Tidak terasa sudah 1 minggu aku dan Nathan menikah, secara hukum kami memang suami istri. Akan tetapi kenyataannya kami memiliki kehidupan masing-masing, saat berada di rumah. Nathan selalu mengurung diri dalam kamar dan keluar hanya sesekali, hampir tidak pernah ada komunikasi diantara kami.
Setiap kali keluar rumah, Nathan tidak pernah berpamitan denganku. Aku seperti istri yang tidak dianggap. Bahkan aku tidak pernah tahu, dia kemana dan apa yang dia lakukan.
Nathan selalu berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 12 malam dan sebagai istri yang baik, setiap malam aku selalu menunggu Nathan pulang.
Setiap kali aku bertanya kenapa dia selalu pulang larut malam, jawabannya selalu marah-marah dan mengatakan jangan ikut campur.
Apakah seperti ini konsep pernikahan?
Walaupun begitu aku tetap melakukan kewajiban sebagai istri, aku selalu memasak untuk Nathan. Walaupun dia tidak pernah mau memakannya, dia selalu memesan makanan secara online.
Masa cutiku hampir selesai dan besok aku sudah masuk kantor. Aku akan kembali sibuk dengan pekerjaan, sebenarnya papa pernah menyarankan agar aku berhenti bekerja. Alasan beliau agar aku bisa fokus mengurus suami dan segera memiliki anak, tetapi bagaimana mungkin kami bisa punya anak. Sedangkan kami tidur dalam kamar yang terpisah.
Aku hampir tertidur ketika mendengar suara handphone berdering, dengan mata yang masih terpejam. Tanganku meraba kasur mencari handphone yang aku letakkan dibawah bantal.
Setelah aku cek, ternyata telepon dari Meta. Aku bertanya dalam hati ada keperluan apa dia menghubungiku malam-malam begini. Apa ada yang penting?
"Hai pengantin baru. Gimana kabarnya?"
"Ganggu aja loe, baru aja gue mau tidur. Ada apa loe telepon gue?"
"Baru juga jam 9 malam Ra, loe udah mau tidur aja. Ini masih sore kali". Meta mengejekku
"Besok gue harus kerja, masa cuti gue udah habis. Jadi gue mau tidur lebih cepat". Aku menjawab sambil menguap.
"Ya ampun Kayra. Loe baru menikah, kenapa gak ambil cuti lebih lama?"
"Gak mau, nanti jatah cuti gue cepat habis".
"Please dech Kayra...Loe itu direktur utama sekaligus putri pemilik perusahaan jadi mau cuti selama apapun gak masalah".
"Perusahaan itu milik bokap gue dan gue cuma karyawan".
"Kayra, kenapa sich hal yang sederhana loe buat rumit?" Meta bertanya.
"Bukan membuat rumit tetapi gue cuma bersikap profesional, gue gak mau dianggap memanfaatkan keadaan hanya karena gue anak dari pemilik perusahaan". Kataku menjelaskan.
"Ya udah terserah loe aja, dari dulu gue gak akan pernah menang kalau berdebat sama loe". Meta akhirnya mengalah.
"Ngomong-ngomong pertanyaan gue tadi belum loe jawab".
"Pertanyaan yang mana sich Ra?" Tanya Meta tidak mengerti.
"Ada apa loe telepon gue?"
"Ooo itu. Gak ada apa-apa, gue iseng aja telepon". Meta menjawab sambil tertawa.
"Begini ini kalau punya temen kurang kerjaan, telepon malam-malam cuma karena iseng". Tidak lama aku dan Meta sama-sama tertawa.
"Ngomong-ngomong suami loe mana?"
"Dia lagi nonton televisi di ruang tamu. Kenapa loe mau ngomong? Biar gue panggil".
"Gak, gue cuma nanya aja".
"Oh iya kabar loe dengan Onnur gimana? Kapan kalian akan melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan?" Aku balik bertanya ke Meta.
"Gue juga pengen secepatnya Ra, tapi khan Onnur masih ada urusan bisnis yang harus dia selesaikan".
"Memang urusan bisnisnya gak bisa diselesaikan setelah kalian menikah?"
"Bisa Ra. Cuma masalahnya gue sendiri masih belum yakin untuk menikah dengan Onnur, gue masih bimbang".
"Saran gue, loe berdoa minta sama Tuhan untuk memantapkan pilihan. Kalau memang loe yakin dengan Onnur sebaiknya disegerakan, tapi kalau loe tidak yakin. Bicara baik-baik dengan Onnur, jangan memberikan harapan palsu". Kataku menasehati Meta.
"Loe bener Ra. Terima kasih ya sarannya, loe memang sahabat terbaik gue".
"Sama-sama Ta, loe juga sahabat terbaik gue. Udah ah gue ngantuk mau tidur, besok gue harus bangun pagi-pagi". Kataku mengakhiri pembicaraan.
"Ya udah. Salam buat suami loe ya Ra".
Seandainya Meta tahu betapa pernikahan ini menyakitkan untukku. Tapi aku tidak bisa menceritakan ke orang lain, apalagi ke papa. Aku takut papa akan marah dan kecewa dengan Nathan, itu akan berdampak buruk dengan kesehatan beliau.
Aku juga memikirkan tentang keluarga Nathan, bagaimana kalau mertuaku mengetahui. Pasti mereka juga akan marah dan kecewa dengan Nathan, demi mereka aku akan menyimpan rapat-rapat rahasia rumah tanggaku.
Aku terbangun karena mendengar suara alarm di handphone dan ternyata sudah jam 5 pagi. Aku bergegas mandi, berpakaian dan menyiapkan sarapan.
Saat aku sedang menyiapkan sarapan, Nathan keluar dari kamar. Aku tersenyum ke arah Nathan dan dia tampak tidak peduli.
"Nathan, ayo kita sarapan dulu. Aku udah siapkan nasi goreng sosis dan ayam kesukaan kamu". Kataku sambil menyedokkan nasi goreng ke piring.
"Tidak perlu, aku sarapan di kantor saja". Nathan menolak.
Mendengar jawaban Nathan aku merasa kesal, aku sudah bersusah payah bangun jam 5 pagi dan menyiapkan semua. Tetapi Nathan sama sekali tidak menghargai usahaku, dia menolak mentah-mentah.
"Nathan, aku sudah bangun dari jam 5 pagi demi menyiapkan sarapan untuk kamu. Setidaknya tolong hargai usahaku".
"Yang menyuruh kamu menyiapkan sarapan siapa? Kamu tidak usah repot-repot memperhatikan kebutuhanku. Jangan lupa pernikahan kita terjadi karena perjodohan, kamu hanya istri di atas kertas bukan di hatiku". Kata-kata Nathan benar-benar menamparku.
"Aku sangat mengetahui hal itu, tapi setidaknya tolong hargai usahaku. Begini saja aku masukkan sarapan ini ke kotak bekal makanan, nanti terserah kamu mau makan atau kasih orang".
"Ya sudah, nanti aku kasih ke office boy". Nathan bicara tanpa menjaga perasaanku sama sekali.
Aku hanya mengangguk, kemudian memasukkan nasi goreng yang aku masak ke dalam kotak bekal makanan dan menyerahkan ke Nathan. Tidak lama Nathan langsung berangkat ke kantor, seperti biasa dia berangkat tanpa berpamitan.
Setelah Nathan berangkat, aku juga langsung berangkat ke kantor. Aku sampai di kantor tepat jam 8 pagi, tanpa membuang waktu. Aku memanggil Sita untuk membacakan jadwal meeting hari ini, aku terharu saat semua staff dan karyawan mendatangi ruangan kerjaku dan mengucapkan selamat atas pernikahanku.
Mereka mendoakan yang terbaik untuk aku dan Nathan, mereka mendoakan agar aku dan Nathan bahagia dan langgeng selalu . Tapi apakah itu mungkin? Apakah kebahagiaan itu mungkin dalam pernikahan kami?
Dulu aku bermimpi kelak pernikahanku akan seindah pernikahan serial drama Korea yang sering aku tonton, tapi ternyata impian tidak seindah kenyataan. Aku juga sadar kalau tidak selamanya apa yang kita inginkan akan terwujud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Perempuan
Любовные романыKayra dan Nathan menjalani pernikahan karena perjodohan, selama lima tahun pernikahan Kayra berusaha untuk merebut hati Nathan suaminya. Tetapi sekeras dan sekuat apapun usaha Kayra untuk mendapatkan cinta Nathan suaminya, tetap saja suaminya tidak...