Prolog

56.6K 931 69
                                    

Pria itu memasukkan USB ke dalam laptopnya dan menekan 'play'.

Sebuah video seorang wanita muncul. Duduk di atas ranjang hanya mengenakan celana dalam putih dan sepatu hak tinggi berwarna merah. Payudaranya yang kecil tapi padat terpampang jelas dalam gambar.

Wanita itu terlihat berusaha menutupi wajahnya yang memerah sementara kamera bergerak menjelajah. Mulai dari kaki jenjang wanita itu, perlahan naik menyusuri pahanya yang mulus, ke daerah kewanitaannya yang tertutup celana segitiga berwarna putih, menuju perutnya yang rata, dan terakhir ke dadanya yang molek sebelum kembali ke wajah yang setengah tertutup jemari.

"Sean, hentikan! Kau membuatku malu!" jerit wanita di dalam layar yang sepertinya di tujukan kepada si pemegang kamera. Mata wanita itu membentuk lengkungan bulan sabit karena sedang tertawa.

Suara decakan terdengar.

"Aku kan suamimu, May. Tidak perlu malu, hm? Ayo, turunkan tanganmu. Biar suamimu ini bisa melihat wajah cantikmu ketika aku sedang berada di luar kota dan merindukanmu."

Suara tawa terdengar dari wanita di depan kamera.

Wanita itu menggeleng sambil terus berusaha menahan tawa seakan apa yang dilakukannya adalah hal yang sangat memalukan.

"Tidak, Sean," balas wanita itu terengah. "Bagaimana kalau seseorang mencuri video ini dan menyebarluaskan? Habislah reputasiku nanti."

Pria di balik layar menggeram.

"Ach! Tidak akan ada orang yang melihat ini selain diriku, May. Percayalah. Ayo, turunkan tanganmu."

Wanita itu akhirnya menurut. Perlahan diturunkannya tangannya ke bawah. Tidak salah, wanita dengan wajah berbingkai rambut hitam itu memang cantik. Dengan pipinya yang bulat dan bibirnya yang merah, wanita itu bisa saja terlihat seperti murid SMA bagi mereka yang tidak kenal. 

"Sekarang mainkan putingmu sendiri, Baby."

Suara pria di dalam video terdengar. Diikuti dengan suara cekikikan dari wanita bernama May itu.

"Apa? Jangan, ah! Aku malu," wanita itu membalas dengan wajah yang kian memerah, mau tidak mau membuat wajah kaku pria yang sedang menonton sedikit tersenyum samar.

"Ayolah, Sayang. Pura-pura saja kau sedang menggodaku. Biar aku punya tontonan jika sedang berada di luar kota dan rindu padamu. Lebih baik menonton istri sendiri daripada aku nonton video porno kan?"

Senyuman May menghilang. Wanita itu terlihat berpikir, sebelum kemudian mengangguk.

Perlahan tangan mungil yang tadinya ada di atas kasur bergerak naik, menuju ujung dadanya yang merah muda. Telunjuk kanan wanita itu menyapu, mengitari kuncup dadanya yang mulai merekah sambil mendesah pelan.

"Ah ya...ya.. begitu...." Pria di balik kamera ikut mendesah. "Buka pahamu lebar-lebar, Baby."

Wanita itu menurut. Tanpa menghentikan tangan kanannya, May menarik kedua pahanya melebar, memperlihatkan bagian pangkal pahanya yang tertutup celana dalam putih yang kini setengah basah.

Sebuah tangan terjulur dalam layar, sepertinya tangan si pemegang kamera yang adalah suami May. Dengan kasar, tangan itu mengusap-usap selangkangan May yang ada di depannya.

"Kau suka, kan, Baby? Lihat kau sudah basah walaupun belum kusentuh," geraman itu terdengar. Sangat kental dengan keinginan dan gairah.

Wanita di dalam layar mengigit bibir bawahnya sambil mengangguk. Matanya yang bulat setengah terpejam ketika pria di belakang laptop akhirnya menekan tombol 'pause' dan membekukan layar.

Pria itu kemudian menyalakan sebatang rokok sebelum menyandarkan punggungnya ke belakang. Sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, Stone mendongak ke arah pria yang berdiri di depannya. Ia menghembuskan asap rokoknya keluar sambil mempelajari pria itu sejenak. Mengenakan jas dan kemeja licin bermerk, jam tangan mahal, bahkan membawa seorang bodyguard, Stone tahu bahwa pria yang berdiri di depannya bukanlah pria biasa melainkan Sean Kettle, pemilik Kettle Properti. 

"Jadi," Stone memulai. "Kau mengatakan bahwa kau tidak sanggup membayar hutangmu kepadaku lalu sebagai gantinya kau hendak menjual istrimu?"

Pria yang ada di depan Stone menelan ludahnya dengan susah payah sebelum kemudian mengangguk. Stone bisa melihat pria itu berkeringat walaupun udara di dalam ruangannya dingin.

Stone mengeluarkan sebuah suara yang terdengar seperti ejekan.

"Bukannya aku meremehkan istrimu, Sean, tapi aku memiliki banyak wanita cantik, yang kubutuhkan adalah uang. Apa yang membuatmu mengira bahwa hutang lima juta dollar bisa dibayar dengan seorang wanita? Bukan perawan pula."

Sean melangkah maju, hanya sejangkah sebelum anak buah Stone yang berdiri di sebelah ruangan mendorong pria itu balik ke belakang.

Body guard Sean berlagak seakan hendak membela majikannya dengan menegakkan punggungnya, sebelum kemudian mengkerut kembali ke belakang ketika melihat bahwa dirinya hanya seorang, melawan 4 orang di dalam ruangan.

Sean meraih saputangan dari dalam saku celana dan mengelapkannya ke dahinya.

"S-saya mengerti," Sean menjawab sambil memasukkan saputangan kembali ke saku. "Tapi May bukan wanita biasa. Ia adalah seorang artis papan atas. Jelas-jelas bernilai jauh lebih berharga dari wanita biasa. Ia pandai berakting. Tuan bisa memerintahkannya untuk bermain film biru. Benar ia belum berpengalaman, tapi seperti yang Tuan lihat, istri saya memiliki badan yang bagus, tentunya orang akan membayar banyak untuk menonton. Atau... atau Tuan bisa mempekerjakannya di rumah pelacuran untuk membantu menyicil hutang-hutang saya."

"Aku bukan sutradara dan aku tidak memiliki rumah pelacuran." Stone menyesap rokok di tangannya dan menghembuskannya perlahan, membiarkan Sean terlihat gelagapan selama beberapa detik.

Lucu bagaimana orang-orang seperti Sean bertingkah. Orang-orang miskin biasanya akan menggadaikan harta benda mereka untuk membayar hutang, tapi orang dari kalangan atas seperti Sean lah yang justru menawarkan wanita mereka sebagai pelunasan.

Mereka mengatakan dirinya seorang monster berdarah dingin, memandangnya rendah karena dari mana ia berasal dan apa yang menjadi pekerjaannya, tapi di dalam ruangan ini, bahkan iblis tahu siapa monster yang sesungguhnya.

Stone menatap kembali layar laptop yang ada di depannya. Wajah wanita itu masih membeku di dalam layar, menatap setengah terpejam dengan kaki membuka lebar.

"Tapi baiklah," Stone menekan ujung rokoknya yang masih panjang ke dalam asbak. "Menghargai kerja sama yang sudah kita jalin selama ini, aku akan menerima istrimu sebagai pembayaran. Ia akan menjadi milikku untuk kugunakan sesuka hati, setuju?"

Sean menelan ludahnya dengan susah payah sebelum kemudian mengangguk.

***

***

Note: Jangan lupa vote dan komen plis

Stone [SUDAH TERBIT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang