Setelah seharian di pesawat, akhirnya kelima laki-laki Altezzio sampai juga di New York. Itupun setelah melewati drama Alva yang merengek minta turun padahal baru 1 jam di pesawat setelah transit.
Flashback on
"Tuyun.. mau tuyun.. Dad.. ayo tuyun.."
Alva dengan linangan airmata yang siap turun membasahi pipi, memaksa Mattew untuk segera turun dari pesawat. Kerah baju Mattew ikut ditarik-tarik oleh bocil ini.
"Bosen ya sayang? Mau apa? Makan? Nonton?"
Alva menggeleng, "No, dad. Dah nonton."
Benar juga. Sedari tadi Alva sudah menonton film yang tersedia di pesawat. Namun baru 1 jam, ia sudah bosan dan merengek untuk turun saja.
Memang sih pesawat yang mereka tumpangi nyaman. Mattew sendiri yang memesan 5 kursi business class untuk ia dan anak-anaknya. Tapi Alva hanya bisa duduk dan rebahan, tidak bisa berlari kesana kemari dan menganggu para maid seperti yang biasa ia lakukan di mansion.
"Terus kamu mau apa, sayang? Coba bilang ke daddy."
"Mau tuyun."
Mattew menghela napas, "Tunggu dulu sebentar ya. Alva tidur aja mau ga? Nanti bangun-bangun udah sampe lho."
Saran dari Mattew sepertinya patut dicoba. Akhirnya Alva merebahkan diri dan mencoba tidur.
Setelah memastikan Alva benar-benar tidur, Mattew kembali fokus ke laptopnya untuk memantau perkembangan kantor. Kalau bukan karena mendesak, ia tidak akan mencampuri urusan pribadi dengan kerjaan.
"Princess sudah tidur dad?" Tanya Keenan yang baru selesai menonton dari kursi belakang. Jarak kursi antara ia dan Alva tidak terlalu jauh. Makanya ia bisa tau apa yang barusan terjadi dengan adiknya.
Mattew mengangguk, "Jangan diganggu. Ia baru terlelap."
Dih, pak tua ini sensi sekali. Padahal kan Keenan hanya mengecek keadaan adiknya. Mendengar rengekan Alva membuatnya tidak bisa fokus dari tadi. Khawatir jika rengekan itu membuat dada Alva sesak.
"Mau tukar tempat denganku, dad?"
Pertanyaan itu mampu membuat atensi Mattew teralihkan sepenuhnya. Ia memandang remeh Keenan.
"Nanti jika Alva bangun dan merengek lagi, kamu bisa menenangkannya?"
Keenan mengangguk yakin. Ayolah, dirinya sudah banyak belajar menangani anak kecil dari Youtube. Hal ini tentu mudah baginya. Apalagi Alva merupakan tipe anak yang mudah terdistraksi perhatiannya.
"Oke, kalau sampai daddy mendengar tangisan Alva, kamu kembali ke tempatmu." Mattew mengemas laptop serta tas jinjingnya dan berlalu ke tempat duduk Keenan.
Baru saja Keenan menyamankan duduknya, Alva terbangun dan sedikit merengek, "beyum campe.. daddy boong!"
"Hei ini abang. Sini liat abang sini. Mau abang pangku?"
Alva mengucek kedua matanya yang masih mengantuk sebelum tangan Keenan menahannya, "Jangan dikucek dong matanya. Nanti sakit."
"Ennan cini? Daddy mana?"
'Didepannya ada cowo ganteng, masih aja nyari si tua bangka. Sialan.' Batin Keenan dengan senyum yang masih terpatri. Tidak mungkin ia menunjukkan muka masamnya didepan sang adik.
"Daddy duduk di tempat abang tadi. Tuh liat. Daddy lagi buka laptop, berarti sibuk. Sama abang aja ya disini." Keenan menunjuk kursi belakang yang ditempati Mattew. Alva mengangguk saja. Kalau daddy sibuk, Alva tak boleh menganggu. Itu yang selalu Alva tanam dalam pikirannya.
"Ennan.."
Dalam hati Keenan menjerit heboh. Bagaimana adiknya bisa selucu ini, "Apa manisku?"
"Apan campe? Cakit.." Tunjuk Alva pada bokongnya. Sebenarnya sudah terasa nyut nyut sejak ia merengek tadi, namun sekarang rasanya makin sakit. Kapan sampainya, sih?
"Makanya kamu abang pangku sini. Gabakal sakit."
Modus. Jangan percaya, Alva.
"Okay."
Nah kan. Baru dibilangin.
Keenan membuka kedua tangan untuk menangkap Alva yang berhasil melompat dari tempat duduknya, "Sekarang hadap dada abang. Biar bokongmu abang elus-elus."
Alva pun berhasil tertidur kembali dengan elusan tangan Keenan pada bokongnya. Sesekali Keenan mengecup pucuk kepala sang adik agar lebih nyenyak.
Kasihan Alva, pengalaman pertamanya naik pesawat justru di penerbangan yang berdurasi sangat lama. Keenan mengecup kembali pucuk kepala Alva. Adiknya pasti lelah.
Flashback off
"Ini apa?"
Alva menangkap partikel kecil berwarna putih yang terus menerus turun dari langit. Ia tidak pernah melihat ini sebelumnya. Kakek pun belum pernah memberi taunya. Alva jadi rindu kakek..
"Itu salju, sweetheart. Dingin kan?" Mattew menggendong bungsunya setelah memberikan tas dan koper mereka ke bodyguard.
"Diyumah ndak ada."
Celetukan polos dari Alva membuat keempat pria disampingnya terkekeh. Lucu sekali. Ditambah hidung si kecil yang nampak memerah karena dingin. Berkali-kali lipat lucunya.
"Salju cuma ada di negara empat musim. Nanti kalo Alva mau salju, kakak buatin salju-saljuan." Ucap Leo yang mendapat teplakan dari Dion.
"Kayak lo bisa aja buatnya!"
Leo tak terima. Enak saja ia diremehkan, "Bisa lah. Gini-gini juga gue kreatif. Emang lo? Otak dipake buat julid doang."
Baru saja Dion ingin membalas perkataan Leo, Keenan sudah berdehem agak keras. Kedua makhluk ini susah sekali akur, banyak omong, dan kurang ajar. Sejenak Keenan tak percaya jika mereka adalah adiknya.
"Sudah, sudah! Kalian ini baru sampai ribut mulu." Mattew yang masih menggendong Alva berjalan menuju mobil jemputan, diikuti oleh Keenan. Leo dan Dion? Meneruskan perdebatan mereka yang tertunda.
Karena stroller sudah ikut dimasukkan ke bagasi mobil, jadilah Mattew menggendong Alva dari pintu keluar bandara hingga parkiran mobil yang jaraknya cukup jauh. Ia tidak ingin si kecil lelah karena berjalan.
Keenan menawarkan untuk menggendong Alva, namun ditolak.
Mattew ingin menghabiskan waktu bersama si kecil sebelum disibukkan dengan perusahaan esok hari."Al—"
Ucapan Mattew terpotong saat seorang wanita datang memeluk Keenan. Yang dipeluk? Kaget. Ia tidak siap menerima pelukan.
"Keenan! Lama banget kita ga ketemu.. kangen kamu!"
Wanita itu terdengar sangat senang. Ia memeluk Keenan cukup lama.
Mattew tersenyum geli. Anak sulungnya sudah seperti kepiting. Kaku dengan wajah memerah.
Siapa ya wanita itu??
Cerita ini ga sepenuhnya happy ya temen-temen, tapi aku janji gaakan ada konflik berat kok. Bagaimanapun, cerita tanpa konflik kurang seru kan?
Sampai jumpa nanti semua, jangan lupa vote dan komen yaa 🤗🤗
Woves u all
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVA
Teen FictionHanya tentang Alva yang tak sengaja terperangkap dalam keluarga Altezzio.