28. Hujan Petir

425 41 14
                                    

Ah, pesanku, siapkan saja hatimu, ya?

Please Play, Kenangan Terindah by Samsons.










Sunyi menyelimuti Ruang ICU yang berisikan dua ranjang rumah sakit, yang mana diatasnya terbaring dua insan yang Kaliasha sayangi. Air matanya kini sudah tak lagi mengalir, kedua tangan Asha masih menyatu, merapalkan segala macam doa untuk Suami dan Anak Sulungnya. Dibalik kaca pembatas itu, dapat Asha lihat dokter mulai melepas pakaian sterilnya, lalu keluar dari ruangan dingin itu.

"Dokter Tian, bagaimana Juno? Apa ada perkembangan?" Tanya Asha kala Dokter itu menemuinya. Namun Dokter Tian hanya menggeleng pelan sembari menunduk.

"Sel kanker yang diidap Juno, sudah merusak organ hatinya, ini akibat dari tidak teraturnya minum obat, dan tidak menjalankan terapi. Satu-satunya cara, hanya dengan melakukan transplantasi hati." Runtuh sudah dunia Asha. Setiap kata yang keluar dari mulut Dokter Tian bagaikan sebuah ribuan belati yang menikam jantungnya secara bersamaan.

"Ambil hati Saya Dok." Final Asha.

"Bu Asha, Ibu harus melakukan serangkaian tes, untuk membuktikan bahwa hati Ibu cocok atau tidak dengan Juno." Sekali lagi Asha menangis dalam diam disana.

"Saya permisi, Bu." Selepas dokter itu berlalu, Asha masih setia didepan kaca pembatas ruangan tersebut. Sakit, sakit sekali. Juno dan Delvin berada diruang yang sama, dengan kondisi yang sama juga.

Seluruh teman-temannya sudah pulang, pun dengan putra putrinya yang ditemani oleh Ayah Bundanya. Asha kini sendirian, duduk di kursi tunggu yang dingin itu dengan tangisan yang menguar.

"Tuhan.. Tuhan tolong, tolong keduanya, Tuhan. Tuhan, Aku baru saja mendapatkan bahagia, Tuhan. Tolong, jangan terlalu cepat Kau merenggutnya lagi, Tuhan."

Asha bermonolog didalam hatinya, hingga matanya kini menatap kembali kaca pembatas antara dirinya dengan suami dan anaknya. Disana, Delvin sudah membuka matanya. Asha yang terlampau terkejut kini memanggil Markus sebagai dokter pribadi putranya.

Hingga Markus berada didalam sana, kedua bola mata itu masih setia menatap putra sulungnya. Kedua tangannya pun setia menyatu dan meminta pada Sang Penguasa langit dan bumi. Sampai akhirnya Markus berada di hadapannya, dengan pakaian sterilnya yang masih setia melekat ditubuhnya.

Markus menghampiri dirinya yang berantakan, dengan gemuruh dan kilat sebagai teman mereka, Markus pun tersenyum dan mengangguk pada Kaliasha yang mengartikan Putranya dalam keadaan yang baik.

"Lo boleh temuin Kakak, Sha." Ujar Markus padanya.

Dengan cepat wanita itu menggunakan pakaian sterilnya dan masuk menghampiri putra sulungnya. Sekuat mungkin Asha menahan air matanya untuk tak jatuh dengan seenaknya, lalu Ia mendudukan dirinya pada kursi yang tersedia disebelah ranjang putranya.

Sungguh. Asha sedih bukan main, segala selang untuk membantu putranya agar tetap bernapas membuatnya sesak. Mengapa putranya begitu kuat menahan rasa sakit itu semua? Hingga kedua matanya bertemu dengan si Manik Hazelnut, runtuh sudah pertahanan seorang Kaliasha.

"Ma.." Panggil si sulung dengan paraunya.

"Disini, sayang. Mama disini." Jawab Asha dengan bergetar akibat menahan tangisannya agar tak semakin deras.

"Don't.. Cry.." Kata si sulung

"No, i'm not." Jawab Asha sembari menghapus jejak air matanya.

Kini si sulung menoleh ke sebelah kiri, dimana sang Papa terbaring lemah, sama seperti dirinya. Menatap sang Papa dengan cukup lama, lalu kembali mengalihkan pandangannya pada wanita yang melahirkannya ke dunia ini.

NAWASENA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang