12. Juragan Yeye

39 35 14
                                    

Kia duduk dengan cemas di kursinya, jantungnya berdebar kencang saat Erick mulai memeriksa naskah film yang telah ia kerjakan semalaman. Ia menunggu dengan was-was, berharap Erick akan memberikan umpan balik yang konstruktif untuk memperbaiki naskahnya.

Erick membaca dengan seksama, sesekali mencoret dan membuat catatan di samping halaman. Kia menggigit bibir bawahnya, berusaha meredam kegugupannya. Ia tahu Erick adalah penulis naskah yang teliti dan kritis, tapi ia berharap naskahnya cukup baik untuk lolos dari koreksi ketat.

Setelah beberapa saat yang terasa lama, Erick mengangkat kepalanya dan menatap Kia. Kia balas menatapnya dengan penuh harap, menunggu komentar Erick. Ekspresi Erick tidak terbaca, membuat Kia semakin cemas.

"Gimana?" tanya Kia begitu penasaran, Erick terdiam sejenak tanpa ekspresi tertentu. Lalu menggelengkan kepalanya, menolak naskah Kia untuk lolos revisi. Erick bangkit dari duduknya, berjalan mengambil minum tak jauh dari sana.

"Lo itu, kebanyakan nonton drama indosiar. Masa lo mau buat film juragan yeye?" ucap Erick meminum air.

"Juragan lele, bukan yeye," ucap Kia membenarkan.

"Lagian, di umur masih fokus sekolah gitu masa lo mau buat dia jadi juragan lele? Usia muda gitu nggak bisa dong, lo buat jadi juragan lele. Yang ada juragan yeye soalnya masih bocil banget juragannya. Lagian lo terinspirasi darimana, sih?" ucap Erick menaruh gelas bekas minumnya di atas meja.

"Dari Mahesa yang suka mancing, terus temennya Mahesa yang mimpi jadi juragan lele," ucap Kia membuat Erick menggelengkan kepala.

Erick mulai berjalan mundar-mandir di depan Kia dengan mulutnya berbicara, dan tangannya ikut bergerak sesuai dengan ucapan.

"Gini, Ki. Gue bawa lo kesini biar lo punya kesempatan menjelajah. Mau jalan-jalan menelusuri tempat, ada Mahesa yang siap anter lo. Mau denger cerita-cerita keren, ada Kang Asep. Harusnya lo lebih banyak-banyak cerita sama dia. Terus, kalo mau nyari pengalaman keren, ada Mang Abuy. Jadi, bangun cerita jangan asal-asalan, Ki. Mending lo ubah jalan cerita lo jadi juragan lele yang berebutan tanah warisan? Jadi, seolah-olah ini tentang seseorang yang gimanapun caranya biar dia bisa dapetin warisan tanah empang itu," ucap Erick seraya menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Kia.

"Bang, jangan action. Gue gak pede," ucap Kia.

"Ah, elo. Yaudah kalo gitu comedy?" tanya Erick dijawab gelengan kepala.

"Romantis?" lanjut Erick bertanya.

"Pertimbangkan," ucap Kia.

"Horor?" tanya Erick, lagi.

"Em... Boleh juga, tuh!" pekik Kia bahagia akhirnya.

Sebelum datang ke rumah Mahesa, Kia telah mempertimbangkan dengan matang untuk meminta tolong sesuatu berhubungan dengan pembuatan ide cerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebelum datang ke rumah Mahesa, Kia telah mempertimbangkan dengan matang untuk meminta tolong sesuatu berhubungan dengan pembuatan ide cerita.

Setelah banyak berpikir dan meyakinkan diri, Kia memutuskan untuk datang menemui Mahesa. Dia tidak bisa lagi menunda-nunda langsung pergi berjalan kaki seorang diri dengan kaos biru, memakai bando kepala, membawa ransel yang berisi buku catatan serta ponsel miliknya.

Sesampainya di depan rumah Mahesa, tanpa basa-basi sama sekali dan langsung menekan bel. Saat seseorang membuka pintu, Kia berjinjit untuk melihat siapa yang baru saja membuka pintu rumah. Ternyata dia adalah Nanda, Nanda sedikit berlari membuka pintu gerbang.

"Kenapa, Teh?" tanya Nanda.

"Ada Mahesa?" tanya Kia.

Nanda sedikit berfikir beberapa detik, lalu menoleh ke arah Kia dan mengucapkan sesuatu.

"Tadi kalo gak salah dia pergi, aku kira ke rumah Teh Kia. Ternyata enggak, ya?" ucap Nanda membuat Kia sedikit terdiam dan sedikit murung.

"Kalo sore dia ada di rumah?" tanya lagi Kia.

"Kalo sore biasanya hari ini dia ke kampus," kata Nanda dengan jari-jarinya menggenggam besi gerbang.

"Oh, yaudah kalo gitu aku izin pamit pulang, Nan." Kia segera memundurkan beberapa langkah sebelum pulang.

"Kak Kia jalan? Mampir ke rumah aja dulu, biar nanti Mahesa aku telepon," ucap Nanda menawarkan Kia untuk masuk ke dalam rumah.

"Nggak usah, Nan. Aku cuma mau ngomong sebentar doang kok sama Mahesa, nanti di telepon juga bisa," ucap Kia yang langsung berjalan pulang setelah Nanda mengangguk pelan kepalanya seraya mengatakan 'baiklah' tanpa bersuara dan hanya bibirnya saja yang berbicara.

Kia memutuskan untuk berjalan kembali pulang, untung saja perjalanan rumah Kia ke Mahesa tidak harus menyebrangi jalan raya yang ramai oleh kendaraan-kendaraan dan orang-orang berjalan. Pandangan Kia menatap ke bawah melihat kakinya berjalan di atas aspal Bekasi yang kini memiliki cuaca begitu panas, melihat tali sepatunya lepas membuat Kia membungkukkan tubuhnya untuk mengikat tali sepatu.

Beberapa kendaraan melewati jalan yang di lalui olehnya, namun satu motor berlawan arah dengan Kia berhenti di hadapannya membuat Kia melirik siapa orang itu. Wajahnya tampak backlight dengan sinar matahari membelakangi pria itu.

Kia berdiri setelah usai mengikat tali sepatunya, menatap wajah pria tersebut yang semakin terlihat jelas. Dia adalah Mahesa, seraya tersenyum kepada Kia, Kia pun perlahan ikut tersenyum melihat itu adalah Mahesa.

"Kia kenapa jalan?" tanya Mahesa sambil memberi helm kepada Kia.

"Erick gak bisa anter, dia lagi ada janji sama temen kerjanya." Kia mulai memakai helm yang diberikan oleh Mahesa lalu menaiki motor Mahesa.

Mahesa mulai menjalankan motornya menuju perjalanan ke tempat tongkrongan Kang Asep.

"Mahesa abis dari mana?" tanya Kia.

"Abis dari rumah Agsa, ngambil kamera punya Mahesa. Siapa tau Kia butuh, makannya Hesa ambil buat Kia," jawab Mahesa membuat Kia tersenyum manis.

Jalan menuju tempat tongkrongan mereka terlihat cukup ramai dengan lalu-lalang orang. Ini adalah kawasan yang cukup padat penduduk, dengan banyak pertokoan, rumah-rumah, dan kendaraan yang berlalu-lalang.

Suasana di sepanjang jalan terasa cukup hidup dan dinamis. Terdengar suara klakson kendaraan, obrolan pejalan kaki, dan bunyi langkah kaki yang berirama. Toko-toko dan kios di sepanjang jalan tampak sibuk melayani pelanggan.

Kia dan Mahesa berjalan dengan santai, sesekali menyapa orang yang mereka kenal. Mereka tampak akrab dan nyaman dengan lingkungan sekitar.

Suasana jalan yang padat namun tetap terasa hangat dan bersahabat ini menambah kesan nyaman saat Kia dan Mahesa berjalan menuju tempat tongkrongan mereka yang terlihat ringan dan penuh semangat.

Sambil berbagai cerita sepanjang jalan tentang apa yang seharusnya mereka ceritakan termasuk hal-hal membangun ide cerita ber-genre horror di daerah sini. Tentu akan di bahas panjang oleh Kang Asep yang memiliki 1000 cerita sampai ke akar-akarnya.

Setelah perjalanan yang lumayan, akhirnya mereka telah sampai di tempat tujuannya. Tempat tongkrongan di siang hari ini tampaknya lebih sunyi, mungkin karena hari ini Kang Asep datang agak telat karena hari ini adalah jadwal dirinya berkerja. Kia menuruni motor, membuka pintu gerbang lalu Mahesa memasukkan motornya ke dalam.

CATATAN KIA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang