25. Dua Sisi Stone Black

10.7K 499 101
                                    

Note: Disclaimer! Peringatan! Disturbing scene! Bab ini mengandung kekerasan yang cukup mengganggu. Bagi yang lemah perut, bisa di skip. Yang merasa kuat, selamat membaca. Kutunggu komen kalian.

***

***

May turun ke bawah dalam gandengan tangan Stone dan merasa sedikit lega ketika menemukan wanita berambut pirang yang tadi pagi dilihatnya sudah tidak ada. Sungguh aneh rasanya, baru beberapa menit yang lalu ia merasa mual karena mengira bahwa suaminya sudah meniduri wanita lain sementara sekarang ia merasa mual karena pria itu hendak membunuh seseorang untuknya. Betapa cepatnya hal berputar balik dalam waktu singkat.

Tangan Stone sudah berada di gagang pintu depan ketika pria itu berhenti.

"Ingat, my snow," pria itu berkata sambil tersenyum. "Ia tidak akan bisa menyakitimu. Kau aman bersamaku."

"Okay," May mengangguk. Ia tidak tahu apa yang akan ditemuinya ketika Stone membuka pintu, tapi wajah seorang pria yang babak belur bukanlah apa yang ada dalam bayangan.

Lutut May seketika menggigil dan tenggorokannya mengering. Ia menoleh ke arah Stone yang ada di sebelahnya.

"S-stone," May membisik sambil meremas lengan pria itu.

"Aku di sini, Sweetheart," Stone berbisik ke telinga May. "Apakah ia orang yang melukaimu?"

Otis yang berjalan mendekat dan duduk di depan May membuat wanita itu merasa lebih percaya diri. Ia pun menolehkan kembali wajahnya ke arah pria itu.

Pria itu berlutut dengan wajah menunduk di driveway halaman rumah. Rambutnya basah kuyup seakan habis disiram air. Alisnya robek dan dari lukanya mengucur darah yang kini menodai kaos putih yang dikenakannya.

Angelo dan Jet berdiri di sebelah kanan dan kini pria itu. Hilang sudah wajah penuh tawa yang dilihat May dari keduanya semalam. Keduanya terlihat serius dan kaku, dengan pistol terselip ke dalam celana jeans yang mereka kenakan. Di belakang mereka, beberapa anak buah Stone berdiri mengawasi. Semua dengan wajah sedingin Angelo dan Jet.

May masih berdiri kaku di sebelah Stone ketika pria itu mendongak. Mata pria itu tidak lagi kekasar ketika pria itu menindih dan memaksakan dirinya sendiri kepadanya. Sepasang mata itu kini menatapnya penuh dengan rasa takut, mungkin sadar karena sekarang keadaan sudah terbalik.

"Ya," May membisik dengan suara gemetaran. "Itu Bruce. Sepupu Sean. Ia lah yang meninggalkanku di Hotel Starlight setelah memperkosaku."

"M-may!" Bruce menjerit begitu mendengar jawaban May. "A-aku tidak bersalah. Aku tidak meninggalkanmu. Sean lah yang menjualmu. May! Ini tidak adil."

Mengabaikan teriakan Bruce, Stone membalik dan menempatkan dirinya di depan May.

"Aku sangat bangga kepadamu, Baby," pria itu berkata sambil meraih wajah May dan mengecup kening wanita itu. "Aku perlu kau masuk ke dalam sekarang. Aku akan menyelesaikan semuanya."

May tidak ingin meninggalkan Stone tapi ia juga tidak yakin ia ingin melihat apa yang akan terjadi.

Tahu bahwa kemungkinan besar ia akan muntah atau menangis jika melihat apa yang akan dilakukan oleh Stone kepada Bruce, May mengangguk.

May sudah hendak membalik untuk masuk ketika didengarnya suara Bruce yang menjerit.

"May...! May....! Tunggu, May! Maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukaimu. Sungguh. Please, May. Jangan biarkan mereka menyakitiku."

"Hei! Shut the fuck up!" Jet menyalak sambil menjatuhkan pukulan ke wajah pria itu hingga tersungkur.

"Please, May," Bruce masih berusaha untuk menjerit. "Please...please... please... jangan tinggalkan aku, May."

Mendengar itu sesuatu dalam dada May terbakar. Ia melangkah melewati Stone dan menjerit ke arah Bruce, "Sekarang kau memohon padaku, huh?"

May bisa merasakan suaranya gemetaran oleh rasa takut, tapi tangan Stone yang kemudian meraih lehernya dari belakang dan mengelus pelan membuatnya merasa aman dan terlindungi.

"Apakah kau sudah lupa apa yang kau lakukan ketika aku memohon kepadamu untuk berhenti?" May melanjutkan dengan suara yang kini terdengar lebih stabil. "Apakah kau lupa bagaimana aku menangis dan menjerit kesakitan ketika kau mengikatku ke ranjang dan memaksakan dirimu padaku sepanjang malam? Sekarang kau memohon padaku, apa menurutmu yang akan kulakukan? Biar kuberitahu apa yang akan kulakukan. Aku akan mengabaikanmu sama seperti kau mengabaikanku malam itu. Kau bisa membusuk di neraka bersama orang-orang sepertimu."

May menoleh dan meremas lengan Stone untuk memberitahu pria itu bahwa ia baik-baik saja. Kemudian, tanpa menoleh ke arah Bruce yang masih merengek dan memohon, May membalik dan berjalan kembali ke dalam rumah.

May mendengar Stone memberi perintah kepada Otis yang langsung berlari masuk ke dalam untuk mengikutinya.

Begitu berada di dalam, May langsung berlari naik ke atas dan masuk ke dalam kamar. Meski takut, ia ingin melihat apa yang terjadi dari jendela kamar yang ia tahu mengarah ke bagian depan halaman rumah.

Bersembunyi di balik korden yang tertutup, May mengintip. Ia langsung melihat Stone. Pria itu menjulang lebih tinggi dari yang lain dan badannya yang besar sulit untuk diabaikan.

Sesuatu yang berbulu menyenggol paha May. Otis yang tadinya berdiri kini duduk merapat di bawah kakinya dan ikut melongokkan kepala besarnya keluar seakan penasaran.

Mengabaikan binatang itu, May kembali menolehkan wajahnya keluar. Matanya langsung melebar ketika ia melihat Angelo dan Jet menarik lengan Bruce hingga berdiri. Salah satunya kemudian meraih resleting celana Bruce dan menariknya turun. Bagian bawah tubuh Bruce langsung terekspos sementara pria itu terlihat menjerit dan meronta.

May melihat Stone mendekat. Dengan tenangnya pria itu menarik pisau lipat dari dalam saku dan membukanya, menampakkan kilauan benda keperakan yang sanggup membuat siapapun yang ada di depannya mengompol karena ketakutan.

"Ya, Tuhan," May menarik napas sambil mengatupkan tangannya ke bibir ketika melihat Stone meraih ke bagian bawah tubuh Bruce yang tidak lagi tertutup celana.

May mendengar Bruce menjerit dan meronta. Tapi percuma, dengan Jet dan Angelo di kanan dan kirinya, pria itu tidak bisa ke mana-mana.

Angelo membekapkan tangannya ke mulut Bruce sementara Stone menggoreskan pisaunya dan mulai menyayat daging yang ada dalam cengkeramannya perlahan.

Teriakan Bruce yang terpendam memenuhi udara sementara badan pria itu terlihat menggigil dan mengejang. Darah kini mengalir keluar dari antara paha pria itu dan menggenang di bawah kakinya.

Ketika benda dalam genggaman Stone akhirnya putus dan terlepas dari tubuh Bruce, Stone berkata sesuatu kepada Angelo yang kemudian membuat pria itu melepaskan bekapan tangannya.

Begitu Bruce membuka mulut untuk menjerit, Stone menjejalkan daging yang baru disayatnya ke dalam mulut Bruce.

Lutut May langsung gemetaran ketika melihat Stone membekapkan tangannya yang berlumuran darah ke mulut Bruce seakan memaksa pria itu untuk menelan. Wajah kaku Stone ketika melakukannya membuat jantung May berdetak dengan kerasnya ia sepertinya hendak pingsan.

Inikah suaminya yang sesungguhnya?

Bagaimana mungkin pria lembut yang memeluknya sepanjang malam dan membelai rambutnya adalah pria sama dengan yang kini sedang memaksa Bruce untuk menelan organ tubuhnya sendiri?

Inikah mengapa semua orang menakuti Stone Black?

Kaki May kehilangan kekuatannya dan ia pun merosot jatuh ke lantai dengan wajah memucat.

***

****


Stone [SUDAH TERBIT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang