BAB 18 : PERTEMUAN TAK DISENGAJA

153 6 0
                                    


--------

Tiga tahun kemudian...

Pagi ini aku dan Sita bersiap berangkat ke kantor calon klien, meeting kali ini berbeda dengan biasanya. Hari ini kami meeting dalam rangka pengumuman pemenang tender kerja sama dengan pihak Accor Corporation, perusahaan mereka sudah sangat terkenal dan memiliki nama dalam bidang perhotelan. Jam 08.30 pagi kami sudah tiba di kantor Accor Corporation, kami diminta menunggu karena meeting baru akan dimulai tepat jam 9 pagi.

Tepat jam 9 pagi dari pihak Accor Corporation mempersilahkan kami ke ruang meeting, ternyata sudah banyak peserta meeting yang datang dan tidak sengaja aku juga melihat Nathan dan 2 orang staffnya. Aku berpura-pura tidak melihat dan langsung menempati tempat duduk yang sudah disediakan untukku dan Sita.

Aku berdoa dalam hati semoga tender Accor Corporation dimenangkan oleh perusahaan kami, karena proyek ini sangat penting untuk menambah kredibilitas perusahaan. Tuhan menjawab doaku, tender pembangunan hotel bintang lima di Bunaken Sulawesi Utara dan Lombok dimenangkan oleh perusahaanku.

Aku bahagia dan bersyukur, tidak henti-hentinya aku mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Akan tetapi di balik kebahagiaanku, ternyata ada orang lain yang sedang kecewa karena kalah tender. Orang itu adalah Nathan, ternyata tender untuk pengerjaan pemasangan instalasi listrik dan jaringan internet untuk sementara ditangguhkan sampai pihak Accor menemukan rekanan yang cocok dan memiliki kredibilitas yang bagus.

Aku bisa melihat Nathan tampak sedih dan kesal karena kehilangan tender ini, tapi sayangnya aku tidak berani menghampirinya. Aku dan Sita kembali ke kantor, di pertengahan jalan sebelum sampai kantor. Kami mampir dulu ke salah satu mall untuk makan siang, kami memilih tempat makan siang yang tidak terlalu ramai.


"Sita..." Kataku membuka pembicaraan sambil makan.

"Iya Bu, tadi pada saat meeting di kantor Accor Corporation. Kamu melihat Nathan khan?"

"Iya Bu, memang kenapa?"

"Sepertinya Nathan gagal mendapatkan proyek pemasangan instalasi listrik dan jaringan internet itu ya". Kataku ingin memastikan.

"Sepertinya iya bu, kalau saya tidak salah tender sementara dipending karena pihak Accor belum menemukan rekanan yang cocok dan memiliki kredibilitas yang bagus".

"Saya terpikir untuk membantu Nathan mendapatkan proyek yang di pending itu". Aku menyampaikan keinginanku ke Sita.

"Untuk apa bu? Apa tidak cukup penderitaan dan rasa sakit yang selama ini diberikan Pak Nathan". Kata Sita dengan nada suara agak sedikit marah.

"Saya tahu, tapi kita tidak boleh menjadi orang yang pendendam. Kasihan Nathan, pasti proyek ini sangat penting untuknya". Aku mencoba memberikan alasan.

"Maaf kalau saya lancang bu, tapi saya tidak setuju. Sebaiknya Bu Kayra tidak perlu membantu Pak Nathan, sekarang dia bukan siapa-siapa ibu". Sita mencoba menasehatiku.

"Tapi saya kasihan dengan dia". Kataku masih mencoba memberikan alasan.

"Pak Nathan sudah dewasa dan dia sudah cukup lama menjadi pengusaha, saya yakin dia tahu apa yang harus dia lakukan. Tidak perlu ibu membantu dia".

"Kamu benar juga Sita. Saya takut nanti Nathan salah paham lagi dengan saya".

"Itu betul bu. Kebetulan sepupu saya bekerja di perusahaan Pak Nathan dan dia mengatakan kalau Pak Nathan sekarang sudah menikah lagi dengan perempuan yang bernama Fanya, menurut dia. Istrinya yang sekarang jauh berbeda dengan Bu Kayra. Istrinya yang sekarang sombong, judes, suka memandang rendah orang lain, dan bersikap semaunya. Kok bisa ya Pak Nathan melepaskan ibu hanya demi perempuan seperti itu?" Kata Sita sambil menggelengkan kepalanya.

"Kalau hati sudah bicara, kita bisa menerima apapun kekurangan orang yang kita cintai". Kataku.

"Maaf bu kalau kata-kata saya terkesan kasar. Kalau menurut saya, itu cinta buta dan bodoh".

"Ya sudah Sita, kita kembali ke kantor ya". Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Baik Bu".


Kemudian aku pergi ke kasir untuk membayar dan kembali ke kantor, saat sampai di kantor ternyata sudah ada Meta di ruangan kerjaku.


"Loe udah lama?" Tanyaku kaget melihat Meta yang sudah ada di ruanganku.

"Gue nunggu sekitar 15 menit, kata staff loe. Loe meeting di luar, trus gue disuruh nunggu di ruangan loe".

"Tadi gue meeting di kantor Accor Corporation, ada pengumuman pemenang tender Ta". Aku menjelaskan sambil meletakkan tas kerja dan mengeluarkan laptop.

"So pemenangnya siapa?" Tanya Meta penasaran.

"Puji Tuhan, perusahaan gue mendapatkan tender untuk pembangunan hotel di Bunaken Sulawesi Utara dan Lombok". Aku bicara dengan nada bahagia.

"Congratulation! I'm happy for you Kayra". Kata Meta sambil memelukku.

"Thanks Ta. Tapi...Tapi ada yang membuat gue sedih".

"Sedih kenapa Ra?" Tanya Meta sambil mengernyitkan dahi.

"Perusahaan Nathan gagal mendapatkan proyek untuk pemasangan listrik dan jaringan internetnya, kasihan dia Ta".

"Oh My God Kayra...Sudah 3 tahun berlalu masih aja lo mikirin dia! Move on sayang. Stop memikirkan laki brengsek itu!"

"Gue gak memikirkan dia Ta, gue hanya kasihan melihat dia. Loe gak lihat sich bagaimana raut wajah kekecewaan dia saat dia tahu tender untuk pengerjaan proyek untuk pemasangan listrik dan jaringan internet ditunda. Dia berharap banyak Ta".

"Itu bukan urusan kita Kayra. Loe gak usah memikirkan dia, sekarang loe sudah memiliki kehidupan sendiri".

"Gue tahu Ta, tapi ada rasa kasihan di hati gue. Pasti proyek ini amat sangat penting untuk dia, karena kalau dia berhasil mendapatkan proyek ini maka itu bisa meningkatkan kredibilitas perusahaannya".

"Kayra, please listen to me. Stop thinking about that man! Apapun yang terjadi dalam hidupnya, itu bukan urusan loe lagi".

"Ya sudah. Ok Ta". Kataku menjawab singkat.


Pertemuan yang tidak disengaja antara aku dengan Nathan hari ini menyebabkan perasaan itu muncul kembali, ada perasaan kasihan dan ingin selalu mendampingi serta membantu Nathan. Melihat kondisi Nathan yang sedang kecewa dan sedih, membuat gue ingin menghampirinya dan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Tapi kembali pada kenyataan kalau aku dan Nathan sudah resmi berpisah, jadi apa yang dikatakan Meta benar. Aku harus belajar melepaskan Nathan dari pikiran dan hatiku. Dia sudah memilih jalan hidupnya, maka apapun resiko dan konsekuensinya harus dia terima.

Luka Hati PerempuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang