Chapter 19. Penolakan
Hati-hati typo bertebaran.
Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Rendy duduk di kantin rumah sakit seperti titah Jeno, walau pikirannya pun bingung kenapa dia begitu patuh menunggu disini. Lagipula dia tidak mengharapkan pemuda itu akan mengantarnya pulang. Tapi entahlah, pikiran Rendy sangat kacau sekarang.
Fakta bahwa dia hamil saat ini sangat-sangat mengguncang kewarasannya. Mengapa ini terjadi, apa tuhan sedang mengutuknya? Ini benar-benar di luar batas kemampuannya untuk menerima semua ini.
Rendy mengedipkan mata dan mengeluarkan nafas gusar, ini semua tidak akan terjadi jika waktu itu dia tidak datang ke bar dan mabuk. Di bawah keputusasaan dia mulai berandai-andai.
Andai saja dia tidak mengiyakan ajakan iyang untuk pergi malam itu. Atau andai saja dia tidak pergi ke toilet yang berakhir bertemu Jeno yang tengah mabuk, atau andai saja dia memiliki kekuatan yang besar dan memberontak dengan keras atau memukul Jeno, semua ini tidak akan terjadi.
Kecelakaan malam itu tidak akan pernah dia alami dan bayi ini tidak akan pernah ada. Tapi bisakah dia berfikir seperti itu? Tentu saja tidak!
Rendy tertawa konyol dengan pandangan kosong melihat orang-orang berlalu-lalang. Betapa konyol pemikirannya barusan, tentu saja semua itu tidak akan bisa di rubah dengan dia berandai-andai saja.
Menghela nafas pelan, Rendy melirik waktu di layar ponsel, sudah lebih dari setengah jam dia menunggu. Apa yang sebenarnya tengah di lakukan Jeno dengan Tante reya, oh atau Tante reya sekarang tengah memberikan Jeno hukuman yang lebih parah? Jika iya sangat disayangkan dia tidak bisa melihatnya. Akan lebih baik jika dia melihatnya, mungkin dia bisa menjadi tim hore yang menyemangati Tante reya untuk menganiaya Jeno.
Di tengah pemikiran Rendy yang semakin liar membayangkan penderitaan yang mungkin di alami Jeno, Jeno sekarang tengah berjalan memasuki area kantin. Kepalanya celingak-celinguk menatap ke penjuru kantin hingga tatapannya jatuh kepada pemuda yang kini tengah melamun, namun terkadang akan tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.
Jeno dengan cepat berjalan menuju meja dimana Rendy tengah duduk dan berdiri di hadapan pemuda itu.
Menyadari seseorang berdiru di depannya Rendy mendongak dan bertemu tatap dengan mata Jeno, lalu dia melirik kondisi wajah Jeno. Apakah babak belur hingga giginya ompong? Tapi Rendy dengan cepat kecewa karena keadaan Jeno terlihat baik-baik saja, ini tidak seperti yang dia harapkan.
Sedangkan Jeno yang tidak tahu tengah di doakan yang tidak baik oleh Rendy mengangkat sebelah alisnya heran saat melihat raut kecewa di wajah Renjun. Kenapa orang ini tiba-tiba saja merasa kecewa padahal tadi dia lihat Rendy masih bisa tersenyum?
Entahlah Jeno tidak bisa memikirkan alasan apapun tentang apa yang sedang di pikirkan Rendy, lagipula mereka masih memiliki beberapa pembicaraan penting.
Menarik kursi Jeno duduk di hadapan Rendy. Jika tadi saat dalam perjalanan kesini hatinya masih santai-santai saja, sekarang ketika dia berhadapan dengan Rendy dia menjadi sedikit gugup, kata-kata yang ingin dia ucapkan juga melebur seperti uap air. Pikirannya benar-benar kosong.
Namun Rendy yang sudah tidak tahan berhadapan dengan Jeno dengan enggan membuka suara.
"Ada apa?"tanya Rendy, nadanya acuh tanpa raut wajah.
"I-itu, gue udah bilang ke bunda- Maksud gue gue udah minta saran bunda buat masalah kita. Gue tau ini berat buat Lo, diantara kita gak ada yang mau semua ini terjadi. Tapi di dunia ini gak ada Doraemon yang punya mesin buat anter kita ke masa lalu dan mencegah semua ini terjadi. Gue-"
KAMU SEDANG MEMBACA
For Our Baby 🔞 | NOREN
Fanfiction°Follow dulu sebelum membaca° katanya musuh, tapi kok tidur bareng mana sampe hamil pula. * * * gimana kalau kita gugurin aja - Rendika Pratama jangan ngaco! gue mau tanggung jawab! - Jendral Noffaleon ....... bxb area! mpreg! mengandung bahasa kasa...