26. Prince Charming or Monster

10.8K 486 84
                                    

May merosot ke bawah.

Tidak mampu lagi menonton apa yang terjadi, May meraih Otis dan menjalankan tangannya mengelus bulu tebal binatang itu sambil duduk merenung.

Bibirnya yang sobek karena terkena tamparan saja terasa perih hingga berhari-hari. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya seseorang mengiris organmu dengan pisau dan memaksamu menelan potongannya.

Entah berapa lama May duduk di belakang jendela, ketika Stone akhirnya datang dan menemukannya, pria itu menghela napas sambil menggarukkan ibu jarinya ke rahangnya yang keras.

May mengedip menatap pria itu. Disadari May, pria itu pasti sudah membersihkan diri. Stone terlihat mengenakan pakaian yang berbeda dari yang dikenakannya sebelumnya dan tangan itu sudah tidak lagi berjejak darah.

"Apa yang kau lihat, my snow?" pria itu bertanya sambil melangkah mendekat.

Ketika May tidak menjawab, Stone membungkuk dan mengangkat May ke dalam gendongan. Pria itu membawa May ke balkon dan duduk sambil memangku May.

Di kejauhan, May melihat dua orang anak buah Stone berjalan menuju dek di mana sebuah motor boat sudah menunggu. Keduanya membawa sebuah peti kayu besar dan seketika May sadar apa yang terjadi.

"A-apakah itu Bruce?" May membisik tanpa bisa mengalihkan pandangannya dari kotak kayu yang kini diturunkan ke dalam perahu boat.

"Ya," Stone mengaku.

"Apakah mereka akan membuangnya ke laut?" May bertanya ketika melihat perahu boat bergerak dan menjauh.

"Benar."

Suara Stone terdengar tenang, tapi May bisa merasakan pria itu sedang mengamati dirinya dari belakang punggung. Mungkin memastikan ia tidak pingsan atau semacamnya.

"M-mengapa kau mengebirinya?"

"Ia tidak layak menjadi seorang pria. Semudah itu alasanku. Apakah kau melihatku membunuhnya?"

"Tidak," May menggeleng. "Aku tidak mampu melihat apapun sesudah melihatmu mengiris organnya. Kurasa aku tidak seberani yang kukira. Ia mati karena keputusanku dan aku bahkan tidak mampu melihatnya. Betapa pengecutnya diriku."

"Aku lega kau tidak melihatnya," Stone berkata pelan. "Dan kau jauh dari kata pengecut, my snow."

Tangan Stone yang lebar bertumpu ke paha May. Ibu jari pria itu dengan lembut mengelus sambil melanjutkan, "Dengar, ada alasan mengapa aku tidak ingin kau melihatnya. Aku tidak ingin kau berpikir bahwa aku adalah seorang monster, tapi kenyataannya itulah diriku."

May menoleh untuk membelajari wajah Stone yang kini berada sangat dekat dengannya. Jejak jenggot yang ada di rahang pria itu terlihat lebih jelas dari sebelumnya, mungkin karena pria itu tidak bercukur selama beberapa hari, tapi mata tajam itu masih sejelas dan sebiru ketika May pertama melihat.

Rambut stone yang sedikit panjang di bagian atas melambai tertiup angin. Membuat May tidak mampu menahan tangannya untuk meraih dan menyisir.

"Kau bukan seorang monster, Stone," May berbisik lirik sambil menyusurkan jemarinya ke helaian rambut pria itu.

"Aku mungkin tidak terlihat seperti itu di matamu sekarang, my snow. Tapi bukan berarti aku tidak memiliki kegelapan dalam pikiranku. Bahkan tentangmu."

May mengerutkan keningnya akan ucapan Stone.

"Kegelapan seperti apa yang kau maksud?"

"Kau tahu aku tidak mungkin menyakitimu," pria itu berkata sambil menangkup wajah May dan menjalankan ibu jarinya melalui bekas luka di bibir wanita itu yang mengering. "Tapi bukan berarti aku tidak ingin menciummu dengan sangat dalam hingga luka ini kembali membuka, hanya agar aku bisa merasakan darahmu di mulutku. Aku ingin memilikimu, Snow. Seluruh dirimu. Setiap senti dari tubuhmu. Aku ingin mendengarmu menjeritkan namaku sementara aku menghantamkan diriku dalam-dalam dan kau berdenyut mengelilingi kejantananku. Oh, aku ingin sangat banyak hal."

Stone [SUDAH TERBIT]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang