BAB 8 : FIRASAT SEORANG ISTRI

54 2 0
                                    

Pagi ini seperti biasa aku menyiapkan sarapan untuk Nathan, menu pagi ini adalah kwetiauw goreng dengan toping sosis serta bakso.

Aku melihat Nathan keluar dari kamar. Aku tersenyum ke arah Nathan, seperti biasa dia tidak membalas senyumanku malah membuang muka.


"Sarapannya sudah siap. Ayo kita sarapan Nathan". Aku mengajak Nathan sarapan.

"Tidak usah. Saya sarapan diluar saja". Nathan menolak

"Sarapan diluar? Memang kamu mau kemana? Ini hari Sabtu, bukannya kamu hari Sabtu dan Minggu kamu libur kerja?" Tanyaku.

"Saya ada urusan dan itu bukan urusan kamu!!" Kata Nathan dengan nada ketus.

"Aku ini istri kamu Nathan dan aku berhak tahu kamu mau pergi kemana. Tolong hargai aku sedikit saja".

"Kamu itu istri diatas kertas dan hanya sekedar status jadi tidak usah berharap lebih."

"Diatas kertas kata kamu? Sekedar status?" Aku merasa marah karena ternyata serendah itu arti kehadiranku bagi Nathan.

"Iya". Nathan menjawab singkat sambil memakai jam tangan dan sepatunya.

"Suka atau tidak suka, aku ini istri kamu dan kamu harus belajar menerima dan menghargai kehadiran aku".

"Terserah!!" Nathan langsung bangkit berdiri dan keluar sambil membanting pintu.


Aku menghela napas sambil mengelus dada, rasanya berat sekali.

Tuhan...Tolong berikan aku kekuatan untuk menjalani pernikahan ini, rasanya melelahkan. Kadang kala aku ingin menyerah, tapi di sisi lain aku kembali mengingat janji pernikahan yang pernah aku ucapkan dulu di hadapan Tuhan. Aku sudah berjanji akan selalu mendampingi Nathan dalam keadaan apapun sampai maut memisahkan.

Aku tersentak dari lamunan ketika mendengar suara handphone berbunyi, kemudian bergegas ke kamar dan mengambil handphone yang aku letakkan di atas laci. Ada panggilan masuk dari papa.


"Halo pa".

"Halo nak. Kamu sedang sibuk?"

"Tidak pa. Aku baru selesai sarapan".

"Ooh, suamimu mana nak? Ini khan hari Sabtu, dia libur khan. Kalian tidak keluar jalan-jalan?"

"Iiiiiitu pa, semalam Nathan dihubungi anak buahnya. Katanya hari ini ada meeting mendadak dengan klien tentang proyek barunya". Aku merasa bersalah karena sudah berbohong dengan papa.

"Oooh. Kenapa kamu tidak ikut nak? Kalau meetingnya sudah selesai, khan kalian bisa pergi jalan-jalan berdua".

"Tidak pa, aku merasa lelah sekali dan ingin istirahat di rumah saja hari ini". Aku berusaha memberikan alasan agar papa tidak curiga.

"Ya sudah kalau begitu, sampaikan ke suamimu jangan pulang terlalu malam".

"Iya pa. Tadi kata Nathan dia tidak akan pulang malam, kasihan katanya aku di apartement sendirian".

"Syukurlah kalau suami kamu pengertian. Tapi semua baik-baik saja khan Kayra?" Pertanyaan papa sempat membuat aku terdiam seolah-olah beliau mengetahui kebenarannya.

"Iya pa, semua baik-baik saja. Oh iya, kondisi kesehatan papa bagaimana? Kemarin sudah kontrol bulanan ke Om Handoko khan?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Iya baik-baik saja Nak. Puji Tuhan kondisi jantung papa semakin membaik, semua berkat olah raga teratur dan makan makanan sehat".

"Puji Tuhan pa. Aku senang mendengarnya".

Luka Hati PerempuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang