Provokasi

956 73 5
                                    

Chapter 12. Provokasi

Selamat membaca.
.
.
.
.
.
.
hati-hati typo bertebaran.
.
.
.
.
.
.

Rendy awalnya berfikir bahwa rasa mual itu hanya akan terjadi sekali saja, tapi ternyata dia salah karena di hari-hari berikutnya dia masih merasa mual di waktu-waktu tertentu.

Seperti pagi ini, Rendy terbangun saat rasa mual itu tiba-tiba naik ke tenggorokan nya. Dengan cepat dia segera beranjak ke kamar mandi, kalau tidak dia akan berakhir mengotori kasurnya. Dan dia tidak ingin itu terjadi, akan ada biaya tambahan untuk membayar laundry.

Dia berusaha untuk muntah tapi tidak ada yang keluar. Iyalah, ini tuh masih pagi. Dia juga belum makan apapun jadi pantas tidak ada apapun yang bisa dia muntahkan.

Tapi rasa mual itu tidak memberinya belas kasihan, dan terus menyerang perutnya. Rasa pahit memenuhi mulut Rendy membuat pemuda itu semakin merasa tak nyaman. Setelah beberapa saat berusaha untuk muntah Rendy merasa lelah dan terduduk di lantai kamar mandi, ada satu titik air mata di ujung matanya.

Sumpah bukannya dia cengeng atau gimana, tapi mual ini begitu menyiksanya. Sebenarnya Rendy juga ingin pergi ke dokter dan memeriksa tubuhnya tapi dia takut kalau ternyata dia mempunyai penyakit mematikan dan dia hanya bisa menahannya, tapi ini terlalu sulit.

Setelah rasa mual itu sedikit mereda Rendy berusaha untuk berdiri dan keluar dari kamar mandi. Wajahnya sangat pucat saat dia melintasi cermin dan melihat bayangannya. Tapi kemudian matanya teralihkan ke pipinya, pipi yang dulunya tirus kini sedikit berisi. Wajar saja, Rendy semakin banyak makan dan ngemil. dia tidak akan kaget jika nanti berat badannya bertambah.

Rendy mengganti piyama tidur dengan sweater panjang yang hangat lalu keluar kamar. Sampai di dapur dia menuangkan segelas air dan berkumur sekaligus minum untuk melegakan tenggorokan.

Siang ini dia masih harus menghadiri kelas, tapi entah kenapa Rendy malas sekali kalau harus keluar rumah.

Kembali ke kamar Rendy mencari ponselnya yang ternyata ada di bawah kasur, pas sekali saat dia mengambil benda itu ada telepon yang terhubung.

"Ada apa?"

Tanya Rendy pada iyang di sebrang telepon.

"Lo masuk kelas gak, kalau iya gue jemput"ujar iyang dengan semangat.

Rendy tidak langsung menjawab tapi mengecek jadwal kelasnya dulu, sudah dia bilang dia malas kuliah tapi ternyata ada kelas dari profesor galak yang kalau ada satu mahasiswa yang bolos maka nilainya akan di kosongkan. Rendy tahu ini dari kakak tingkatnya, katanya kalau sampai ada satu kolom yang absen saja maka saat kelulusan akan di persulit.

Rendy selalu mengingat hal ini entah bagaimana dia merasa takut.

"Iya, Lo kesini aja"titah Rendy yang di setujui iyang dengan senang hati.

Setelah telepon terputus Rendy berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

***

Iyang tersenyum senang saat berjalan masuk ke gedung apartemen Rendy, kalau aja rumah dia tuh jauh dari kampus mungkin dia juga akan tinggal sendiri seperti Rendy di sebuah apartemen gini. Tapi sayang sekali, rumahnya lumayan dekat jadi sebagai gantinya dia hanya dibelikan sepeda motor sebagai alat transportasi oleh ayahnya.

Saat lift terbuka, iyang kebetulan berpapasan dengan Jeno yang sepertinya akan berangkat kuliah. Iyang hanya tersenyum kecil sebagai sapaan.

Beberapa kali dia memang akan bertemu dengan pemuda ini jika pergi ke rumah Rendy, pantas saja sih orang pemuda ini emang tinggalnya disini, masih satu lantai sama Rendy juga.

For Our Baby 🔞 | NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang