4

18.5K 1.2K 6
                                    

"Lo tau ga bang?"

Dion—dengan segala bayangan indahnya memiliki adik gemas—hanya menjawab, "Hm?"

"Ini kayak cerita yang sering gue baca. Ketemu anak, suka, adopsi. Gue harus seneng apa takut?"

Dion berdecak. Bisa tidak makhluk satu ini dibuang saja? Toh ia akan punya adik baru. Lebih lucu, menggemaskan, tidak bebal dan pastinya penurut.

"Terserah dah. Capek gue."

Obrolan dua saudara itu berhenti kala pintu panti terbuka. Seorang wanita paruh baya tersenyum dan menyuruh Mattew serta kedua anaknya masuk.

"Mari pak, mohon maaf panti saya tidak sebagus itu. Tapi saya jamin, anak-anak disini sangat baik dan penurut."

Kenapa mereka bisa ada di panti?

Well, ceritanya agak panjang. Siapkan cemilan ya.

Jadi, awalnya memang Dion, Leo, serta Mattew berkunjung ke rumah Alva tepat 3 hari setelah Mattew berkata ingin menemui anak itu. Namun ketika sampai, mereka melihat rumah tersebut sudah dipasang tanda 'Dijual'.

Mereka—terlebih Dion—tentunya bingung. Hanya berselang tiga hari masa mereka tiba-tiba pindah? Akhirnya dengan wajah blank, Dion menelpon nomor Alva namun tidak ada jawaban. Berdering pun tidak. Mattew sampai menyuruh anak buahnya mencari keberadaan anak itu. Dan pada saat itu pula, mereka pulang tanpa membawa hasil.

Satu minggu kemudian, salah satu anak buah Mattew berkata bahwa ia menemukan Alva. Tepat di sebuah panti asuhan kecil pinggir kota. Detik itu juga mereka pergi dan sampailah di panti seperti sekarang ini.

"Apakah ada anak bernama Alva disini?" Itu Mattew. Tanpa ba bi bu langsung menodong ibu panti dengan pertanyaan lugas. Leo menghela napas saja. Terlampau biasa dengan sikap to the point sang ayah.

Ibu panti awalnya agak bingung, namun tersenyum ramah setelahnya, "Ada pak. Kebetulan anak itu baru satu minggu di panti ini. Sebentar ya, saya panggil."

Beberapa menit setelahnya, terlihat ibu panti sudah menggandeng anak kecil yang Mattew taksir berumur 5 tahun. Atau kurang? Entah. Tubuh anak itu terlalu kecil dan kurus.

"Ini yang namanya Alva, pak. Satu-satunya anak yang bernama Alva di panti ini. Kakeknya meninggal dunia minggu lalu. Tetangga yang berbaik hati mengantar dia kesini."

Terjawab sudah alasan anak itu tak bisa dihubungi. Mattew menatap iba, anak sekecil Alva sudah ditempa kerasnya kehidupan berkali-kali.

Dion tersenyum sumringah, "Hai! Masih inget aku ga?"

Alva yang pada mulanya hanya menatap jari-jari kakinya, kini mendongak. Ah! Ia kenal kakak itu!

"Kak Dion!"

Maka sedetik kemudian, tautan tangan Alva pada ibu panti pun terlepas. Alva berlari riang menuju Dion yang langsung menangkapnya, "Hei, lain kali jangan lari lagi ya. Nanti kamu jatuh. Untung kakak tangkap ini."

Alva terkikih saja. Namun ia sadar sesuatu. Kakak ini tidak sendirian. Melainkan ada dua lelaki dewasa lainnya yang ikut tersenyum senang.

Duh, Alva malu. Ingin menangis saja rasanya..

"Aduh jangan nangis dong. Emang aku nakutin ya? Maaf, maaf."

Itu Leo. Berusaha mengambil alih Alva dari pelukan Dion sebelum tangannya dicubit keras oleh Mattew, "Jangan bertingkah. Anak itu masih asing dengan kita. Biar dia pendekatan dulu sama Dion."

Dih, tidak adil. Ia kan juga ingin menimang anak mungil itu. Melihatnya saja sudah membuat hatinya tenang. Apalagi kalau ia peluk dengan kasih sayang, jadi pengen.

"Kamu kenapa nangis?" Akhirnya Dion bersuara. Mengabaikan Leo yang memaksa untuk menggendong Alva.

"Atut.."

"Takut sama Leo?"

"Hum?" Alva memiringkan kepalanya. Merasa asing dengan nama tersebut.

Dion tertawa geli. Benar-benar imut! "Ini namanya Leo. Kamu bisa panggil dia Leo. Dia adik kakak. Nah yang ini, daddy Matt. Dia daddy kakak."

Alva merengut lucu. Bolak-balik melihat Mattew dan Leo, seperti memikirkan sesuatu.

"Alo daddy!"

Mattew tersenyum haru. Ia mengambil alih gendongan Dion. Dipangkunya Alva sembari puncak kepala diusap, "Iya sayang? Jadi anak daddy ya? Mau?"

Alva mengangguk saja. Ia terlalu pusing dengan beberapa kata yang ketiga lelaki ini ucapkan.

"Bu, saya sudah membawa berkas-berkas untuk mengadopsi Alva. Silahkan dibaca."

Ibu panti tersenyum senang. Ia tidak perlu lagi membaca dokumen tersebut karena sudah pasti Alva akan aman di tangan mereka, "Bapak boleh membawa Alva hari ini juga. Saya siapkan dulu barang-barangnya ya. Alva, ayo kemas barangmu."





























Welcome, Alva!
Vote dan komen ya teman-teman

Kamsiaaa ❤️

ALVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang