11. Triangle, Penulis

36 36 20
                                    

Kia baru saja pulang dari perjalanan memancing yang melelahkan. Tangannya membawa bungkusan besar berisi martabak dan ayam bakar yang masih hangat. Saat dia membuka pintu rumah, aroma harum dari makanan itu menyambutnya. Namun, Kia terkejut melihat pemandangan yang tak terduga di ruang tamu.

Erick, abangnya, yang biasanya terlihat serius dan fokus oleh orang-orang tidak bisa menjaga image dirinya di hadapan Kia, sekarang ia tengah berjoget dangdut dengan penuh semangat. Musik dangdut mengalun keras dari speaker, dan Erick tampak begitu menikmati setiap detiknya. Kia tidak bisa menahan tawanya melihat abangnya seperti ini.

Dengan bungkusan makanan di tangannya, Kia hanya bisa terpingkal-pingkal melihat tingkah Erick yang lucu. Tanpa ragu, dia bergabung dalam joget dangdut bersama abangnya. Mereka berdua berjoget tanpa beban, tertawa, dan menikmati momen tersebut dengan penuh keceriaan. Kia merasa senang melihat sisi lain dari abangnya yang selama ini jarang bisa terlihat oleh orang lain.

Setelah beberapa lagu berjoget, mereka berdua duduk bersama sambil menikmati martabak dan ayam bakar yang dibawa oleh Kia. Mereka bercerita tentang pengalaman memancing Kia dan tertawa bersama. Kia merasa hangat di hatinya melihat Erick begitu bahagia. Malam itu menjadi salah satu kenangan manis bagi Kia, di mana dia belajar untuk tidak selalu melihat seseorang dari penampilan luarnya saja. Erick tetap abang yang penyayang, namun kali ini dengan sentuhan keceriaan yang baru.

Malam itu, Kia belajar bahwa kebahagiaan bisa datang dari hal-hal sederhana, seperti berbagi makanan dan tawa bersama orang yang dicintai.

"Tumben lo gak ke kamar? Biasanya lo jam segini udah di kamar," ucap Kia bertanya.

"Lo belum pulang gue gak tenang, soalnya sekarang rawan banget. Banyak begal berkeliaran. Bekasi gini-gini juga banyak begal," jawab Erick.

"Jadi, lo peduli sama gue?" tanya Kia penasaran.

"Banyak tanya lo, Cil." Erick segera berjalan menutup pintu tengah rumah lalu menguncinya. Erick berjalan menaiki tangga untuk masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Kia.

Kia tersenyum seraya menatap Erick sampai masuk ke dalam kamarnya.
Kia dengan hati-hati merapihkan sisa-sisa martabak yang telah dimakan sebelumnya. Ia membersihkan meja dari sampah bungkus ayam bakar yang berserakan. Setelah selesai, Kia berjalan menuju kamar di lantai dua.

Kia tampak fokus dalam melakukan tugasnya, berusaha merapikan dan membersihkan area sekitarnya. Ia bergerak dengan tenang dan hati-hati, menunjukkan tanggung jawab dalam menjaga kebersihan dan kerapian. Setelah menyelesaikan makan malamnya di ruang tengah bersama Erick, Kia melanjutkan aktivitasnya dengan berjalan menuju kamar di lantai atas.

Setelah berjalan menuju kamar di lantai atas, Kia segera menyalakan lampu kamarnya. Ruangan itu pun menjadi terang, menerangi suasana yang sebelumnya agak remang-remang.

Kia kemudian merebahkan dirinya di atas kasur yang terlihat nyaman. Dengan gerakan yang tenang, ia mengambil ponselnya dan mulai menjelajahi layar perangkat tersebut. Wajahnya tampak sedikit rileks, seolah menikmati waktu istirahat setelah melakukan beberapa aktivitas sebelumnya.

Kia membuka pesan yang di dapat dirinya beneran menit sebelumnya, pesan ini dari Jack. Beberapa panggilan tampaknya tidak terjawab karena Kia tidak membuka ponselnya selama melakukan aktivasi.

JACK

Kia, lo Bekasi mananya? Ada yang harus diomongin, gak cuma gue. Tapi beberapa kaya gue Nana, Griselda, Reyhan sama Jemi. Itu mau ke Bekasi cuma buat nyamperin lo. Plis, jawab pesan gue, jangan egois ini buat tugas lo juga. Gue sama temen-temen rela ke Bekasi demi ngomongin project, buat lo.

Grup Whatsapp ada, kan? Apa emang segitunya? Emang gue ngapain, sih. Sampe lo sebut egois?

Jelas egois, lo ke Bekasi ninggalin kita semua di saat lo jadi Crew yang paling terpenting kali ini. Inget, lo penulis naskah, lo itu Triangle. Sutradara lo di sini, gimana lo mau ngerancang ide?

Jack, gue tau lo yang paling tinggi di Pra Produksi ini. Lo produser, tapi lo tau gak? Gue ke sini buat nyari ide cerita sama orang-orang hebat. Gue udah nulis ide cerita di buku catatan gue sendiri. Lagipula kalo gue gabung sama kalian, seumur-umur syuting sama kalian itu banyaknya main-main. Gue bikin naskah juga kalian biasanya terima jadi, kan?

Pokoknya gue ke Bekasi dua hari nanti.

Seterah.

/read.

Kia menaruh ponselnya di samping meja kamar. Ia kemudian mengambil buku catatan miliknya yang tergeletak di dekat tumpukan kertas. Kia membuka buku itu dan mulai menulis beberapa catatan penting. Tangannya bergerak lincah di atas kertas, mencatat hal-hal penting hari ini. Sesekali ia menghentikan gerakan penanya, tampak berpikir sejenak sebelum melanjutkan menuliskan sesuatu di dalam buku catatannya itu. Kia terlihat fokus dan serius saat melakukan aktivitas mencatat ini, seolah-olah tidak ingin melewatkan satu pun detail penting yang harus dicatat.

Setelah berhenti sejenak mencatat di buku, Kia menutupnya dan beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan meninggalkan meja belajar dan menuju ke arah kamar Erick. Dengan langkah yang tenang namun pasti, Kia mendekati pintu kamar Erick. Sesampainya di depan pintu, Kia mengetuknya perlahan, menunggu Erick untuk membukakan pintu.

Erick segera membuka pintu kamar dengan kedua mata fokus bermain game online bersama teman onlinenya. Erick hanya berdiri di hadapan Kia tanpa menoleh sedikitpun untuk lebih fokus bermain.

"Bang, lo gak ada saran buat gue bikin naskah?" tanya Kia.

"Itu-itu maju... Awas, srepet buru srepet! AKHHH... Anak bangs-" Erick terdiam melihat Kia berdiri tanpa ekspresi tertentu.

"Kunaon?" tanya Erick.

"Gue mau bikin naskah, nanti lo koreksi. Gue minta tolong banget kalo nanti ada yang salah ataupun lo ada saran, kasih tau gue. Gue mau cepet-cepet selesaikan beban di kepala gue," ucap Kia.

"Ouh, ngogheyy." Erick yang langsung kembali menatap ponselnya lalu masuk ke dalam kamarnya lagi dan menutup pintu kamar.

"Anak ngen!" Kia terdiam, lalu menghela napas. Ia kembali berjalan menuju kamarnya.

Kia memasuki kamarnya dan berjalan mengambil buku catatannya, lalu menuju meja belajar di sudut ruangan. Ia mengambil laptop yang tergeletak di sana, ia membukanya dan menyalakannya. Setelah laptop siap digunakan, Kia mulai mengetikkan sesuatu dengan cekatan. Ternyata, ia sedang menulis naskah film. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard, sementara matanya terfokus pada layar laptop. Kia tampak serius dan tekun, tenggelam dalam proses kreatif penulisan naskah filmnya. Sesekali ia berhenti sejenak, tampak memikirkan kata-kata atau adegan yang tepat untuk dimasukkan ke dalam naskahnya. Ruangan itu hening, hanya terdengar suara ketikan dari laptop Kia.

Setelah beberapa saat tenggelam dalam penulisan naskah filmnya, Kia memutuskan untuk mengambil secangkir kopi hitam. Ia beranjak dari kursi dan berjalan menuju dapur. Di sana, Kia menuangkan kopi hitam panas ke dalam sebuah cangkir. Aroma kopi yang kuat memenuhi udara di sekitarnya. Kia kembali ke kamar dengan cangkir kopi di tangan, bersiap untuk melanjutkan proses penulisan naskahnya.

Sesampainya di kamar, Kia meletakkan cangkir kopi di dekat laptopnya. Ia kembali duduk di kursi dan mulai mengetik dengan semangat, berusaha menyelesaikan naskah filmnya. Kia tampak fokus dan tekun, sesekali menyesap kopi hitamnya untuk menjaga konsentrasinya tetap terjaga. Ruangan kembali hening, hanya terdengar suara ketikan keyboard dan sesekali Kia menyesap kopinya.

CATATAN KIA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang