Sudah lebih dari satu minggu ini Violet dan Dallen berlatih dengan sangat keras. Meski biasanya mereka juga bersunggung-sungguh namun kali ini intensitasnya semakin terasa. Mereka hampir tidak beristirahat sama sekali ketika sedang berlatih. Bahkan keduanya sepakat menambah waktu latihan meski Nyonya Polina sudah pulang beberapa saat lalu.
Violet dan Dallen bergerak diatas ice rink yang licin. Kembali mencoba melakukan gerakan yang belum sempurna menurut keduanya.
Entah sudah yang keberapa kali, Violet dan Dallen mencoba lagi. Keduanya kembali berseluncur. Dallen memegang tangan dan kaki kanan Violet. Membuat perempuan itu harus mampu menjaga keseimbangan dengan berdiri hanya menggunakan satu kaki.
Dallen mulai mengangkat kaki Violet keatas serta menahan tangan kanan perempuan itu. Hingga posisi kepala Violet saat ini berada dibawah. Dallen memutar tubuh mereka. Violet terlihat melayang sedangkan Dallen fokus membuat tubuh itu untuk tetap pada tempatnya. Mereka berputar beberapa kali namun saat putaran terakhir tiba-tiba perempuan itu terjatuh. Kakinya membentur lantai dengan keras. Wajahnya menabrak kaki Dallen. Dallen terkejut dengan Violet yang terjatuh.
Violet terlentang diatas ice rink. Merasakan sakit pada kaki dan wajahnya. Dia tidak berada pada posisi yang benar sehingga Dallen pun tidak bisa menangkap tubuh Violet saat perempuan itu terjatuh.
"Apa kau baik-baik saja?" Dallen menghampiri. Membantu Violet untuk duduk. Mimik mukanya terlihat sangat cemas.
"Ya," Violet menjawabnya dengan singkat. Meski sebenarnya dia sedang merasa kesakitan. Akan tetapi perempuan itu tidak ingin membuat Dallen khawatir.
"Bagaimana dengan lenganmu?" Tanya Dallen lagi. Lelaki yang berbongkok di depan Violet tersebut tampak melihat seksama keadaan tangan perempuan itu.
"Lengan ku baik-baik saja. Jangan khawatir"
Dallen tak langsung merasa lega begitu saja. Dia memindai Violet dan sontak berucap saat mendapati sebelah pipi Violet yang tampak memerah.
"Oh wajahmu,"
"Aku menabrakkan pipiku ke lututmu tadi."
Violet memegang sebelah pipinya. Dia menahan diri untuk tidak mengeluarkan tangis. Meski saat ini rasa panas dan nyeri menjalar pada wajahnya.
"Ayo kita ulangi lagi." Ajak Violet yang hendak berdiri namun ditahan oleh Dallen.
"Hari ini kita berhenti sampai disini, Violet." Putus Dallen yang tentu saja ditolak dengan gelengan tegas oleh Violet.
"Tidak bisa. Kita belum berhasil. Kita harus melakukannya lagi, Dallen." Kekeh Dallen pada perempuan itu.
"Sampai berapa banyak lagi luka yang harus kau dapat hingga kau memutuskan untuk berhenti, Violet? Ini tidak akan berhasil. Pikiranmu sedang tidak ada disini." Ucap Dallen dengan nada yang lebih tegas dari sebelumnya.
Mendengar itu Violet bibinya hanya bisa mengatup rapat. Dia merasa sedang tertangkap basah. Sejujurnya perempuan itu merasa bersalah pada Dallen. Sebab memang benar apa yang dilontarkan Dallen. Meski sudah seberapa banyak dia berlatih akan tetapi fokusnya tidak bisa mengiringi. Sesuatu mengganggu dirinya. Dan Violet mangakui hal tersebut.
Violet menunduk. Merasa malu karena sikapnya yang sangat tidak profesional. Dia kecewa pada dirinya sendiri.
"Maafkan aku, Dallen." Dia berkata tulus. Nada suaranya terdengar sedikit bergetar. Sungguh rasa sakit dan rasa bersalah ketika mendera secara bersamaan terasa begitu sesak.
"Tidak apa." Dallen tersenyum penuh arti. Menepuk puncak kepala Violet pelan. Wajah tegasnya sudah berubah teduh. "Aku hanya tidak ingin melihatmu berusaha terlalu keras dalam keadaan seperti ini."