15. Darling

318 49 10
                                    

Menjadi seorang atlet tidaklah seindah yang dikira banyak orang. Banyak hal yang perlu dikorbankan. Seperti kebebasan dan waktu. Meninggalkan masa muda dan mengisinya hanya dengan ritinitas yang tidak berubah. Melakukanan latihan yang sama setiap hari. Meninggalkan masa-masa yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan yang penuh suka cita. Seperti orang-orang pada umumnya.

Namun begitulah hidup. Selalu ada yang dikorbankan dalam setiap pilihan. Oleh karena itu, seharusnya tidak perlu ada lagi penyesalan dikemudian hari.

Violet duduk didepan kaca besar pada ruangan yang digunakan untuk latihan koreo gerakan sebelum melakukannya di ice rink. Tubuhnya lelah. Keringat membasahi pakaian yang ia kenakan.

Hari ini sang pelatih memberikan materi yang cukup sulit. Miss Polina banyak mengajarkan gerakan yang memerlukan kekompakan dan kelenturan dinamis sehingga dia maupun Dallen harus terus berlatih agar tidak ada kesalahan sedikitpun nanti.

Violet merebahkan diri di lantai. Sungguh latihan selama tiga jam sangat menguras tenaganya. "Lelahnya... Rasanya aku tak sanggup pulang kalau seperti ini." Violet mengeluh sembari menutup mata menggunakan lengan.

Cahaya lampu sedikit tertutup karena presensi seseorang diatasnya. Violet mengintip pada sedikit cela yang terbuka.

"Air?" Tawar pemuda bernama Dallen yang kini menjadi pasangannya dalam figure skating. Violet bersyukur karena Dallen menerima tawarannya untuk menjadi pasangan. Lelaki yang berumur dua tahun lebih tua itu memiliki kepribadian baik. Meski telah memiliki pengalaman yang banyak, Dallen tidak serta merta menjadi seseorang yang sombong. Dia bahkan sering memberikan masukan pada Violet. Mungkin itulah mengapa kemistri mereka dapat terjalin dengan begitu cepat.

"Terima kasih." Violet menerima sebotol air dingin yang ditodongkan Dallen. Dia kembali mendudukkan diri. Memutar penutup botol lalu menegaknya dengan rakus. "Ahh, segarnya..." Ucap Violet puas saat tenggorokannya dialiri cairan dingin tersebut.

"Jangan kebiasaan langsung meminumnya sampai habis seperti itu. Perutmu bisa sakit nanti."

Dallen mengambil tempat disebelah Violet. Memperhatikan bagaimana perempuan itu menandaskan minumnya dalam sekali tenggak sebelum sedikit menyeruput miliknya.

Memang benar apa yang diucapkan Dallen. Setelah latihan dianjurkan untuk minum sedikit demi sedikit agar tidak menyebabkan nyeri perut. Namun hal itu tidak begitu diperhatilan oleh Violet. Perempuan itu memang sedikit keras kepala. Terlihat dari bagaimana respon Violet yang hanya mengendikkan bahunya asal. Tak memperdulikan ucapan Dallen. Lagian airnya juga sudah habis, jadi untuk apa baru mengatakannya sekarang.

"Aku haus sekali. Lagian tidak setiap hari juga." Sangkalnya.

Dallen menggelengkan kepala pelan. Tak habis pikir dengan pasangannya skatingnya itu. Meski terkadang cukup ceroboh tapi hal itu bagi Dallen hal itu cukup menghiburnya.

"Kau membawa mobil?"

"Tidak. Aku pergi dengan memesan taksi tadi. Hah, rasanya aku tidak mau sanggup pulang..." Keluh Violet seperti anak kecil yang sedang merajuk.

"Bagaimana kalau ku antar saja?" Tawar Dallen.

"Sungguh? Tapi--apa tidak merepotkan? Rumah kita kan tidak searah."

"Yah mau bagaimana lagi. Dari pada kau tidur disini kan. Aku tidak mau kesehatanmu terganggu dan malah menghancurkan performa kita nantinya."

"Ahh... Terimakasih Dallen. Kau memang yang terbaik." Ucap Violet antusias. Dia tanpa sadar memeluk lelaki itu. Rasa senangnya membuat perempuan itu bertingkah dengan reflek tanpa menimbang.

Dallen tentu saja terkejut. Meski mereka sering melakukan interaksi fisik, namun sesuatu yang tidak di rencanakan seperti ini tidak pernah dia bayangkan. Oleh sebab itu dia terbelalak dengan tubuh yang terduduk kaku.

FLAMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang