12.

316 27 4
                                    

18 by One Direction

"Soo-ya, aku ingin tahu perasaanmu sesungguhnya."

"Perasaan?" Eunsoo cegukan. Tepar di meja makan. Sembari tertawa-tawa tidak jelas. "Sejak kapan kau peduli pada perasaanku, hah?! Kau hanya peduli pada Jian. Karena yang selalu ada di sisimu hanyalah dia, bukan aku. Bahkan saat terakhir pun kau hanya diam dan tidak mencegahku pergi. Terlambat tauk, kau tanya perasaanku setelah sekian lama! Dasar Hyunwook babi!!!"

Habis mencecar, Eunsoo meraih botol hijau. Itu botol soju keempat yang ia habiskan sendirian untuk ia tuangkan pada gelas kecil miliknya. Terlambat, karena Hyunwook gesit merebutnya lebih dulu. Bibir Eunsoo praktis membebek tidak senang.

"Kau mabuk parah." Hyunwook memperingati.

"Memang kenapa?! Sejak aku bertemu denganmu lagi, kau selalu memaksakan kehendak seolah kita masih seperti dulu. Padahal kenyataannya kau dan aku bukan siapa-siapa yang berhak melarang ini itu. Kau asing dan akan tetap seperti itu sampai kapanpun."

Ibarat tangan, kosakata yang keluar dari mulut berisik itu sudah menampar Hyunwook berkali-kali. Pemuda itu mendesah lelah. Ada banyak penyesalan yang ingin diutarakan, tapi ia yakin jika diungkapkan sekarang di saat Eunsoo dalam keadaan mabuk begini, Hyunwook rasa bukan momen yang ideal. Justru akan menjadi kenangan memendek. Besoknya setelah Eunsoo sadar sepenuhnya, segala ungkapan kejujuran Hyunwook bakal hilang. Hyunwook tak mau itu terjadi dan akan membicarakannya di waktu yang dirasa tepat.

Hyunwook memanggil pemilik resto dengan gestur tangan terangkat. Pemilik resto datang. Hyunwook meminta tagihan lantas mengeluarkan tiga lembar sepuluh ribu won dari dompetnya tanpa meminta kembalian. Pemilik resto mengucapkan terima kasih banyak-banyak.

Sekarang Hyunwook perlu membawa Eunsoo keluar. Ide pulang bukan opsi terbaik. Merasa kalau ia akan kesulitan membawa Eunsoo pulang dalam keadaan teler begini. Maka Hyunwook sudah memikirkan sebuah motel tak jauh dari sini. Ia juga sudah memesan kamar lewat ponsel pintarnya.

Ia jongkok di depan Eunsoo membelakanginya. "Ayo, pulang. Kau butuh tidur."

"Aku belum selesai memakimu!" Eunsoo meracau sambil memukul bahu Hyunwook.

Hyunwook tidak kesal. Atau bahkan marah saat Eunsoo muntah di punggungnya. Ia hanya sedih dan merasa bersalah. Karena dia, Eunsoo menderita begini. Hyunwook memikirkan balasan yang setimpal untuk dirinya, juga hadiah apa yang bagus untuk menebus kesalahannya. Sayangnya sekaya apapun dia sekarang, belum tentu segala kesakitan yang Eunsoo terima hangus begitu saja.

"Memakinya kalau sampai rumah saja. Di sini ada banyak pengunjung yang akan menganggap kau gila."

Pipi memerah yang digembungkan kesal dan kepala terkulai di bahu Hyunwook, adalah bukti Eunsoo kalah pada keadaan. Hyunwook meletakkan kedua lengan Eunsoo melewati kepalanya untuk ia lingkarkan di sekitar leher. Lalu mengangkat bobot Eunsoo di punggungnya dengan hati-hati. Ia keluar, udara malam pada pukul setengah sepuluh malam. Belum cukup larut untuk berkeliaran di Hongdae yang semakin ramai.

"Kenapa kau dan Jian suka sekali main rahasia-rahasiaan!" Eunsoo melantur dengan keadaan mata terpejam dan kepala terkulai di bahu Hyunwook.

"Kau harusnya bilang sejujurnya apa yang terjadi di antara kalian, Wookie."

Motel berjarak tak lebih dari dua puluh meter dari restoran. Ketika Eunsoo meracau begitu, mereka sudah sampai.

Seorang resepsionis memberikan kartu penginapan serta melakukan konfirmasi. Hyunwook mendapatkan nomor kamar 600. Menyentak sebentar tubuh Eunsoo yang melorot. Baru Hyunwook berjalan menuju kamar pesanan.

Ia menempelkan kartu pada gagang pintu di lantai empat. Sedetik kemudian pintu terbuka. Lampu menyala otomatis, begitu Hyunwook menaruh kartu pada sebuah kotak yang tertanam di dinding.

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang