tubuhnya.

"A-apa aku bisa pulang sekarang?" tanya Rea kemudian tanpa menjawab pertanyaan Garvin sebelumnya. Dan sama halnya dengan Rea yang memilih tak menjawab, pria itu juga memilih diam dan tak mengatakan apapun selain dengan melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah gadis- Ah, Rea bukan lagi gadis. Maksudnya, wanita itu.

"Pergi mandi dan pakai ini. Aku dan Rafka akan menunggu di ruang makan," ucap Garvin dengan satu kantung di tangannya yang sudah disodorkan pada Rea.

Rea menoleh, menatapnya dengan bingung.

"Di mana pak-"

"Kau lupa? Semalam Rafka merobeknya. Memangnya kau mau memakai pakaian yang sudah tak berbentuk itu?" Potong Garvin cepat seolah dia mengerti dengan apa yang akan dikatakan oleh Rea di sana.

Hal tersebut membuat Rea pada akhirnya telah mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Dia paham, dan dia tidak akan menolak karena tidak mungkin kalau dia memakai pakaian yang sudah robek. Lagipula, dia juga tidak nyaman memakai pakaian yang semalam dipilihkan oleh bibinya.

"Apa masih terasa sakit?" tanya Garvin setelah beberapa saat.

Pertanyaan itu mengalun dengan begitu lembut di telinga Rea. Membuat dia nyaris saja tersihir oleh kepalsuan Garvin tersebut. Karena nyatanya, pria itu juga semalam telah menghancurkan Rea. Menghancurkan hidupnya, menghancurkan masa depannya, menghancurkan tubuhnya. Walaupun begitu, Rea juga memilih menjawab dengan sebuah anggukan singkat.

"Padahal, aku sudah berusaha menahan diri sebaik mungkin," ucap Garvin dengan usapan lembut pada kepala Rea.

Mendengar hal itu, berhasil membuat Rea bergidik sendiri. Menahan diri katanya? Bahkan, Rea masih ingat bagaimana Garvin dan Rafka bersikap semalam. Seperti vampire yang kehausan darah. Benar-benar liar dan kasar. Sebuah alasan telak yang membuat tubuh Rea terasa sakit dengan beberapa tanda merah di sekitar dada dan lehernya. Dan Garvin mengatakan dia menahan diri semalam? Gila. Seliar apa kalau begitu pria itu sebenarnya?

"Lupakan. Di mana kamar mandinya? Aku mau mandi dan segera pulang. Tugasku sudah selesai bukan? Aku tidak ada urusan lagi di sini," ujar Rea yang sudah mencoba bangkit dari posisinya sekarang dengan selimut yang melilit pada tubuhnya.

Namun, rasa nyeri itu benar-benar kembali dirasakan Rea. membuatnya nyaris terjatuh jika saja Garvin tidak menariknya dan merengkuh pinggangnya.

"Kau boleh tidur lagi dan beristirahat kalau memang masih merasa sakit," ucap Garvin.

Rea menggelengkan kepalanya. Dia berusaha melepaskan tangan Garvin dari pinggangnya, akan tetapi pria itu tetap bergeming.

"Garvin, lepaskan. Aku harus pulang, aku mau pulang," ucap Rea lirih.

Setengah memohon. Dia ingin kembali menangis, tapi dia tidak bisa menunjukannya di depan Garvin. Dia hancur, dia sakit, dan dia tidak mau lebih lama berada di tempat yang akan menjadi kenangan buruk untuknya.

THREESOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang