06. Untuk Perempuan Yang Di Pelukan

67 66 80
                                    

Malam itu, Kia dan Mahesa memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju suatu tempat bersama Rendi beserta Asep. Udara dingin menyapa kulit Kia saat angin-angin malam menerjang. Jalanan tampak sepi, hanya beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Lampu-lampu jalan menerangi jalan di depan, menyoroti jalanan yang mesti ditelusuri.

Suara deru mesin dan roda yang bergesekan dengan aspal menjadi irama perjalanan. Sesekali Kia melirik ke samping, menikmati pemandangan kota yang tampak berbeda di malam hari. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, seolah menjaga kota ini dari kegelapan.

Semakin jauh melaju, semakin sepi jalan yang dilalui. Hanya ada beberapa kendaraan lain yang melintas. Kia menikmati ketenangan ini, seolah dunia miliknya seorang. Sesekali Kia menghirup udara malam yang segar, membiarkannya menyegarkan pikirannya yang selalu terpenuhi oleh tugas-tugas kuliah menumpuk.

Udara seperti ini membuat pikiran Kia menjadi tenang, terbebas dari hiruk-pikuk kesibukan siang hari. Perjalanan di malam hari ini seakan membawanya ke dimensi yang berbeda, sebuah dunia yang lebih damai dan tenang.

Sekian lama perjalanan akhirnya mereka telah sampai pada suatu tempat live music dengan suasana semakin meriah saat Asep naik ke atas panggung. Riuh tepuk tangan dan teriakan penonton memenuhi ruangan. Lampu sorot menyorot ke arah panggung, menyoroti para musisi yang bersiap memainkan instrumen mereka.

Dentuman drum mengawali lagu pembuka, diikuti oleh petikan gitar dan bass yang berirama. Vokal sang vokalis pun mulai terdengar, membawa penonton larut dalam alunan melodi. Penonton bergerak mengikuti irama, sebagian bahkan mulai berjoget di depan panggung.

Satu per satu lagu dimainkan dengan penuh semangat. Setiap riff gitar, hentakan drum, dan lirik yang dinyanyikan membuat suasana semakin memanas. Penonton bersorak, bertepuk tangan, dan bernyanyi bersama. Interaksi antara band dan penonton terjalin dengan erat.

Di akhir pertunjukan, band memberikan penampilan terbaik mereka. Penonton pun membalas dengan riuh tepuk tangan dan teriakan antusias. Semua larut dalam euforia live music yang memukau. Malam itu, venue itu menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya energi yang tercipta dari perpaduan antara musisi dan penonton.

"Rame banget," ucap Kia dengan nada bicara sedang.

"Apa?!" teriak Mahesa memberikan telinganya untuk Kia berbicara lebih keras.

"Rame, bangeett!" teriak Kia pada kuping Mahesa.

"Cafe ini emang lagi rame kalo di malam minggu!" ucap Mahesa dengan nada tinggi sama seperti sebelumnya.

Kia memegangi baju Mahesa karena takut ketinggalan, karena begitu ramai. Mahesa dan Kia datang pada tempat ini bertujuan untuk mendengarkan Asep dan kawan-kawan membawakan lagu.

Mahesa melepaskan pegangan kencang Kia pada majunya, la memindahkan tangannya bersentuhan dengan telapak tangan Mahesa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahesa melepaskan pegangan kencang Kia pada majunya, la memindahkan tangannya bersentuhan dengan telapak tangan Mahesa. Mereka berpegangan tangan erat, Mahesa berjalan sibuk membawa Kia pada kursi kosong paling depan.

CATATAN KIA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang