Huft, please play,
Untukmu Aku Bertahan, by Afgan.Suara monitor jantung dan berbagai selang yang menempel ditubuh Juno mampu membuat Asha meringis. Hampir 2 hari lamanya, dan kini sudah hari ketiga Delvin pergi, Juno masih enggan membuka matanya dan kembali menyapa dirinya. Tak bisa Asha bayangkan, bagaimana nanti Juno mengetahui anak sulungnya telah pergi?
"Bri.. Bangun, Acha mohon bangun, Bri.." Jemari lentik milik Asha menggengam jemari milik Juno yang lemas tak berdaya. Air matanya entah untuk keberapa kalinya turun membasahi pipi mulus seorang Kaliasha.
"Bri, Acha lagi sedih.. Gama juga sedih.. Tolong, tolong bangun, Brian.. Peluk Acha, peluk Abang, cium Adek, Bri.. Tolong, Kami gak sanggup.." Asha menangis sesenggukan disana, tangannya setia menggenggam erat jemari hangat Juno.
Diluar sana, Gamaliel menangkap sosok kedua orang tuanya. Bersama sang adik dalam pelukan hangatnya, Gama ikut menitihkan airmatanya. Belum sempat kering luka yang kemarin, kini luka itu sudah disiram kembali dengan pemandangan memilukan dari kedua orang tuanya.
"Kak, apa Gama bisa, Kak? Gama gak sekuat Kakak.."
"Kak, tolong.. Tolong bantu Gama.."
●●●
Sebuah sinar menyilaukan terpancar dari segala arah, membuat sang empu yang tengah berdiri diantara pancaran tersebut memejamkan matanya. Hingga cahaya tersebut mulai tak seterang sebelumnya, empu yang bertubuh tinggi itu kini menatap siluet yang amat sangat Ia kenali.
Namun, bak seolah ada yang menahannya, sang empu tak mampu menggerakan kedua kakinya. Sang empu hanya mampu menatap siluet tersebut.
"Gabrian.." Ujar siluet itu.
Sontak sang empu menoleh.
"Mama?" Jawab sang empu yang tak mampu untuk berpindah seolah tengah diikat oleh belenggu tak kasat mata. Empu yang dipanggil Gabrian—Juno itu kini menatap siluet yang kini bertukar menjadi sosok perempuan paruh baya dengan beberapa helai rambutnya yang memutih.
Juno ingin sekali berlari memeluk Tisya — Mamanya. Namun tak bisa, belenggu yang memeluknya menyulitkan dirinya untuk berlari.
"Papa.." Ujar sosok lain yang berada disebelah Tisya. Juno lantas terkejut, bagaimana bisa Putra sulungnya bisa bersama sang Mama.
"Ma, tolong Brian, Brian gak bisa gerak. Kak, bantu Papa, Kak." Pinta Juno.
Namun, si Sulung hanya menggeleng menatap Papanya.
"Pulang, Pa. Papa gak boleh disini." Ujar sosok Delvin.
"Pulang Brian. Kamu gak boleh ada disini, sekarang." Kini sosok Tisya bersuara.
"Ma, Brian Kangen Mama. Brian mau peluk Mama." Tisya kini menghampiri putranya yang kini sudah menjadi sosok Papa. Ternyata benar, setua apapun manusia, Ia akan tetap menjadi sosok anak kecil jika sudah bersama sang Ibu. Tangan yang sedikit keriput itu mulai merengkuh sosok Juno dan membawanya kedalam pelukannya.
"Mama ada, Nak. Mama akan selalu ada di hati Brian sama Adek Ji. Mama selalu ada, Mama selalu lihat apapun yang Brian lakukan. Kalau Brian sama Dek Ji senang, Mama senang. Kalau Brian sama Dek Ji sedih, Mama juga nangis. Pulang ya, Nak." Ungkap Tisya pada putranya.
"Pulang ya, Pa."
Juno hanya menangis, air matanya semakin deras kala melihat sosok Delvin dan Tisya perlahan menghilang bagaikan disedot oleh sesuatu. Ingin sekali Juno mengejarnya, Juno ingin menarik lengan putranya yang menghilang. Jika Delvin pergi, maka hilang juga sebagian dari nyawa Juno.
![](https://img.wattpad.com/cover/325044957-288-k232807.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA ✔️
Fiksi PenggemarMenikahi orang yang menemanimu dalam kurun waktu yang lama adalah impian beberapa orang. Namun, bagaimana jika Kau berhasil bersamanya, tapi ujian terlalu banyak untukmu dengannya?