BAB 3 : PERNIKAHAN

69 2 0
                                    

Akhirnya hari pernikahan aku dan Nathan tiba, hari yang dinantikan oleh kedua keluarga.

Satu sisi aku merasa bahagia, tapi di sisi lain aku merasa sedih karena mengetahui kalau laki-laki yang akan aku nikahi ternyata mencintai perempuan lain.

Begitu banyak hal yang aku khawatirkan, tapi aku berusaha meyakinkan diri kalau aku menjalani apa yang sudah Tuhan tetapkan.

Setelah selesai dirias, aku memandangi diri ke cermin. Model sanggul semi modern dengan sentuhan detail twist yang menyerupai gugusan kelopak bunga pada area bawah, terlihat penuh membentuk volume sedang. Sementara hiasan kepala bertabur mutiara yang membingkai sanggul seakan melukiskan kesan feminin yang penuh dengan kelembutan.

Sedangkan untuk riasan menggunakan gaya make up natural modern, dengan riasan yang sederhana dan menimbulkan kesan anggun serta khas pengantin abad pertengahan.

Tidak lama papa masuk ke dalam kamar, beliau memandang kagum ke arahku.


"Kamu cantik sekali nak, Papa sampai tidak mengenali". Papa berbicara dengan mata berkaca-kaca.

"Terima kasih Pa".

"Kamu sudah siap nak?"

"Aku merasa gugup Pa". Kataku sambil menggenggam tangan Papa.

"Jangan khawatir Ra, hari ini adalah hari istimewa kamu. Hari yang sudah Papa nantikan, melihat putri semata wayang Papa menikah dan hidup Bahagia". Kata Papa tersenyum kepadaku.


Seandainya papa tahu kalau pernikahan ini terjadi dengan perjanjian, maafkan aku karena sudah membohongi papa. Seharusnya aku jujur kalau sebenarnya aku tidak ingin melanjutkan karena Nathan sudah mencintai orang lain, tetapi aku tidak berdaya. Nathan mengancam aku, aku takut dia akan melukai Papa


"Jangan melamun Ra. Ayo kita berangkat ke gereja sekarang". Papa menggandeng tanganku.


Aku menggangguk pelan sambil tersenyum ke arah papa sambil melingkarkan tangan ke lengan papa. Kami berjalan keluar dari kamar, papa mengantarkan aku masuk ke dalam mobil pengantin.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam rombongan kami tiba di gereja. Aku dan papa bersiap di depan pintu gereja, aku melihat ke dalam gereja dan keadaan sudah ramai. Banyak tamu-tamu undangan yang sudah datang, semua mata memandang ke arahku dan papa.

Saat musik pengiring pernikahan dinyanyikan, aku dan papa berjalan perlahan memasuki gereja. Sepanjang perjalanan sampai ke altar. Papa berusaha menenangkan aku, tapi entah kenapa perasaan gugup ini tidak mau hilang.

Sesampai di depan altar, papa menyerahkan aku kepada Nathan secara simbolis dan dilanjutkan dengan ibadah pemberkatan pernikahan.

Setelah kami mengucapkan janji pernikahan dan pemasangan cincin, pendeta mempersilahkan Nathan untuk menciumku.

Bagian ini yang membuat aku lebih gugup, apakah mungkin Nathan bersedia menciumku?

Diluar dugaan ternyata Nathan mencium keningku, aku merasakan desiran pelan dan sejenak merasa bahagia. Aku berdoa dalam hati agar Tuhan menjaga rumah tangga kami, semoga pada akhirnya Nathan bisa menerima dan mencintaiku.

Selesai acara pemberkatan, papa dan papanya Nathan memberikan kata sambutan. Dilanjutkan dengan acara bersalaman dan foto bersama. Setelah itu kami berangkat ke hotel tempat resepsi pernikahan, sepanjang perjalanan Nathan hanya diam dan memandang ke arah luar jendela.

Kami sampai di hotel tempat resepsi, aku dan Nathan turun dari mobil dan berjalan memasuki ruangan dengan diiringi lagu pernikahan yang romantis. Hari ini aku dan Nathan menjadi raja dan ratu sehari, semua mata memandang kagum ke arah kami. Aku sempat melirik ke arah Nathan dan tidak ada reaksi sama sekali, bahkan untuk sekedar tersenyum saja tidak.

Acara pernikahan hari ini berlangsung meriah, selain saudara dari pihak keluarga papa dan mama. Ada juga rekan bisnis papa, rekan bisnis dan teman-teman sekolahku, bahkan teman kuliahku juga datang termasuk Meta dan Onnur kekasihnya.

Dari pihak Nathan, tamu-tamu yang datang adalah rekan bisnis Nathan dan saudara-saudaranya. Tetapi yang membuatku heran kenapa teman-teman Nathan tidak banyak yang datang bahkan teman kuliahnya tidak ada yang datang sama sekali, mungkin Nathan sengaja merahasiakan pernikahan kami agar Fanya tidak tahu.

Tepat jam 5 sore acara pernikahan kami selesai, rencananya setelah ini aku dan Nathan akan langsung ke apartemen. Untuk sementara kami akan menempati apartemen Nathan sambil mencari rumah.

Jam 6 sore kami tiba di apartemen Nathan, saat memasuki lobby. Aku sempat melihat  sekeliling, lokasinya terletak di daerah Jakarta Selatan. 

Kami langsung masuk ke lift dan menuju unit no 2702. Saat masuk ke dalam, aku memperhatikan interior dan tata letak ruangan. Unit yang ditempati Nathan memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu dan ruang makan minimalis, dapur bersih, dan balkon.

Lantainya terbuat marmer, sedangkan untuk kamar tidur lantainya terbuat dari kayu parquet, menurutku tempat ini lebih cocok dikatakan kondominium daripada apartemen.


"Itu kamar kamu Kayra dan kamarku berada disebelahnya, aku akan jarang keluar kamar kecuali ada keperluan". Nathan bicara sambil menunjuk ke arah dua ruangan yang bersebelahan.

"Kenapa kita tidur terpisah? Bukannya kita sekarang sudah sah menjadi suami istri?" Aku bertanya sambil mengernyitkan dahi.

"Pernikahan kita terjadi karena perjodohan dan tidak ada perasaan cinta, jadi akan jauh lebih baik apabila kita tidur terpisah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan".

"Bukannya sejak awal aku sudah pernah meminta untuk membatalkan pernikahan ini? Tapi kamu yang memaksakan diri!"

"Iya aku tahu, aku yang memaksakan diri. Tapi itu semua aku lakukan demi orang tuaku, terutama mama".

"Tapi kamu tidak berhak untuk menghancurkan hidup aku Nathan!"

"Lalu kamu maunya apa?!" Nathan menatapku dengan tatapan tajam.

"Aku hanya mau kita bisa bersikap seperti suami istri normal".

"Jangan mimpi kamu!" Nathan menatapku dengan tatapan sinis.


Saat mendengarkan kata-kata Nathan, ada perasaan sakit seperti tertusuk benda tajam. Apakah seperti ini konsep pernikahan? Apakah suatu kesalahan apabila suami dan istri memiliki hubungan dan perasaan yang khusus?

Ternyata keputusanku untuk tetap melanjutkan pernikahan perjodohan ini, malah membawaku ke dalam penderitaan.

Ya Tuhan, apakah aku bisa melewati dan menjalani pernikahan ini?

Apakah aku mampu membuat Nathan mencintaiku?

Aku sering bermimpi memiliki pernikahan yang bahagia, dimana ada cinta dan kebahagiaan didalamnya.

Bukan pernikahan seperti ini, pernikahan dimana suami dan istri tidur terpisah.

Pernikahan dimana suami dan istri hidup seperti 2 orang asing, tidak saling mencampuri urusan masing-masing.

Apakah ini layak disebut pernikahan?

Luka Hati PerempuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang