8. Lovely Last Day?

330 57 16
                                    

Tepat setelah pintu tertutup, Oliver langsung menyerang Violet dengan ciuman basah. Perempuan itu tidak memiliki pengalaman sebelumnya, sehingga yang dia lakukan adalah menurut dengan setiap perlakuan yang diberikan Oliver padanya.

Oliver menggiring Violet untuk memasuki kamar miliknya tanpa memutus ciuman. Mereka bergerak tanpa peduli jika harus menabrak barang-barang sekitar.

Oliver merebahkan tubuh Violet pada ranjang yang disusul dengan gerakan cepatnya melepaskan jas yang pemuda itu kenakan. Dia merangkak pada tubuh kecil yang sedang merebah. Membuatnya begitu tak sabar untuk segera menerkam.

Oliver merendahkan wajahnya, hendak kembali melumat bibir semanis madu itu. Namun terhenti ketika Violet menahan dadanya dengan kedua tangan perempuan tersebut.

"Ini--ini adalah pengalaman pertamaku. Jadi--ku mohon pelan-pelan." Kata Violet yang gugup.

Tentu saja Oliver terkejut mendengar itu. Dia tak percaya akan melakukannya dengan seseorang yang yang masih suci. Seks bukanlah sesuatu yang tabu bagi Oliver. Pemuda itu pernah melakukannya dimasa lalu, namun dengan seorang yang suci seperti Violet, sungguh Oliver tidak pernah membayangkannya.

Seketika Oliver menjadi lemas. Dia meletakkan kepala di pundak kanan perempuan itu dengan mendesah panjang.

"Kenapa? Apa kau tidak suka dengan seseorang yang tidak berpengalaman?" Cicit Violet pelan melihat reaksi Oliver saat ini.

Oliver kembali mengangkat kepala. Kini dia menatap lurus dengan ekspresi yang masih tidak percaya. "Kau. Apa kau yakin dengan keputusanmu ini?" Dia berkata untuk mencari kepastian. Bisa saja Violet sedang dirasuki iblis sesaat sehingga memilih untuk mengajaknya tidur bersama.

Tapi sepertinya tidak. Sebab anggukan pelan yang ditunjukkan Violet menunjukkan bagaimana bulatnya keputusan perempuan itu. "Ya. Aku ingin melakukan pengalaman pertamaku denganmu."

"Tapi--kenapa denganku?" Oliver bertanya karena masih tidak yakin dengan jawaban yang diterima telinganya.

Violet menakup sebelah pipi Oliver. Mengelusnya pelan dengan ibu jadi sebelum menjawab menggunakan suaranya yang begitu lembut. "Karena itu kau, Oliver. Karena itu kau jadi aku ingin melakukannya denganmu. Aku ingi mengingat malam ini sebagai momen yang indah dalam hidupku. Jadi, bisakah kau melakukannya untukku dengan lembut?"

Tatapan anak anjing yang ditunjukkan Violet membuat Oliver semakin tak kuasa menahan diri. Matanya menggelap. Kesadarannya sudah sedikit lagi akan menguap. Pemuda itu mengambil tangan Violet yang ada dipipinya. Mengendusnya dengan penuh nafsu sebelum menjawab menggunakan suaranya yang serak sekarang. "Kau benar-benar membuatku gila, Violet."

***

Violet membuka mata dari tidur nya yang begitu nyenyak. Dia menatap langit-langit. Mengingat apa yang telah dia lakukan beberapa saat lalu. Sesuatu yang sungguh tak pernah dia pikirkan sebelumnya. Violet menoleh ke samping kanan. Melihat sosok Oliver yang telanjang dada sedang terlelap dengan tengkurap. Mereka berada di ranjang yang sama. Tanpa busana dan hanya dibungkus dengan selembar selimut yang menutupi.

Langit masih gelap. Violet memiringkan tubuhnya. Sedikit meringis sebab tubuhnya terasa begitu nyeri sekarang. Dia menatap pemuda itu dengan seksama. Menyusuri bagaimana wajah indah itu tertidur dengan nyaman menghadapnya. Ya, Violet mengkui bahwa Oliver memiliki wajah yang diatas rata-rata. Alis yang tebal, bulu mata yang panjang dan lentik, hidung yang tinggi, bibirnya yang cukup tebal dan lembab, serta rahang wajahnya yang tajam. Sungguh tidak ada yang kurang seolah Tuhan sedang bermurah hati ketika membuatnya.

Violet menghembuskan nafas panjang. Entah mengapa dia dadanya tiba-tiba merasa sesak. Mengingat apa yang akan terjadi setelah ini, cukup membuat hati Violet terasa nyeri. Mereka akan berpisah. Mungkin tidak akan bertemu lagi. Sebab Violet memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka hanya untuk satu malam saja.

Kenapa? Karena Violet takut terluka lagi. Dia tidak siap jika harus merasa sakit seperti yang sudah dia rasakan sebelumnya. Jadi Violet memilih untuk tidak bermain-main dengan hatinya lagi.

Violet mendekat. Bergerak dengan pelan agar tidak membuat lelaki itu terganggu hingga membuatnya terbangun. Meski sedikit ragu, dia mengecup pipi Oliver dengan singkat. Membuatnya sebagai bentuk perpisahan yang manis sebelum dia benar-benar menghilang dari kehidupan pemuda itu.

Mata Violet berkaca. Hendak terjatuh, namun dengan cepat menghapusnya. Ya, perempuan itu tidak akan menangisi keputusannya. Dia cukup bersyukur dengan beberapa hari indah yang diberikan oleh Oliver hingga membuatnya lupa dengan rasa sakit hatinya. Jadi dia tidak akan menangisi sesuatu yang sudah diputuskan.

"Terimakasih untuk semuanya Oliver. Ku harap kau tidak akan mencariku setelah ini." Kata Violet sebagai kalimat perpisahan sebelum dia bangun dan beranjak meninggalkan kamar Oliver sebelum pemuda itu terbangun.

***

Oliver terbangun dari tidurnya. Sinar mentari yang telah membumbung tinggi membuatnya mengernyit karena silau. Pemuda itu membalikkan badan dari posisi sebelumnya yang tengkurap. Namun saat dia melihat sisi kirinya, disitulah Oliver seketika terduduk. Membuat selimut yang melingkupinya meluruh dan menampilkan tubuh bagian atasnya yang telanjang.

Tempat itu telah kosong. Tampak rapih dan terasa dingin. Seolah sudah ditinggalkan sejak beberapa saat lalu.

Dia menatap sekeliling. Mencari sosok yang seharusnya berada disampingnya saat ini. Sosok yang memberikannya malam indah yang tidak akan pernah dia lupakan sampai kapan pun.

Oliver tidak menemukan nya. Jadi dia memilih beranjak. Pergi ke kamar mandi dengan tubuh polos tanpa tertutupi sehelai benang pun. Pintu terbuka. Tapi tidak ada seorang pun disana. Disaat itulah Oliver tiba-tiba merasakan perasaan kekhawatiran yang mengganjal.

Oliver kembali dengan tergesa. Hatinya merasa tidak tenang. Dia mengambil pakaiannya yang tergeletak dibawah ranjang. Disitu Oliver sadar bahwa barang-barang Violet yang semalam sudah tidak ada dikamarnya.

"Sial." Oliver mengumpat singkat ketika sesuatu terlintas dalam pikirannya. Tidak. Hal itu tidak terjadi. Otaknya pasti salah sekarang.

Oliver mengenakan pakaiannya asal. Bahkan belum sampai kemeja terkancing sempurna, dia sudah beranjak dari sana. Oliver bergegas berjalan menuju kamar Violet. Mengetuk dengan tidak sabaran sembari memanggil nama perempuan itu.

"Violet!!"

"Violet, apa kau didalam!!"

"Buka pintunya..!!"

Oliver tetap melakukannya, meski tidak ada satupun sahutan dan pintu tetap tertutup. Pemuda itu menyugar surainya kasar. Dia memutar tubuh. Memandangi sekeliling dengan orang-orang yang bergerak membawa koper masing-masing.

Tidak. Tidak mungkin Violet sudah pergi kan? Tidak mungkin Violet meninggalkannya begitu saja setelah malam indah mereka.

Oliver mengambil ponsel di saku yang beruntung dia bawa. Mencari nomor perempuan itu dan memanggilnya. Namun Oliver kembali harus menelan kenyataan pahit. Nomor itu tidak bisa dihubungi.

Oliver melempar ponselnya ke lantai. Membuat retakan parah yang sepertinya tidak bisa diselamatkan. Lelaki itu marah. Sangat marah dengan situasi yang terjadi sekarang. Dia tidak tahu kesalahan apa yang dia perbuat hingga Violet meninggalkannya begitu saja.

Tubuh pemuda itu rasanya begitu lemas. Dia membenturkan kepala di pintu kamar Violet. Tangannya yang terkepal memukul permukaan keras itu tanpa menghiraukan rasa sakit yang sekarang menjalar. Wajahnya mengetat. Giginya bahkan terdengar bergemeretak. Sungguh dia sedang menahan diri untuk tidak menggila sekarang.

"Dia benar-benar membuangku seperti sampah." Geram Oliver dengan amarah nya yang memuncak.

FLAMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang