Elisa berhasil menghindari pertanyaan Arsalan tadi pagi. Pemuda itu kembali mengantarnya pulang dengan baik hatinya, meski tadi tak mendapat balasan apapun darinya. Elisa sibuk menghindari Arsalan dari pertanyaan mengenai alasan seragamnya basah saat di kamar mandi.
Mobil Arsalan terhenti didepan pekarangan rumah Elisa. Ia akan segera beranjak setelah mengucapkan kalimat terima kasih.
"Makasih buat seragam sama udah nganterin gue pulang. Lo hati-hati di jalan," ucap Elisa tersenyum. Ia akan membuka pintu mobil Arsalan namun pemuda itu dengan cepat mengunci pintu mobilnya.
Elisa menjadi gugup, sial sekali dirinya tak bisa menghindar lagi sekarang.
"Lihat gue," perintah Arsalan. Menarik dagu Elisa agar menatapnya.
Terpaksa Elisa menatap wajah Arsalan yang terlihat menahan amarah. Ia menjadi tambah gugup sekarang, seolah mengingat pertemuan pertama mereka dimana Arsalan terlihat marah padanya. Pemuda itu sangat menyeramkan jika sedang marah.
"Ceritain semua, gue gak bisa lo tipu dengan bilang bahwa lo kena kran air atau lo mau bohong dengan berenang di ember toilet sekolah." Arsalan sudah mengantisipasi Elisa untuk tak berbohong.
"Tapi janji jangan bilang siapapun atau bahkan lapor ke guru bk," ucap Elisa mengulurkan jari kelingkingnya.
Pemuda itu menatap saja uluran jari kelingking Elisa. Ia semakin yakin jika masalah Elisa cukup serius, sama sekali tak ada minat untuk menautkan jarinya.
Elisa menurunkan jarinya ketika tak ada tanda-tanda Arsalan akan mengulurkan jari kelingkingnya.
Dipandangi Arsalan terlalu lama semakin membuat hawa sekitar mendingin.
"Gue tadi pagi kena buli sama Haura, Mikaila dan Raline," ucap Elisa memutuskan untuk bercerita. Ia menatap Arsalan yang tak ada minat untuk memotong ceritanya.
"Dia minta gue buat jauhin lo dan teman-teman lo, gue iyain aja karna gak mau memperpanjang masalah. Lalu waktu gue dipersilahkan keluar, dia nyiram baju belakang gue, untung gak pakai air kotor," lanjut Elisa. Ia tersenyum canggung, berharap bisa menenangkan Arsalan.
Kepalan tangan Arsalan semakin menguat, ia menatap tak terima. Kenapa tidak sejak tadi pagi Elisa mengatakan hal ini. Ia bisa membalas ketiga siswi kecentilan dan tak berguna itu.
"Gini lo bilang gak perlu lapor bk? Lo gak sakit, kan, Karaline!" Tekan Arsalan.
Elisa segera menahan tangan Arsalan yang mengepal, ia menatap Arsalan dengan memohon.
"Gue bukannya gak mau. Lo gak bakal paham kalau belum pernah jadi korban bullying. Mereka satu kelas kita, setelah dipanggil dan diberi peringan oleh Bk, apa yang mereka lakukan? Apa setelahnya akan meminta maaf, insaf atau merubah diri? Sayangnya itu cuma ada dalam khayalan korban bullying. Mereka akan semakin liar ketika dibelakang dan tanpa pengawasan guru konseling, semakin menindas, semakin kasar, semakin gak terima karna perbuatannya mendapat hukuman. Gue tau apa yang akan terjadi setelahnya, makannya gue gak lapor kemanapun, gue gak mau tambah panjang, gue gak mau semakin diusik, gue gak mau Arsa." Elisa berucap dengan menggebu, dadanya naik turun.
Mengingat kehidupannya dulu pernah menjadi korban perundungan. Ia pernah melapor pada guru dan apa respon mereka, hanya berkata jika itu candaan pada sesama teman. Jikapun mereka mendapat hukuman, aksi bullying itu bukannya berhenti namun semakin parah untuk korban. Entah terbuat dari apa pemikiran dan hati para pelaku bullying tersebut.
"Gue mohon Arsa, jangan laporin mereka," ucap Elisa menangkup tangan Arsalan.
Pemuda itu menatap Elisa tak percaya. Ia tak tau jika Elisa pernah mengalami hal demikian sebelumnya. Kenapa harus Elisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in You (Selesai)
Short Story🌼Perpindahan jiwa musim 4 🌼 follow akun author sebagai dukungan. silahkan berkunjung ke lapak author untuk membaca cerita yang lainnya. Karalina yang meninggal dunia, tiba-tiba terbangun di tubuh Elisa Karaline. Si antagonis kedua dari novel yang...