Angin malam setelah hujan terasa begitu dingin malam itu setelah Mahesa melontarkan pertanyaan yang membuat Kia hanya bisa mengangguk bingung.
"Kok, bisa tau?" tanya Kia seraya menoleh ke arah Mahesa setelah beberapa detik kembali meluruskan pandangan.
"Erick bilang sendiri di telepon pagi tadi," jawab Mahesa menatap Kia dalam hitungan detik lalu berdiri mengambil dua piring nasi goreng milik Erick dan Kia yang sudah jadi lalu di taruh pada meja hadapan Kia.
Setelah itu, Mahesa mengambil dua bungkus nasi goreng dan satu bungkus kwetiau pesanan adik perempuannya.
"Jadi sabaraha?" tanya Mahesa kepada Kang Dadang.
"Dua belas di tambah dua belas jadi dua puluh empat, di tambah kwetiau dua belas. Jadinya tilu puluh genep, Sa." Kang Dadang sambil memasak nasi goreng pesanan dari orang lain. Mahesa mengeluarkan dompetnya lalu memberikan uangnya senilai enam puluh ribu kepada Kang Dadang.
"Nih, Kang. Sama punya Erick Kia biar sekalian," ucap Mahesa memberikan uangnya kepada Kang Dadang.
"G-gue bisa bayar sendiri, kok," sela Kia segera mengambil dompet dari tas selempangnya.
Mahesa menghampiri Kia dan melepaskan gantungan permen mentos palsu dari resleting ranselnya. Ia mulai melihat-lihat gantungan tersebut, lalu melirik ke arah Kia.
"Cuma ada satu?" tanya Mahesa.
"Kenapa? Kalo lo suka ambil aja, gue punya dua," ucap Kia tanpa harus meminta, Kia sudah mengetahuinya terlebih dahulu.
"Oke, gantungan ini tuker pake uang yang udah di kasih ke kang Dadang. Impas," celetuk Mahesa.
"Gak usah, biar gue bayar sendiri aja," kekeh Kia.
"Udah, tenang aja. Kaya yang ke siapa aja," ucap Mahesa.
Kia hanya bisa pasrah, lalu mendudukkan dirinya di atas kursi sebelumnya yang sudah di hidangkan dua piring nasi goreng. Kia terdiam seperti biasa, aktifitas yang tidak pernah tertinggal dari dirinya adalah terdiam melamun memikirkan sesuatu bahkan tidak memikirkan apa-apa pun ia akan melamun. Mahesa mendudukkan dirinya di atas kusinya seperti sebelumnya, ia memperhatikan wajah Kia secara terang-terangan begitu serius penuh pertanyaan. Kia yang menyadarinya mulai menoleh kembali, dengan ekspresi bingung Kia mulai bertanya.
"Kenapa?" tanya Kia.
"Ada korek?" tanya kembali Mahesa.
"Nggak ada," jawab Kia baru saja menyadari terdapat sebatang rokok diselipkan pada telinga kirinya.
"Kalo mau ambil di Erick," lanjut Kia.
Saat itu juga Mahesa beranjak dari duduknya menghampiri Erick tanpa basa-basi sedikit pun. Ia berjalan dengan gerakan kaki begitu cepat. Sambil meniup nasi gorengnya agar tidak terlalu panas, Kia mulai memakan nasi goreng miliknya secara perlahan sampai habis.
Seiringnya waktu berjalan, Kia telah usai makan lalu bangkit dari duduknya untuk menghampiri Erick yang belum kunjung datang juga sampai nasi goreng miliknya pun mulai dingin.
"Kang Dadang, Kia tinggal sebentar," ucap Kia izin kepada Dadang.
"Oh, iya. Iya, Neng, Kia," jawab Dadang seraya memotong sayuran untuk tambahan pada nasi gorengnya.
Kia baru saja berjalan beberapa langkah dari sana, Mahesa datang terlebih dahulu muncul menghampiri Kia yang menghentikan langkahnya.
"Mau pulang sekarang? Kata Erick masih mau ngobrol-ngobrol sama temenya, jadinya aku yang nganter," kata Mahesa seraya menatap kedua bola mata Kia.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATATAN KIA [TERBIT]
RomanceSaskia Belani dengan nama panggil Kia bertemu dengan Mahesa, seorang pemuda yang mengajaknya mengelilingi kota Bekasi demi mencari inspirasi untuk membuat ide cerita naskah. Perjalanan penuh cerita beserta lingkungan yang baik nyaris membuat Kia tid...