Tidak terasa usia kehamilanku sudah berjalan 9 minggu dan Nathan tidak peduli dengan aku maupun kehamilanku.
Bahkan sekarang Nathan jarang pulang, dia hanya pulang seminggu sekali. Itu pun hanya untuk berganti pakaian dan istirahat, setelah itu keesokan harinya dia kembali menghilang.
Aku tidak pernah menceritakan hal ini ke siapa pun termasuk papa dan mertuaku, aku hanya mengatakan kalau semua baik-baik saja. Rasanya menyakitkan bertahan sendirian.
Kehamilan seharusnya menjadi hal yang paling membahagiakan untuk seorang istri, karena di masa kehamilan. Suami akan lebih perhatian dan lebih peduli, tapi sayangnya hal itu tidak berlaku terhadapku.
Aku harus menjalani proses kehamilan ini sendirian, bahkan kemarin saat pertama kali memeriksakan kandungan. Aku juga pergi sendirian, tidak ada suami yang menemani.
Hari Sabtu ini aku sengaja meminta Meta untuk menemaniku di apartemen, rasanya sepi sekali setiap hari sendirian.
Meta mengatakan aku tidak perlu memasak, karena dia yang akan memasak.
Tepat jam 7 malam Meta sampai dirumah dan dia memasak nasi goreng seafood.
"Ayo bumil makan. Loe harus banyak makan. Sekarang khan loe makan untuk dua nyawa yaitu diri loe sendiri dan anak loe." Kata Meta sambil menyendokkan nasi goreng ke piring.
"Terima kasih ya Ta. Gue minta maaf selalu saja merepotkan". Aku merasa tidak enak dengan Meta karena selalu merepotkan.
"Loe bicara apa sich? Loe ingat khan janji persahabatan kita. Akan selalu bersama dalam suka dan duka. Kita akan selalu saling mendukung".
"Iya gue ingat Ta. Sekali lagi terima kasih". Tanpa sadar aku menangis.
"Udah jangan nangis Ra. Lebih baik sekarang loe fokus dengan kehamilan, gak usah memikirkan hal-hal yang gak penting". Meta menasehatiku.
Aku menggangguk, kemudian kami berdua makan sambil berbincang-bincang ringan.
Selesai makan Meta membantu mencuci piring-piring kotor, kemudian kami kembali mengobrol sambil menikmati segelas teh manis hangat.
Saat sedang asyik mengobrol dengan Meta, tiba-tiba mama mertua menghubungi.
"Halo ma." Kataku menjawab.
"Halo nak. Kamu sedang apa?"
"Aku sedang santai sambil menonton televisi ma".
"Oooh. Kamu bersama dengan Nathan kan?"
"Nathan sedang keluar kota selama 1 minggu, katanya ada urusan mendadak di proyek".
"Keluar kota? Nathan bagaimana sich. Istri sedang hamil, kok malah ditinggal keluar kota". Mama mertua bicara dengan nada agak kesal.
"Tidak apa-apa ma. Khan untuk kepentingan pekerjaan. Aku bisa kok ditinggal sendirian ma". Aku berusaha membela Nathan.
"Kalau memang Nathan harus berangkat keluar kota. Seharusnya dia mengajak kamu, bahaya perempuan hamil muda ditinggal sendirian di apartemen. Besok mama menginap disana untuk menemani kamu di apartemen ya nak".
"Tidak usah ma, aku tidak mau merepotkan. Nanti kalau mama menginap di apartemen. Siapa yang mengurus papa. Lagipula sudah ada teman aku yang menemani". Aku berusaha menolak.
"Tapi benar kamu tidak apa-apa nak?" Mama mertua memastikan.
"Benar ma. Aku bisa kok". Aku berusaha meyakinkan.
"Ya sudah kalau ada apa-apa langsung kabari mama ya nak". Kata mama dengan nada khawatir.
"Iya ma. Pasti aku kabari. Ya sudah mama tutup dulu teleponnya ya nak. Tolong jaga calon cucu mama baik-baik ya nak".
"Pasti ma". Kataku sambil menutup telepon.
"Itu siapa Ra?" Tanya Meta penasaran.
"Mertua gue. Beliau khawatir gue tinggal di apartemen sendirian. Tadinya mertua gue besok mau nginep disini nemenin. Gue bilang gak usah, kasihan papa mertua".
"Mertua loe perhatian ya. Mereka sepertinya sayang sama loe. Beda jauh sama anaknya." Meta bicara dengan nada kesal.
"Jangan begitu Ta. Bagaimanapun Nathan itu suamiku". Aku masih saja berusaha membela Nathan.
"Tapi Ra, kenapa gak kasih tahu mertua lo tentang perilaku anaknya selama ini".
"Gue gak tega Ta. Kasihan mereka udah tua Ta dan gue gak mau membebani pikiran mereka dengan masalah gue. Jadi biarlah untuk masalah ini, gue selesaikan sendiri".
"Loe terlalu baik Ra. Dari dulu loe itu orangnya selalu gak tegaan sama orang lain. Meskipun diri loe sendiri tersiksa. Loe simpan semua itu sendiri. Please jangan seperti itu Ra. Loe harus belajar untuk berbagi cerita, setidaknya dengan gue".
"Iya Ta. Sekali lagi terima kasih ya. Selama ini loe udah banyak membantu gue. Loe udah menjadi teman cerita untuk gue, bahkan loe menemani gue nginep di apartemen".
"Sama-sama Ra. Kita khan sahabat dan sahabat saling mendukung serta saling menguatkan". Kata Meta sambil memelukku.
"Oh iya gimana persiapan pernikahan loe dengan Onnur". Tanyaku penasaran.
"Kami udah ketemu wedding organizer yang cocok dan sudah mulai proses".
"Wah pasti loe gak sabaran ya menjadi Nyonya Onnur. Gue ikut bahagia untuk loe Ta." Kataku sambil tersenyum ke arah Meta.
"Tapi gue merasa sedikit takut Ra." Raut wajah Meta tiba-tiba berubah serius.
"Takut apa?" Tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
"Gue takut kalau pernikahan gue akan sama seperti pernikahan loe. Gue takut nanti setelah menikah Onnur akan jahat seperti Nathan." Meta menceritakan ketakutannya.
"Gue dan Nathan menikah karena dijodohkan. Sementara loe dan Onnur menikah karena cinta, jadi berbeda jalan ceritanya." Kataku sambil menggenggam tangan Meta.
"Semoga yang loe katakan bener Ra. Karena gue gak sekuat diri loe. Loe sanggup menjalani pernikahan yang menyiksa ini dan bertahan sendirian".
Aku hanya terdiam mendengar kata-kata Meta, sebenarnya kalau boleh jujur. Kadang kala aku juga merasa tidak sanggup bertahan sendirian, tapi karena janji kepada Tuhan yang pernah aku ucapkan. Itulah yang membuat aku kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Hati Perempuan
RomanceKayra dan Nathan menjalani pernikahan karena perjodohan, selama lima tahun pernikahan Kayra berusaha untuk merebut hati Nathan suaminya. Tetapi sekeras dan sekuat apapun usaha Kayra untuk mendapatkan cinta Nathan suaminya, tetap saja suaminya tidak...