BAB 11 : KEHAMILAN YANG TIDAK DISENGAJA

92 4 0
                                    


Sudah 3 bulan sejak kejadian malam pertama yang tidak disengaja, perlahan aku mulai belajar melupakan.

Pagi ini aku bersiap untuk berangkat ke kantor, entah kenapa pagi ini aku tidak bernafsu untuk sarapan.

Akhirnya aku putuskan untuk langsung berangkat, sekitar jam 7 pagi aku sampai di kantor.

Aku langsung membuka laptop dan fokus dengan pekerjaan, entah kenapa tiba-tiba perut terasa mual dan ingin muntah.

Aku berpikir mungkin karena belum sarapan, jadi penyakit asam lambung kambuh.

Aku mengambil obat asam lambung yang ada didalam tas, kemudian meminumnya.

Tidak terasa sudah jam 12 siang dan waktunya makan siang, tiba-tiba aku merasa ingin makan rujak yang pedas. Aku mengatakan ke Sita untuk minta tolong office boy agar membelikan rujak yang pedas. Sita sempat mengernyitkan dahi, saat tiba-tiba aku meminta rujak pedas.

Aku menikmati rujak pedasku dengan lahap, rasanya enak sekali.

Jam 4 sore ini aku ada janji meeting dengan team yang akan mengerjakan proyek baru di Surabaya, saat hendak berdiri dari kursi. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan berputar-putar, hingga akhirnya pandangan terlihat kabur.

Saat tersadar aku sudah berada di tempat tidur dan disekelilingku sudah ada Sita dan Robby project managerku.


"Saya kenapa? Saya dimana?" Aku bertanya seperti orang kebingungan.

"Tadi saat hendak meeting tiba-tiba Bu Kayra jatuh pingsan. Saya masuk ke ruangan dan panik, lalu kami langsung membawa ibu ke rumah sakit terdekat dan saat ini bu Kayra ada di ruangan IGD rumah sakit". Sita menjelaskan.

"Ooh. Apa kata dokter? Saya sakit apa?"

"Tadi dokter sampaikan ibu sepertinya kelelahan, tetapi...." Sita tidak melanjutkan kata-katanya.

"Tapi kenapa Sita?"

"Maaf bu Kayra. Saya tunggu diluar saja". Robby berpamitan keluar dari ruangan IGD.

"Begini bu. Tadi dokter menanyakan apakah jadwal menstruasi ibu teratur dan dokter juga menyarankan agar ibu melakukan tes kehamilan". Kata Sita.

"Tes kehamilan?" Aku mengernyitkan dahi.

"Iya bu. Dokter mengatakan kemungkinan besar bu Kayra sedang hamil dan untuk memastikan, sebaiknya bu Kayra diperiksa oleh dokter kandungan".


Ya Tuhan apa mungkin aku hamil?? Aku kembali teringat kejadian malam itu. Sudah 3 bulan berlalu dan aku baru sadar ternyata sudah 3 bulan aku tidak datang bulan.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Apakah Nathan akan menerima kehamilan ini? Sedangkan malam itu saja, dia malah menyebut nama perempuan lain.


"Bu Kayra, maaf kalau saya terkesan ikut campur. Apa tidak sebaiknya menghubungi pak Nathan? Beliau pasti bahagia mendengar kabar gembira ini".


Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan Sita, aku tidak mungkin mengatakan kalau sebenarnya kehamilan ini adalah sesuatu hal yang tidak sengaja bahkan tidak diinginkan.

Aku mengusap perutku lembut, tidak peduli bagaimana pun keadaannya. Anak ini tidak bersalah, anak ini adalah darah dagingku dan aku berkewajiban untuk menjaganya.

Malam ini aku sengaja menunggu Nathan sambil menonton televisi dan akhirnya tertidur.

Aku terbangun karena mendengar suara pintu dibuka dan ternyata Nathan baru pulang, Nathan melihat ke arahku dan langsung membuang muka.


Aku bangkit berdiri dan menghampiri Nathan.

"Tunggu sebentar Nathan. Aku mau bicara".

"Bicara apa? Jangan lama-lama, aku capek mau tidur".

"Ini. Silahkan kamu baca sendiri". Kataku sambil menyerahkan hasil pemeriksaan dari dokter kandungan.


Nathan membaca hasil pemeriksaan tersebut, dia hanya terdiam.


"Jadi maksud kamu apa?" Nathan bertanya sambil menyerahkan hasil pemeriksaan kepadaku.

"Maksud aku? Seharusnya kamu lebih tahu apa maksud aku!" Aku merasa geram mendengar kata-kata Nathan.

"Dengar Kayra. Aku tidak peduli dengan kehamilan itu. Sejak awal aku sudah pernah katakan untuk melupakan peristiwa malam itu, anggap saja tidak pernah terjadi. Jadi kalau sekarang kamu hamil, maka itu bukan urusan aku". Nathan bicara dengan nada sinis.

"Jahat sekali kamu berbicara seperti itu. Bagaimanapun anak itu anak kamu juga dan seharusnya sebagai orang tua, kita berkewajiban untuk menjaga dan memastikan anak ini baik-baik saja".

"Sekali lagi aku tekankan. Aku tidak peduli dengan anak itu! Sebaiknya kamu gugurkan, tapi kalau kamu tetap ingin mempertahankan anak itu. Jangan libatkan aku!" Kata Nathan sambil masuk ke dalam kamarnya.


Nathan keterlaluan! Dia berbicara seperti manusia yang tidak punya hati! Bahkan binatang sekali pun tidak akan pernah membunuh anaknya sendiri. Kamu lebih rendah daripada binatang!

Aku terduduk lemas di sofa, sambil mengelus perutku dengan lembut.

Tenang ya nak. Kamu tidak sendiri, ada mama. Mama akan selalu menjaga dan melindungi kamu, mungkin saat ini papa kamu sedang tersesat. Kita doakan saja agar Tuhan mengubah hati papa kamu. Kita kuat ya nak dan kita pasti bisa melalui ini bersama-sama.

Siang ini aku baru selesai meeting dengan klien, meeting yang seharusnya berlangsung kemarin. Karena kemarin aku tiba-tiba pingsan, akhirnya terpaksa ditunda hari ini.

Selesai meeting, aku langsung kembali ke ruangan kerjaku. Aku duduk sambil mengecek handphone, ternyata ada 3 panggilan tidak terjawab dari papa. Aku langsung buru-buru menghubungi balik.


"Halo pa. Tadi papa telepon? Maaf tadi aku meeting dan baru selesai".

"Tidak apa-apa nak. Papa cuma mau tanya. Kemarin papa dengar dari Sita, katanya kamu tiba-tiba pingsan di kantor. Apa benar nak?"

"Benar pa. Kemarin sore saat mau meeting tiba-tiba kepala aku pusing dan pandangan kabur. Pada saat aku sadar, aku sudah berada di rumah sakit".

"Kamu sakit apa nak? Kenapa kamu gak cerita sama papa?" Dari nada suaranya Papa tampak kecewa.

"Aku minta maaf pa. Aku hanya tidak mau membuat papa khawatir".

"Kamu belum menjawab pertanyaan papa. Kamu sakit apa nak?" Papa masih penasaran.

"Aku tidak sakit pa, tapi aku sedang mengandung".

"Puji Tuhan...Apa itu benar nak? Papa bahagia sekali mendengarnya. Kamu sudah cerita dengan suami kamu?"

"Sudah pa". Aku menjawab singkat.

"Apa reaksi suami kamu?"

"Dia bahagia kok pa, bahkan dia senang sekali". Aku terpaksa berbohong ke papa.

"Syukurlah nak. Kalau dia juga bahagia. Papa senang sekali. Jadi kapan kalian mau datang ke rumah papa. Rencananya papa mau mengadakan acara kebaktian ucapan syukur atas kehamilan kamu".

"Nanti pa. Aku bicara dulu dengan Nathan".

"Baik nak. Papa tunggu ya, nanti kabari saja biar papa siapkan semuanya". Kata papa dengan antusias.

"Iya pa. Pasti aku kabari".

"Ya sudah nak. Papa tutup dulu teleponnya. Kamu jangan pulang terlalu malam, ingat kamu sedang hamil muda. Kalau perlu minta dijemput Nathan, selama kehamilan Nathan harus menjadi suami siaga".

"Iya pa". Kataku sambil mengakhiri pembicaraan.


Maafkan aku karena sudah berbohong pa, karena aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.

Aku tidak mungkin mengatakan ke papa kalau suamiku tidak pernah mengakui bahkan tidak menginginkan kehamilan ini. 

Luka Hati PerempuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang