7. Dinner

349 53 14
                                    

Sesuai dengan konsekuensi sebagai pihak yang kalah, Violet pun terpaksa melakukan apa yang dikata oleh Oliver. Dia tampak mematut diri didepan kaca. Gaun hitam yang menampilkan bahu indahnya dengan makeup tipis serta rambut terurai adalah gaya yang dia pakai untuk makan malam hari ini. Sejujurnya dia pun juga bingung. Kenapa harus memakai sesuatu seperti itu disaat mereka bisa makan malam seperti biasanya. Bahkan Oliver sendiri yang mengirimkan gaun hitam itu kepadanya beberapa saat lalu.

Suara bel pintu kamarnya berbunyi. Sudah pasti itu adalah Oliver yang sudah menunggunya. Dengan cekatan Violet mengambil clutch miliknya yang ada diranjang dan berjalan menghampiri pemuda itu. Violet membuka pintu. Disitu dia melihat Oliver yang berdiri dengan setelan jas berwarna senada dengan gaunnya.

Oliver terdiam sebentar. Entah apa yang dia pikirkan ketika menelisik penampilan Violet dari bawah ke atas. Ditatap seperti itu membuat Violet merasa tidak nyaman. Dia merasa tidak percaya diri dengan penampilannya saat ini.

"Kenapa? Apa tidak cocok?" Violet bertanya ragu. Sebab dia jarang sekali berdandan seperti ini kecuali kostum untuk pertandingan skating.

Mendengar pertanyaan Violet membuyarkan Oliver dari pemikirannya sendiri. Kini dia menatap lurus pada netra coklat yang berpendar dengan indah itu. Dan entah angin dari mana yang membuat tangan Oliver bergerak untuk menyelipkan surai ke belakang telinga Violet. Dan yang paling membuat Violet terkejut hingga membola adalah, ketika Oliver mendekatkan wajahnya untuk berbisik tepat ditelinga perempuan itu dengan suara rendah yang membuat Violet berdesir.

"Kau sangat cantik, Violet."

Saat Oliver menarik wajahnya, disitu Violet dapat bernafas lega. Meski saat ini wajahnya terasa sangat panas dan jantungnya berdetak tidak karuan. Namun dia tetap berusaha mempertahankan ekspresi wajahnya untuk terlihat seperti biasa.

Oliver tersenyum manis. Wajahnya terlihat tanpa dosa meski sudah memporak-porandakan anak perempuan oranglain saat ini. Oliver mengulurkan tangan kanan kearah Violet. Menunjukkan sikap gentleman nya yang bisa melelehkan semua perempuan yang mendapatkan perlakuan tersebut.

"Let's go princess of ice,"

***

Malam ini tampak lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena hari terakhir perjalanan sehingga orang-orang memilih untuk menikmati kesempatan terakhir didalam kapal. Mengukir waktu sebaik mungkin sebelum kembali pada realita kehidupan yang begitu melelahkan.

Violet memandang kearah luar jendela kapal. Gelombang air laut yang terjadi akibat terbelah oleh kapal menarik perhatiannya. Pemandangan itu semakin indah dengan cahaya rembulan yang bersinar terang malam hari ini. Sungguh menenangkan melihat alam begitu damai melakukan tugasnya masing-masing.

"Kau tidak suka makanannya?" Pertanyaan itu mengembalikan kesadaran Violet. Dia menoleh kearah pemuda yang saat ini sedang membersihkan sudut bibirnya menggunakan tisu. Piring berisi steak daging sapi dengan kualitas terbaik tampah hanya berkurang sedikit.

"Apa kau ingin aku menggantinya dengan sesuatu yang lain?"

Oliver hendak mengangkat tangan untuk memanggil pelayan, namun tidak jadi ketika Violet mencegahnya.

"Tidak, perlu Oliver. Aku suka makanannya."

Oliver mengernyitkan dahi. "Tapi dari pada menyantap hidangkan kau dari tadi lebih banyak melihat kearah jendela. Kau bosan?" Tanya Oliver yang dijawab gelengan kepala oleh Violet.

"Aku hanya suka pemandangannya malam ini. Terlebih bulannya yang bersinar terang dengan cahaya nya yang menenangkan." Jelas Violet yang kembali menatap keluar.

Oliver mempercayai ucapan Violet. Netra Violet terlihat berbinar saat memandang keluar. Sepertinya cahaya bulan merupakan kesukaan perempuan itu.

Oliver metelakkan salah satu tangannya ke meja. Menopang wajahnya sembari memandang perempuan yang membuat harinya begitu nyaman pada perjalanan ini. Dia menarik kedua sudut bibirnya ke atas sebelum memanggil nama perempuan itu dengan lembut.

FLAMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang